Share

Bab 7. Perlawanan

"Pergi!!" usir Aletta histeris. Tubuhnya tak dapat menutupi rasa takut yang mendera, keringat sebiji jagung telah bercucuran dari balik wajahnya yang pucat. Penampilan Aletta sangat berantakan saat ini.

Lelaki asing yang masih dalam pengaruh alkohol tersebut tak mengindahkan teriakkan Aletta, ia justru semakin bergairah memandangi lekuk tubuh gadis muda di depannya. Suasana yang tampak sepi memudahkan aksi lelaki tersebut.

Sekuat tenaga Aletta beringsut mundur, menyeret kakinya yang terasa berat untuk di gerakkan.

"Layani abang, Sinta." Lelaki itu mengira jika yang dilihatnya saat ini adalah mendiang istrinya, bukan Aletta.

"Tolong!!" Aletta hendak berbalik dan menutup pintu, tetapi tangan lelaki itu lebih cepat dari perlawanan Aletta.

Aletta memberontak untuk dilepaskan, takkala wajah lelaki itu sejengkal hendak menyerang bibir, serta leher jenjang Aletta yang tampak menggoda. Tanpa diduga, seseorang tiba-tiba menarik kuat lelaki itu dan mendorongnya sekuat tenaga, hingga lelaki tersebut terhuyung ke belakang. Aletta berdiri mematung berpegangan pada dinding, tubuhnya terguncang hebat, wajahnya semakin pucat pasi.

"Dasar lelaki mesum, pergi!" usir seorang wanita itu sembari berkacak pinggang, matanya mengisyaratkan amarah.

Lelaki itu pergi dengan tubuh sempoyongan, memegangi kepala yang berdenyut dan pinggang yang terasa sakit akibat terbentuk oleh lantai dingin depan kos.

"Kamu tidak apa-apa?" Wanita itu menghampiri Aletta yang ketakutan. "Astaga, sepertinya kamu sedang sakit." Wanita dengan tubuh semampai, berwajah oval, yang diperkirakan berusia 27 tahun itu panik melihat kondisi Aletta.

"A ... aku tidak apa-apa, terima kasih sudah menolongku," lirih Aletta dengan sisa tenaga yang semakin melemah.

"Baiklah, kamu istirahat saja. Aku Laras, penghuni kamar kos nomor 4 paling ujung itu." Wanita itu mengarahkan jari telunjuk ke arah sudut kos, di mana ada deretan angka pada setiap pintu kos tersebut.

"Namaku Aletta," katanya memperkenalkan diri, berusaha tersenyum ramah pada tetangga kosnya tersebut.

"Jika kamu butuh sesuatu jangan segan meminta tolong padaku, okey." Baru beberapa menit mereka kenal, namun wanita bernama Laras itu sudah bersikap akrab layaknya teman baik.

Aletta menjawab dengan anggukan kepala, kemudian masuk dan merebahkan tubuhnya yang terasa hancur oleh keadaan. Perutnya kembali merasakan sakit yang amat mendera, matanya tampak berembun menatap langit-langit kamar. Tetapi, Aletta tidak ingin menyerah oleh keadaan, ada harga yang harus dibayar atas penderitaannya selama ini.

---------

Hari bahagia terpancar dari wajah Bayu dan Shella ketika kolega bisnis mereka hadir dalam acara menyambut kelahiran putra pertama mereka. Bayi tampan dan menggemaskan itu tampak tenang dalam dekapan Shella, menciptakan momen kebahagiaan yang tak terlupakan.

"Selamat, Pak Bayu dan Bu Shella, atas kelahiran putra pertamanya."

"Bayi Anda sangat tampan." Para kolega bisnis secara bergantian memberi ucapan selamat, dengan senyum ramah seakan ikut larut dalam kebahagiaan mereka.

Di sudut ruangan seorang wanita berpenampilan seksi memandang penuh amarah ke arah mereka. Ia seakan tak rela melihat sosok pria yang dikaguminya bersanding dengan wanita lain, senyum kebahagian Bayu dan Shella seperti sebuah hinaan baginya.

"Jika sekarang kalian bisa tersenyum lebar, tapi tidak untuk nanti. Akan kupastikan senyum itu berganti duka," gumamnya menyeringai.

"Teruntuk para tamu sekalian, saya mengucapkan terima kasih atas kehadiran kalian malam ini. Di malam yang berbahagia ini cucu pertama saya terlahir dengan selamat, Dion Putra Adhitama yang akan mewarisi sebagian dari kekayaan saya nantinya." Tanpa ragu Pak Tama mengumumkan dengan bangga bahwa bayi tampan itulah yang akan menjadi pewaris selanjutnya di keluarga mereka.

Suara riuh tepukan tangan menggema di kediaman Bayu Adhitama. Namun, jangan lupakan jika Nyonya Risma dan Shella yang saat ini bersorak gembira dalam hati, tidak sia-sia rencana yang mereka susun tertata dengan rapi, dan sekarang mereka mendapatkan apa yang diincarnya. Yaitu kekayaan keluarga Adhitama.

Satu per satu para tamu meninggalkan tempat tersebut. Bayu seakan tak memiliki rasa lelah karena begitu bahagianya telah menjadi sosok ayah, ia berbincang hangat dengan para tamu tamunya.

Sedangkan Shella dan Nyonya Risma sudah berada di kamar bersama bayi tampan itu yang terlelap dalam box bayi.

"Kita berhasil, Shella," seru Nyonya Risma yang tidak bisa lagi menutupi rasa gembira.

Shella menghempaskan tubuhnya di samping mamanya. Mereka duduk di tepi tempat tidur, mereka saling pandang dengan wajah berseri-seri.

"Iya, Ma. Ternyata Mas Bayu dan si tua bangka itu mudah sekali kita tipu," ujar Shella dengan gelak tawa.

"Setelah kita berhasil mengusai harta mereka, kita singkirkan satu per satu dari mereka." Nyonya Risma menyeringai, entah kejahatan apa lagi yang terbesit dalam benaknya.

"Mama yakin jika gadis bodoh itu tidak akan kembali dan merebut anaknya dari kita?" Nada suara Shella tampak menandakan kekhawatiran.

"Kamu tenang saja, Shella. Mama yakin gadis itu tidak akan bisa melawan kita," sahut Nyonya Risma meyakinkan.

Pak Tama yang kebetulan sedang melewati kamar Shella tidak sengaja mendengar obrolan tersebut, seketika lelaki paruh baya itu naik pitam. Ia segera menerobos masuk kamar tersebut, kebetulan pintunya terbuka sedikit.

"Apa maksud kalian? Apakah bayi itu bukan cucu saya?!" pekik Pak Tama dengan mata merah padam, ia merasa menjadi orang bodoh yang dengan mudah dibohongi.

Nyonya Risma dan Shella membelalak, mereka sangat terkejut dengan kemunculan Pak Tama yang tiba-tiba. Sejurus kemudian, Nyonya Risma berusaha bersikap biasa saja. Wanita licik satu ini memang pandai dalam memainkan berbagai peran.

"Pak Tama, sepertinya Anda salah paham, silahkan duduk dulu agar kami bisa sedikit menjelaskan," ucap Nyonya Risma seraya mendekati lelaki paruh baya tersebut.

Berbeda halnya dengan Shella yang tampak bodoh tidak bergeming sedikit pun, otaknya lambat untuk menetralisir keadaan.

"Apakah kalian menipuku?" sergah Pak Tama.

"Anda salah paham, Dion adalah cucu Anda. Bagaimana mungkin kami menipu Anda." Nyonya Risma mulai mengambil ancang-ancang dari belakang. Dan diam-diam memberi isyarat kode kepada Shella. Sayangnya, anaknya itu tampak bodoh tidak mengerti maksud sang mama.

"Saya tidak mungkin salah mendengar, saya akan aduhkan semua ini dengan Bayu," ancam Pak Tama. "Kalian memang iblis," umpatnya, seraya hendak berbalik badan.

Nyonya Risma dengan cepat menutup pintu dan mendorong lelaki paruh baya itu hingga terbentur pada dinding. Shella panik melihat aksi sang mama yang bisa dikatakan terbilang nekat.

Lelaki paruh baya itu masih bisa mengusai diri meski kepalanya mulai mengeluarkan darah. Ia mencoba melakukan perlawanan dengan menarik kasar rambut Nyonya Risma.

"Sakit ... lepaskan!! Dasar tua bangka," pekik tertahan Nyonya Risma semakin geram.

"Shella, cepat bantu mama!" desisnya, merasakan rambutnya yang terasa tercabut dari pangkalnya, sakit dan perih menjalar dari ujung kepala.

Spontan Shella mengambil vas bunga berukuran kecil yang tertata indah di atas nakas, lalu memukul punggung lelaki paruh baya tersebut.

"Ma ...." Shella tercengang melihat mertuanya jatuh tergeletak di lantai. Tak bergerak sedikit pun.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status