Share

Bab 5. Operasi caesar

Pagi ini Nyonya Risma begitu antusias mempersiapkan segala keperluan untuk operasi caesar yang dijalani oleh Aletta. Demi menjaga keamanan, Nyonya Risma bahkan menyewa dua bodyguard untuk berjaga di depan ruang operasi.

Kondisi Aletta makin mengkhawatirkan rasa tertekan di bawah ancaman Nyonya Risma, juga kehamilan yang ia tidak inginkan sama sekali membuatnya depresi dan bersedih. Inilah yang menyebabkan kehamilan Aletta terganggu, ditambah kondisi fisiknya yang lemah. Dokter Tika menyarankan agar Aletta melahirkan prematur. Semua telah dipersiapkan dengan sangat matang oleh  Dokter Tika setelah mendapat persetujuan dari Nyonya Risma dan Shella.

Shella tidak berhenti mondar-mandir sejak tadi, hatinya begitu gelisah menunggu detik-detik kelahiran bayi Aletta. Otaknya pun berputar keras untuk merangkai penjelasan apa yang tepat untuk suaminya ketika datang nanti tentang bayinya yang tiba-tiba saja lahir.

"Ya ampun, Shella. Mama tambah pusing lihat kamu mondar-mandir gitu," gerutu Nyonya Risma tak suka.

"Aku itu masih bingung karena belum memiliki ide untuk membohongi Mas Bayu jika tiba-tiba bayi itu terlahir, Ma," ucap Shella seraya menghempaskan bobot tubuhnya di kursi sebelah Mamanya.

"Rupanya kamu itu cantik tapi bodoh, ya, Shella," cibir Nyonya Risma tanpa ragu.

Shella mendengus kesal lantaran dikatai bodoh oleh mamanya sendiri. Faktanya memang seperti itu, selama ini Nyonya Risma lah yang berpikir keras demi tercapainya tujuan mereka.

"Kamu kabari Bayu jika kamu habis terjatuh hingga mengalami kontraksi, setelah itu matikan ponsel kamu. Selanjutnya biar mama yang mengatur sandiwara ini," ujar Nyonya Risma, dan di sambut wajah bahagia oleh Shella.

"Mama memang dewa penolongku," puji Shella sembari memeluk Mamanya dari samping.

"Makanya jadi wanita itu harus cerdas dan kamu perlu belajar lagi banyak hal dari mama." Dengan jumawanya Nyonya Risma berkata dan mengulas senyuman.

"Iya, Ma."

Sesaat kemudian obrolan mereka terhenti saat suara derit pintu ruang operasi perlahan terbuka. Seorang Dokter wanita memakai setelan jas putih berjalan dengan wajah kelelahan dan tanpa senyuman.

"Bagaimana, Dok?" tanya Shella dengan nada tidak sabaran.

Dokter Tika menatap Nyonya Risma dan Shella secara bergantian, sebelum akhirnya menjawab, "Operasinya berhasil, bayinya berjenis kelamin laki-laki. Tapi bayinya akan ditempatkan di ruang NICU guna mendapat pengawasan medis untuk mengetahui perkembangannya."

"Iya, Dok. Lakukanlah yang terbaik untuk bayinya." Senyum merekah mekar seketika tersungging di bibir Shella. Perasaannya begitu lega mendengar kabar baik itu.

"Selamat, Shella," ucap Dokter Tika datar, seolah menyimpan rasa bersalah yang dalam karena telah ikut andil dalam rencana jahat sahabatnya itu.

"Lalu bagaimana dengan Aletta, Tika?" tanya Nyonya Risma yang mulai angkat bicara.

"Keadaannya masih lemah, kemungkinan besok pagi baru dia akan sadar. Setelah ini dia akan dipindahkan ke ruang perawatan," jelas Dokter Tika.

"Tidak perlu, Tika! Aku akan membawanya pulang hari ini," tolak tegas Nyonya Risma.

"Kamu sudah gila, Risma! Di mana hati nuranimu, dia Anak tirimu bukan hewan," pekik Dokter Tika dengan nada tinggi dan melotot marah.

Beberapa orang yang kebetulan lewat sontak berhenti dan memperhatikan mereka berdua.

"Jangan pernah ikut campur dalam keluargaku, Tika. Bukankah tugasmu sudah selesai?" seru Nyonya Risma menekan setiap katanya, "Rahasia ini hanya kita berdua yang tahu, setelah urusan ini selesai jangan lagi menemuiku."

"Kupastikan kau akan menyesal nanti, Risma," desis Dokter Tika segera pergi begitu saja.

Nyonya Risma seakan lupa akan kebaikan yang dilakukan sahabatnya itu, tetapi baginya ia sudah membayar setiap jasa sahabatnya itu. Toh, artinya ia tidak perlu membalas budi 'kan?

"Shella, mama akan mengurus kepulangan Aletta, dan kamu tetaplah di rumah sakit sampai Bayu datang," ujar Nyonya Risma.

"Baik, Ma. Shella tidak tahu lagi harus berterimakasih dengan cara apa atas kebaikan serta dukungan, Mama, selama ini," lirih Shella terharu.

"Mama akan melakukan apapun demi kebahagianmu, Shella." Nyonya Risma mengusap lembut lengan putrinya.

Selanjutnya Nyonya Risma mengurus untuk kepulangan Aletta dari rumah sakit. Awalnya pihak rumah sakit tidak mengizinkan kepulangan pasien karena masih dalam kondisi lemah dan membutuhkan perawatan. Berbagai upaya sandiwara dan kebohongan dimainkan oleh Nyonya Risma, dan akhirnya ia berhasil membawa pulang Aletta dengan alasan akan dirujuk ke rumah sakit lain.

Dua bodyguard yang disewa olah Nyonya Risma dengan cekatan membawa tubuh Aletta masuk ke dalam mobil dan dibaringkan di kursi paling belakang. Nyonya Risma seakan tak memiliki belas kasih dan memperlakukan Aletta dengan sangat tidak manusiawi.

Mobil mewah berwarna hitam itu perlahan meninggalkan halaman rumah sakit dan melaju dengan kecepatan sedang di bawah terik matahari yang menyengat.

"Ya Allah, Non Aletta, kenapa dibawa pulang, Nyonya?" Bik Lasmi yang menyambut di pintu utama tak dapat lagi membendung kekhawatirannya ketika melihat Aletta yang  dibopong dua pria bertubuh kekar tersebut dalam keadaan lemah dan pingsan.

"Heh, diam! Kamu itu cuma pembantu jangan sok mengatur saya," hardik Nyonya Risma menatap marah Bik Lasmi.

"Cepat kalian bawa wanita itu ke dalam kamarnya!" perintah Nyonya Risma kepada dua bodyguard tersebut.

Bergegas dua pria berwajah garang tersebut membawa tubuh Aletta sesuai arahan dari Nyonya Risma.

"Ini bayaran untuk kalian berdua." Nyonya Risma menyodorkan masing-masing amplop kepada dua pria tersebut.

"Terima kasih, Bos. Lain kali hubungi kami jika membutuhkan bantuan," sahut salah satu dari pria itu.

Nyonya Risma hanya membalas dengan deheman kecil, lalu meminta dua bodyguard itu untuk segera pergi.

"Gadis malang, penderitaanmu yang sesungguhnya akan segera dimulai sebentar lagi," gumam Nyonya Risma menyeringai.

Aletta masih tertidur dalam mimpi indahnya, wajahnya pucat pasi dan tubuhnya juga kurus. Sangat berbeda jauh ketika belum hamil dulu. Masa-masa kehamilan yang dijalaninya membuatnya tertekan hingga gadis muda itu tidak lagi merawat diri.

Bik Lasmi yang diam-diam mengintip dari celah pintu kamar tanpa sengaja meneteskan air mata lantaran tidak tega melihat nasib buruk yang dialami gadis muda itu.

'Maafkan, bibi, tidak bisa menolong, Non Aletta,' batin Bik Lasmi dengan isakan tangis yang tertahan.

Bik Lasmi segera bersembunyi dari sana saat menyadari majikannya akan keluar. Ia tidak ingin ketahuan telah menguping urusan majikan, tentu Nyonya Risma akan memotong gaji Bik Lasmi jika melakukan kesalahan.

Nyonya Risma berjalan masuk kamarnya, kemudian membuka laci nakas dan mengambil sesuatu dari sana. Senyuman licik dan terbesit niatan buruk mulai membayang di pelupuk matanya. Kemudian iris matanya memandangi sebuah bingkai foto pernikahannya dengan almarhum Ayah, Aletta.

"Ini salahmu, Mas, karena kau mati hanya meninggalkan hutang. Biarkan anakmu yang menanggung semua ini," monolog Nyonya Risma tersenyum tipis.

"Aletta, obat inilah yang akan menjadi detik terakhir kehancuranmu." Nyonya Risma menyeringai seraya memainkan botol kecil di tangannya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status