Share

Bab 3. Rencana

"Non, ini makanannya. Bibi letakkan di sini ya!" ujar Bik Lasmi seraya meletakkan nampan berisi makanan untuk Aletta.

"Non Aletta, harus makan agar tidak sakit." Bik Lasmi masih bersikeras membujuk Aletta.

"Bibi tahu ini sangat berat untuk, Non Aletta jalani. Maaf jika bibi tidak bisa banyak membantu," kata Bik Lasmi dengan nada penuh empati. Melihat keadaan Aletta yang menyedihkan mengingatkan Lasmi pada anaknya di kampung.

"Kenapa, Bibi menyelamatkan aku waktu itu? Harusnya biarkan aku mati, Bik," lirih Aletta dengan pandangan kosong ke depan. Seperti layaknya tak memiliki semangat dalam hidup.

"Sadarlah, Non! Walau dunia seakan tak adil jangan pernah berpikir untuk bunuh diri." Bik Lasmi menasehati Aletta agar tidak larut dalam keterpurukan.

Hening.

Bibir Aletta terkatup rapat, tubuhnya sudah tidak memiliki daya melawan. Pergelangan tangan kanannya masih dibalut dengan perban, hasil dari aksinya yang hendak bunuh diri dua hari lalu. Namun gagal lantaran Bik Lasmi datang tepat waktu.

"Lasmi, cepat keluar!!" pekik lantang Nyonya Risma yang tiba-tiba masuk gudang.

Lasmi terkesiap dan bergegas bangkit berdiri, berjalan dengan tergopoh-gopoh dan jantung berdebar. Berbeda halnya dengan Aletta yang tak bergeming sama sekali.

"Bisakah dimulai sekarang, Dok?" tanya Nyonya Risma kepada Dokter kepercayaannya.

Seorang wanita memakai setelan jas putih yang diperkirakan berusia 40 tahun itu mengangguk samar-samar seraya menelisik keadaan Aletta. Perlahan Dokter itu mendekati Aletta dan mulai memeriksa keadaannya.

Shella dan Mamanya diam menyimak dengan apa yang dilakukan Dokter tersebut. Sesekali seringai jahat terbentuk di bibir tipis Shella. Hatinya merasa bahagia karena keinginan memiliki anak akan terwujud. Dengan begitu, Bayu, suaminya akan semakin berada dalam genggamannya.

'Sebentar lagi aku akan menjadi wanita yang sempurna karena berhasil memberikan anak untuk Mas Bayu,' batin Shella kegirangan.

"LEPASKAN SAYA!!" Aletta tiba-tiba memberontak dan mendorong kasar Dokter tersebut hingga terhuyung ke belakang. Beruntung sang Dokter dapat menjaga keseimbangan tubuhnya.

Lagi lagi Nyonya Risma yang tidak suka akan penolakan semakin murka dengan Anak tirinya. Seperti biasa Aletta akan mendapat perlakuan kasar dari Mama tirinya jika jalan pikirannya tak selaras dengan perintah Nyonya Risma.

"Sudah kukatakan jangan pernah memberontak, dasar Anak sialan!!" pekik Nyonya Risma menekan setiap kalimatnya.

"Tunggu apalagi, Shella? Cepat panggil satpam!!" perintah Nyonya Risma yang geram melihat putrinya hanya diam tanpa membantu mengendalikan Aletta yang semakin kuat melawan.

"I ... iya, Ma." Shella bergegas lari keluar memanggil satpam.

"Dasar keluarga biadab." Aletta mengerang marah, "Bodohnya aku yang selama ini bertahan serumah dengan kalian."

Plakk!

"TUTUP MULUTMU!!" Nyonya Risma hilang kendali dan melayangkan tamparan keras pada pipi Aletta. Matanya membulat sempurna.

Meski begitu, Aletta terus memberontak dari cengkraman Mama dan Dokter tersebut.

"Bahar, cepat bantuin!!" perintah tegas Nyonya Risma seraya melotot ke arah Bahar yang baru datang.

'Ya ampun nih Mak lampir suka banget marah marah,' gerutu Bahar di hati seraya mengikuti perintah Nyonya Risma.

Dokter itu segera menyuntikkan obat penenang untuk Aletta. Gadis malang itu tak bisa berkutik lagi saat jarum kecil terasa menusuk lengannya.

Sesaat kemudian, Aletta mulai hilang kesadaran. Pandangannya mulai menggelap bersamaan kepalanya yang terasa berdenyut.

"Heh, Bahar, cepat kamu keluar!" usir Nyonya Risma, merasa jika sudah tidak membutuhkan tenaganya lagi.

"Iya, Nyonya," sahut Bahar, namun hatinya tak berhenti mengumpat kesel dengan sikap majikannya.

"Cepatlah lakukan tugasmu, Tika!" Nyonya Risma memerintah Dokter tersebut. Yang tak lain adalah sahabat kecil Nyonya Risma.

"Sejak dulu sikapmu selalu tidak sabaran, Risma." Dokter bernama Tika itu terkekeh sembari menyiapkan peralatan medisnya.

"Jika kau ingin cara ini berhasil, maka jangan menempatkan Anak tirimu di tempat yang kotor ini."

"Jadi maksudmu aku harus menyediakan apartemen mewah untuknya?!" sergah Nyonya Risma dengan nada tidak suka.

Dokter Tika semakin tertawa keras, melihat wajah sahabatnya yang merah padam.

"Baiklah, kali ini aku serius." Dokter Tika menatap lekat Shella dan Nyonya Risma secara bergantian.

Shella harap harap cemas menunggu penuturan Dokter tersebut, dalam hatinya berdoa agar rencananya berhasil. Tidak peduli bagaimana menderitanya Aletta setelah ini. Mata hati mereka benar-benar dibutakan oleh keegoisan dan keserakahan.

"Aku tidak bisa menjamin seratus persen untuk keberhasilan metode inseminasi yang akan kulakukan. Melihat dari keadaan pasien yang mengalami guncangan pada spikologis-nya, mungkin ini juga akan sulit," tutur Dokter Tika.

"Tolong lakukan apapun agar wanita itu bisa hamil anak untukku, Dok!" pinta Shella memelas dan terdengar putus asa.

"Jangan membuatku kecewa, Tika." Nyonya Risma pun mulai gusar.

"Aku ini, dokter, bukan Tuhan, Risma," timpal Dokter Tika tegas, "Aku akan membantu kalian sesuai kemampuanku."

"Lakukanlah!" perintah Nyonya Risma lirih.

Dokter Tika sudah bersiap dengan segala alat medisnya. Di ruangan yang gelap dan kotor ia mulai menyuntikkan sp*rma kedalam rahim Aletta. Sudah dari jauh hari Shella menyusun rencana untuk mengambil sp*rma suaminya secara diam-diam.

"Berapa hari hasilnya akan ketahuan, Dok?" tanya Shella yang tidak sabar untuk segera memiliki anak.

"Biasanya dua minggu hasilnya akan terlihat, itupun aku tidak bisa menjamin apakah metode inseminasi ini berhasil atau tidak," jawab Dokter Tika yang membuat senyum di bibir Shella memudar.

Kemudian, Dokter Tika beralih menatap sahabatnya, "Aku sarankan agar Anak tirimu dipindahkan ke tempat yang layak jika ia berhasil hamil nantinya."

"Tentu aku akan melakukan apapun demi cucuku nantinya, tapi jika belum ada tanda-tanda kehamilan pada Aletta, biarkan ia tidur di gudang," timpal Nyonya Risma yang tidak mau rugi.

Dokter Tika hanya bisa geleng-gelang kepala sembari merapikan peralatan medisnya kembali.

"Tugasku sudah selesai, aku pergi dulu!" pamit Dokter Tika melenggang pergi. Meninggalkan dua wanita berbeda generasi itu di sana.

"Jangan bersedih, Shella." Nyonya Risma menepuk bahu Shella, "Jika perlu mama akan mendatangkan seribu Dokter terhebat di Dunia ini, sampai Aletta hamil anak untukmu."

Shella tersenyum membalas tatapan Mamanya. Nyonya Risma bahkan tidak segan segan untuk menjadikan Aletta bahan percobaan demi tercapainya tujuan mereka.

Mereka meninggalkan Aletta sendirian di sana, masih dalam keadaan tidak sadarkan diri. Mereka tak hanya melukai fisik gadis muda itu, tetapi juga mentalnya.

--------

"Ya Tuhan kenapa sakit sekali," lirih Aletta mengeryit kesakitan pada bagian pangkal pahanya.

Air matanya luruh begitu saja. Hancur hati dan perasaannya saat ini, marah, kecewa, sedih semua rasa itu menumpuk di hatinya. Tetapi semua tidak akan pernah merubah keadaan menjadi semula.

"Aku bersumpah akan membalaskan setiap luka yang kalian torehkan padaku," gumam Aletta mengepalkan kedua tangan hingga memperlihatkan jemarinya yang memutih pucat.

"Aletta yang kalian anggap lemah sudah mati, tunggu kebangkitan sosok Aletta yang sesungguhnya," monolog Aletta menyeringai.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status