Share

Bab 4. Kebohongan Shella

Tujuh bulan kemudian ....

"Aku ada kunjungan ke Eropa bersama Papa, jaga dirimu baik-baik beserta calon anak kita," ucap Bayu Adhitama yang melirik Shella dari pantulan cermin.

Kemudian ia berbalik badan, sesaat setelah selesai merapikan penampilannya. Tubuh kekarnya dibalut dengan setelan jas berwarna senada, hidungnya mancung dan tak terlalu besar, bentuk alis yang hitam lebat, serta memiliki bola mata hitam kecoklatan, yang dapat menghipnotis banyak wanita jika lama memandangi wajah tampannya. Sayang, bibirnya selalu terkatup rapat semenjak menikahi Shella. 2 tahun mereka menjalani biduk rumah tangga, tetapi hubungan itu terasa hambar tidak seperti pengantin baru pada umumnya.

Sudah tampan dan kaya, tetapi sial karena menikahi wanita licik, matre seperti Shella. Jika bukan karena permintaan terakhir sang ibu mungkin Bayu tidak akan sudi menikahi Shella yang sangat jauh dari kriterianya. Perjodohan itu benar benar membuat hidup Bayu suram. Tidak ada cinta yang tertanam di hati Bayu, tetapi lain halnya dengan Shella yang memang mendambakan Bayu sejak dulu.

"Berapa hari kamu di Eropa, Mas?" tanya Shella seraya asik memainkan gawainya dan bersandar pada ujung tempat tidur.

"Sekitar tiga minggu," jawab Bayu datar.

"Oh ... iya sudah. Tapi transfer uang dulu ya, Mas! Aku mau jalan-jalan ke mall." Shella melirik sekilas Bayu, lalu kembali tak acuh kepada suaminya.

"Nanti akan aku transfer." Pada akhirnya Bayu akan memilih mengalah, berdebat pun akan sia-sia karena sifat Shella yang keras tidak ingin dibantah.

Bayu berjalan mendekati Shella, niat hati ingin mencium calon bayinya yang masih dalam kandungan Shella.

"Loh, kenapa?" Alis Bayu bertaut ketika Shella menghindar.

"Aku ... aku sering mual kalau bau parfum kamu, Mas," kilah Shella berbohong. Faktanya ia tidak ingin rahasianya terbongkar.

Sengaja Shella menggunakan perut hamil palsu untuk melancarkan sandiwaranya bersama sang mama. Selama hampir tujuh bulan Shella pun menghindari hubungan badan dengan suaminya. Semua semata-mata demi tercapai tujuannya.

"Ya sudah aku berangkat." Dengan wajah kesal Bayu mengayunkan kaki panjangnya seraya menyeret koper keluar.

Shella menghela napas panjang setelah kepergian suaminya. Bayu dan Pak Tama selalu gila kerja, tak heran jika Shella merasa kesepian ketika suaminya bertugas ke luar Kota bahkan luar Negeri sekalipun. Tapi biarlah, toh yang Shella butuhkan adalah uang uang dan uang.

Ting!

Sebuah notifikasi M-banking masuk di ponselnya. Bibirnya seketika membentuk garis senyuman yang sempurna.

"Yes, bisa belanja sepuasnya bersama, Mama," gumam Shella kegirangan.

Secepat kilat Shella menyambar mini bag yang terletak di atas nakas, lalu melenggang keluar dengan hati berbunga bunga.

"Saya mau keluar dulu, ingat rumah harus bersih sebelum saya pulang!" seru Shella saat berpapasan dengan dua pembantu rumahnya.

Kedua pembantu yang tak lagi muda itu hanya menganguk dan membungkuk rendah. Mereka sudah terbiasa dengan sikap semena-mena Shella selama ini.

"Wong meteng, kok, ya galak gitu, sih." Dua pembantu itu mencibir diam-diam ketika Shella tidak ada di rumah.

"Wes, ayo kerjo! Ketimbang dipecat doro ayu." Mereka terkekeh. Menggosipkan majikannya seperti hiburan bagi mereka.

"Ma! Mama!" Shella yang baru sampai langsung berteriak dari pintu utama memanggil Nyonya Risma.

"Nyonya, ada di kamar Non Aletta, Nona." Tiba-tiba Bik Lasmi datang memberitahu.

"Eh, Bik, sudah berapa kali saya ingatkan. Jangan memanggil Aletta dengan sebutan non, dia itu sama sepertimu kastanya di rumah ini," hardik Shella menatap penuh emosi.

"Maaf ... Non," lirih Bik Lasmi menunduk dalam dalam.

"Awas kalau diulangi lagi!" Shella lalu meninggalkan Bik Lasmi di sana.

Kaki jenjangnya dengan cepat menaiki anak tangga. Tak sabar untuk menemui mamanya. Sesampainya di depan kamar Aletta, Shella melenggang masuk begitu saja. Kebetulan pintu terbuka.

Shella berdiri di samping Nyonya Risma, menatap datar Aletta yang sedang diperiksa oleh Dokter Tika. Baju daster yang dikenakan oleh Aletta tidak dapat menutupi perutnya yang semakin membuncit seiring bertambahnya usia kandungannya saat ini.

"Ma," lirih Shella dengan nada gusar.

"Kenapa, Shella." Nyonya Risma menatap lekat netra putrinya.

"Aku takut jika nanti, Aletta merebut anak itu dariku."

"Kamu tenang saja, mama sudah mempunyai cara untuk menyingkirkan dia dari kehidupan kita," sahut Nyonya Risma dengan tatapan meyakinkan.

"Mama, serius." Secercah harapan terpancar di wajah Shella.

Obrolan mereka terjeda sejenak lantaran kedatangan Dokter Tika. Aletta masih duduk mematung di tempat tidur dengan tatapan kosong, tidak ada gurat kesedihan di wajahnya. Pahitnya kehidupan mengajarkan banyak arti padanya.

"Bisa kita bicara bertiga?" tanya Dokter Tika.

Melihat wajah serius Dokter Tika membuat Nyonya Risma was was dengan penuturan yang akan disampaikan sahabatnya itu.

"Ayo!" Mereka berjalan menuju ruang keluarga.

"Katakan, Tika! Apa yang ingin kamu sampaikan." Shella maupun Nyonya Risma sudah harap harap cemas menunggu.

"Keadaan spikolog Aletta semakin memburuk, kehamilan yang tidak ia inginkan ini sungguh membuat jiwanya terguncang hebat. Dan yang aku takutkan adalah nasib janin yang ada di kandungannya," tutur Dokter Tika.

"Lalu apa yang harus kita lakukan, Tika?" tanya Nyonya Risma sembari menghela napas kasar.

"Tolong lakukan yang terbaik agar calon anakku bisa tumbuh sempurna sampai waktunya tiba, Dok." Shella terlihat putus asa. Ia begitu mendambakan kehadiran calon anaknya yang ada di rahim Aletta.

"Jalan satu-satunya adalah segera melakukan tindakan operasi caesar."

"Apakah ini tidak membahayakan calon bayinya? Kandungan Aletta bahkan baru memasuki usia tujuh bulan, Tika."

"Akan lebih baik jika dilakukan tindakan operasi, tapi semua keputusan ada di tangan kalian berdua. Selama ini Aletta tidak pernah mau meminum vitamin yang kuberikan."

"Bagaimana, Shella?" Nyonya Risma tampak bimbang dan kalut.

"Aku setuju, Ma," jawab Shella mantap, "saat ini Mas Bayu pergi ke Eropa bersama Papa mertua, ada baiknya jika Mas Bayu tidak mengetahui perihal kelahiran dadakan ini. Bukankah ini menguntungkan untuk kita, Ma."

Nyonya Risma mengangguk setuju dengan perkataan putrinya. Dengan begitu sandiwara mereka akan semakin sempurna.

"Aku setuju, Tika. Kamu atur jadwal operasi caesar untuk Aletta besok!"

"Besok??" ulang serempak Shella dan Dokter Tika. Secepat itukah? Nyonya Risma tidak akan perduli dengan derita Aletta, yang ia utamakan adalah egonya sendiri.

"Bukahkan lebih cepat lebih baik," kata Nyonya Risma.

"Baiklah, akan aku atur jadwalnya besok." Dokter Tika bergegas bangkit berdiri. "Sekarang aku pamit dulu."

"Silahkan," sahut Nyonya Risma seraya membalas uluran tangan sahabatnya.

"Sebentar lagi pewaris Bayu Adhitama akan terlahir." Nyonya Risma maupun Shella tersenyum penuh kemenangan.

"Aku tidak sabar menanti hari esok, Ma," sahut Shella berseri-seri.

Lanjut, dua wanita berhati keji itu mulai mengatur siasat untuk menyingkirkan Aletta dari kehidupannya. Tawa mereka semakin pecah menggema ke segala sudut ruangan.

"Mama, memang cerdik. Aku gak nyangka pemikiran Mama bisa sejauh itu," puji Shella kepada Nyonya Risma.

"Tentu saja, kita bisa menggunakan satpam bodoh itu untuk umpan kita."

"Mari kita bersenang-senang untuk merayakan ini, Ma," ajak Shella. Tentu Nyonya Risma tidak akan menolak rejeki bisa belanja sepuasnya secara gratis dari putrinya.

'Ya Allah, jahat sekali mereka,' batin Bik Lasmi yang diam-diam tidak sengaja menguping pembicaraan mereka. Awalnya Bik Lasmi hendak mengantar makanan untuk Aletta, tetapi tidak sengaja mendengar obrolan tersebut.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status