MasukSaat malam hari kediaman itu menjadi sangat sunyi. Hanya suara hewan malam yang terdengar saling bersautan.
Tokk... Suara ketukan pintu terdengar. Yeshi bangkit dari atas tempat tidur meletakkan laptop yang ada di pangkuannya. "Tunggu sebentar." Dia berjalan menuju pintu. Saat dia membuka pintu itu Pak Tua Zack sudah berdiri di hadapannya. "Nyonya muda, makan malam sudah siap." Yeshi keluar dengan baju casual. Di meja makan dua puluh lauk berbeda ada di atasnya. "Paman Zack, apa Paman kecil sudah pulang?" Tanya Yeshi. "Tuan muda masih ada banyak pekerjaan di luar. Mungkin malam ini tidak bisa kembali," ujar Pak tua Zack. "Lalu, semua makanan ini?" Menatap semua makanan yang ada di depannya. "Untuk anda." Jawaban sederhana dari Pak tua Zack membuat wanita itu menelan ludah kecut di tenggorokannya. Pandangan matanya teralihkan menuju pria tua di samping meja. "Paman Zack, aku tidak mungkin menghabiskan semua ini." "Tidak masalah. Nyonya bisa mengambil secukupnya," saut pria tua itu. "Lalu?" "Semua makanan yang tersisa akan langsung di buang," jelas Pak tua Zack. Hela napas lembut ia tekan pelan. Yeshi bangkit mengambil dua macam lauk yang ia suka. "Paman Zack, tolong panggilkan semua pelayan dan pengawal di kediaman ini." Pria tua itu terdiam binggung. Yeshi menatap tenang. "Baik," jawab Pak tua Zack sedetik setelah mengembalikan kesadarannya. Dia menyalakan HT di tangannya. "Semua pengawal dan pelayan datang ke ruang makan. Secepatnya," tegasnya. Hanya lima menit saja, semua Pengawal dan Pelayan pria dan wanita yang baru saja datang sore itu langsung menerima panggilan. Mereka berjejer di ruangan makanan yang sangat luas. Bahkan cukup untuk mengadakan pesta keluarga. "Semua orang sudah lengkap?" Ujar Yeshi. Pak tua Zack mendekat. "Masih ada beberapa pengawal tidak dapat di pindahkan. Mereka harus tetap melakukan penjagaan." "Baiklah. Kalian bisa duduk." Wanita itu duduk kembali. Namun semua orang menunduk diam. "Paman Zack, aku tidak bisa makan sendiri di tempat baru." Wajah Yeshi terlihat sedikit memelas. Paman Zack memberikan anggukan kecil. "Semua orang duduk." "Baik." Mereka semua duduk di kursi yang ada di ruangan itu. Sepuluh pengawal, enam pelayan wanita dan empat pelayan pria mengikuti perintah Pak tua Zack. "Jika terlalu lama diam makanan akan dingin." Yeshi mengambil sepasang sumpit mulai memakan makanan di depannya. Dan semua orang segara mengikutinya begitu juga dengan Pak tua Zack. Meskipun tanpa suaminya, bagi Yeshi menikmati makan malam di temani banyak orang sudah lebih dari cukup. "Satu tiga enam, tawanan satu lepas." Suara dari HT terdengar panik membuat pria tua itu langsung bangkit. "Segera buat pertahanan. Semua pengawal lakukan penyusuran di setiap tempat. Jangan sampai ada yang terlewatkan," tegas Pak tua Zack dengan raut wajah pucat. "Baik." Semua Pengawal memberikan jawaban. Semua orang berlarian keluar dari ruangan makan. Keadaan di luar kediaman juga cukup kacau. Para pelayan segara di minta kembali kekamar masing-masing. Dan tidak di perbolehkan keluar sampai ada pemberitahuan lanjutan. "Apa sesuatu telah terjadi?" Yeshi bangkit dari tempat duduknya. "Nyonya muda, saya akan mengantar anda kembali kekamar. Malam ini saya harap anda tidak keluar kamar," ujar Pak tua Zack. Pria tua itu tidak memberikan jawaban yang dapat memuaskan kebinggungan Yeshi. "Silakan, saya akan mengantar anda." Memberikan jalan. Yeshi memberikan anggukan. Dia naik kelantai dua dan berdiam di dalam kamarnya. Dari balik jendela kamar wanita itu memantau situasi yang tengah terjadi. Dia melihat semua pengawal terlihat kalang kabut. Bahkan suara melalui HT terus terdengar tanpa terputus. "Kamu istri pria gila itu?" Suara berat terdengar dari belakang wanita itu. Dengan cepat Yeshi membalikan badannya. Dia terkejut melihat pria dengan luka di sekujur tubuhnya. Aliran darah yang sudah mengering di dahinya terlihat masih pekat. "Siapa kamu?" "Pria berdarah dingin seperti dirinya bahkan bisa mendapatkan istri yang cantik. Hahah..." Serpihan kaca di genggaman tangan pria itu telah menimbulkan luka. Darah mengalir dari jari-jari tangannya. "Jangan mendekat. To..." Belum sempat jeritan meminta tolong terdengar jelas. Pria itu sudah berlari sekuat tenaga membekap mulutnya. "Hanya di tempat ini aku bisa aman. Jangan bersuara atau aku akan membunuhmu." Serpihan kaca di tangannya di tekan di leher wanita yang sudah tidak memiliki keberanian untuk bergerak. "Sangat patuh." Seringaian puas terlihat di wajahnya. 'Yeshi tenang, Yeshi tenang." Dia hanya dapat bergumam di dalam hati menenangkan dirinya sendiri. Namun tetap saja tubuhnya tidak bisa menekan reaksi rasa takut. Keringat membasahi kuningnya. Air mata bahkan jatuh tanpa suara. Dia ingin menjerit tapi tidak ada keberanian untuk melakukannya. Saat ini dia hanya berharap Ethan segara kembali, datang dan menemukan dirinya. Kedua tangan Yeshi di ikat kuat dengan kain seadanya. Dia terduduk di lantai dengan ketakutan. Pria itu berjongkok, "Wanita secantik dirimu bagaimana bisa memilih pria seperti dirinya. Kejam dan buas." Ia cengkeram kuat wajah wanita di depannya. "Atau mungkin kau juga ikut dalam pusaran mematikan ini." "Aku tidak mengerti maksud perkataanmu." Suara Yeshi bergetar. Senyuman terlihat di wajah pria itu. "Kau bahkan tidak tahu seperti apa suamimu itu? Ethan benar-benar menutup semua jalur kegelapan di hidupnya. Dan berniat membawa cahaya dalam kekeruhan di dirinya. Asal kau tahu saja. Sudah ada banyak nyawa yang mati di tangannya. Dan kamu mungkin akan manjadi salah satunya." Yeshi menatap kedua mata yang mulai menghitam. "Paman kecil bukan seperti yang kau katakan." Bagaimana dia bisa percaya. Di saat kenangan masa kecil yang penuh kehangatan itu telah melekat terlalu kuat. Rasa sakit menekan rahang bawah Yeshi. Tekanan yang di berikan pria itu sangat kuat. "Suatu hari nanti kamu pasti akan tahu. Siapa sebenarnya suamimu itu. Tapi..." Menatap kearah pintu. "Kenapa dia lama sekali. Atau mungkin dia sudah berniat mengorbankan hidup istrinya sendiri." Satu jam setelah kabar hilangnya tawanan di kediaman tua. Ethan segara kembali berusaha melakukan perjalanan seingat mungkin. Mobilnya berhenti di depan teras kediaman. Pak tua Zack berlari mendekat. "Semua tempat sudah di cari tapi masih belum di temukan." "Cari lagi jangan sampai lepas." Suara dingin Ethan terdengar menakutkan. Dia berjalan masuk kedalam kediaman tua. Langkahnya terhenti. "Kau sudah menempatkan penjaga di kamar Nyonya muda?" Melirik kearah pria tua di sampingnya. "Saya sudah menempatkan dua pengawal di depan pintu setelah Nyonya masuk kedalam kamar." Mendengar itu seketika Ethan langsung berlari menuju lantai dua. Brakkk... Pintu di buka. "Satu langkah lagi aku akan membunuhnya." Serpihan kaca itu terus di tekan pada leher Yeshi. Tubuh wanita itu di bekap dari belakang agar tidak bisa melakukan perlawanan. "Aku sudah menunggumu sedari tadi. Kamu sangat lambat." Kedua tangan Ethan mengepal kuat. Tatapan mematikan terlihat jelas di kedua matanya. "Aku pasti akan membunuhmu." "Paman kecil." Tangis Yeshi pecah melihat orang yang ia nantikan akhirnya datang. Ethan menatap lembut kearah wanita yang sudah tidak berdaya. "Jangan takut. Aku tidak akan membiarkanmu mati." "Aaaa..." Rasa sakit semakin kuat di saat ujung serpihan kaca di tekan lebih dalam. "Jika kau ingin dia hidup. Berikan aku akses untuk pergi dari tempat ini." Tangan pria itu bergetar. Tapi dia tetap bertahan agar kesempatan terakhirnya tidak terbuang sia-sia. Ethan mundur. "Minta semua orang memberikan jarak." Dia melemparkan kunci mobil miliknya kepada pria yang sudah menyandera istrinya. "Baik." Pak tua Zack segara memberikan perintah melalui HT. "Semua orang mundur di batas aman." Yeshi di bawa turun perlahan dari lantai dua menuju teras depan rumah tua. Tubuhnya terasa sangat lemas karena darah mulai keluar dari luka di lehernya. "Masuk." Dia di dorong masuk lebih dulu melalui tempat kemudi. Baru setelahnya wanita itu mengarahkan tubuhnya menuju sisi lain. Agar pria itu bisa membawa mobil pergi dari tempat itu. "Siapkan mobil." Ethan bertariak kuat. "Baik." Mobil melaju kencang keluar dari jalur kecil di kediaman keluarga Maverick. Ethan juga mengikuti mobil itu di iringi sepuluh mobil lainnya. "Dia harus mati malam ini juga." Suara seraknya menekan. "Baik." Jawaban terdengar dari sambungan HT yang telah terhubung di semua HT para Pengawalnya.Di dalam mobil yang melaju kencang Wanita itu hanya bisa diam dengan tubuh bergetar. Dalam hatinya hanya berharap Paman kecilnya segara datang membantu dirinya lepas dari genggaman pria itu."Aaaa..." Pria yang tengah memegang kendali mobil kehilangan kendali. Tangan kirinya menekan kepalanya. "Data, data, data..."Dia terus mengulangi kata yang sama sepanjang perjalanan.Di menit berikutnya pria itu memperhatikan wanita di sampingnya. "Kamu harus menyimpan datanya. Jangan sampai ada orang yang mengetahui keberadaan data itu."Yeshi memperhatikan dengan air mata yang terus mengalir."Aku tidak akan membunuhmu. Hanya kamu satu-satunya orang yang dapat menerima data itu." Kedua mata itu sangat menakutkan. "Cari benda tajam." Suara-suara aneh terus saja berdatangan tanpa henti. Membuat isi kepala pria itu terasa hampir meledak. "Cepat."Dengan tangan yang masih terikat. Yeshi mencari benda tajam yang bisa dia berikan kepada pria itu. Dia menemukan cutter kecil di samping tempat duduknya.
Saat malam hari kediaman itu menjadi sangat sunyi. Hanya suara hewan malam yang terdengar saling bersautan.Tokk...Suara ketukan pintu terdengar.Yeshi bangkit dari atas tempat tidur meletakkan laptop yang ada di pangkuannya. "Tunggu sebentar." Dia berjalan menuju pintu. Saat dia membuka pintu itu Pak Tua Zack sudah berdiri di hadapannya."Nyonya muda, makan malam sudah siap."Yeshi keluar dengan baju casual.Di meja makan dua puluh lauk berbeda ada di atasnya."Paman Zack, apa Paman kecil sudah pulang?" Tanya Yeshi."Tuan muda masih ada banyak pekerjaan di luar. Mungkin malam ini tidak bisa kembali," ujar Pak tua Zack."Lalu, semua makanan ini?" Menatap semua makanan yang ada di depannya."Untuk anda."Jawaban sederhana dari Pak tua Zack membuat wanita itu menelan ludah kecut di tenggorokannya. Pandangan matanya teralihkan menuju pria tua di samping meja. "Paman Zack, aku tidak mungkin menghabiskan semua ini.""Tidak masalah. Nyonya bisa mengambil secukupnya," saut pria tua itu."La
Pesta pernikahan berakhir di jam dua belas siang. Semua tamu undangan juga telah meninggalkan gedung pernikahan. Hanya keluarga dari kedua mempelai yang masih berbincang di dalam gedung pernikahan.Sedangkan kedua mempelai telah berada di dalam ruangan penata rias.Di dalam ruang mereka hanya diam. Hingga Erhan memulai pembicaraan lebih dulu. "Untuk sementara kamu bisa tinggal di apartemenku. Nanti aku akan minta seseorang membeli rumah pernikahan." Mengambil satu batang rokok. Tapi tidak menyalakannya hanya di putar berulang kali di antara jari-jari tangan."Tidak perlu. Aku tahu paman kecil menyetujui pernikahan ini karena paksaan keluarga." Menatap kearah pria di ujung ruangan bagian kanan. "Besok aku akan menyiapkan surat perceraian untuk mengakhiri pernikahan ini." Yeshi menatap dengan perasaan tidak enak.Mendengar itu Erhan langsung menatap kearah wanita berbalutkan gaun pengantin. "Tunggu sampai semua tenang. Jika kita langsung bercerai Ibu pasti akan membunuhku."Pemantik ele
Arga di seret keluar dari ruangan itu.Melihat dirinya sudah aman Yeshi justru merasakan kakinya sangat lemas. Saat dia hampir pingsan Ethan langsung menahan tubuhnya. Wanita itu di arahkan untuk duduk di kursi.Nyonya Ayas segara memeluk putrinya."Kakak pertama, sebenarnya apa yang terjadi?" Tuan Hazhi mencoba meluruskan masalah yang tidak mereka mengerti.Pintu ruangan di tutup rapat. Tidak mengizinkan orang luar masuk kedalam.Tuan Danu menceritakan semua masalah yang terjadi kepada adik sepupunya tanpa terlewat."Bocah itu memang layak mati," ujar Tuan Hazhi menggertakkan giginya. Dia menatap kearah kakak sepupunya. "Tapi tidak mungkin juga kalian membiarkan Yeshi duduk di pelaminan seorang diri.""Sebentar lagi acara akan di mulai. Ibu juga tengah menyaksikan melalui kamera yang telah di pasang di aula utama. Jika pesta gagal kami takut keadaan Ibu menjadi semakin buruk." Tuan Danu menekan kepalanya."Bukankah kakak juga masih lajang. Kenapa tidak dia saja yang menggantikan memp
Pernikahan yang seharusnya di langsungkan dua minggu lagi. Kini Yeshi harus melakukan pengaturan ulang. Memberikan biaya tambahan kepada Wedding organizer (WO). Yaitu penyedia jasa profesional yang membantu calon pengantin dalam merencanakan, mengatur, dan melaksanakan acara pernikahan.Karena pihak Wedding organizer juga hanya memiliki waktu kosong di tanggal dua belas. Tiga hari dari waktu pemberitahuan. Yeshi dan kedua orangtuanya tetep menyetujui pengaturan itu. Di hari itu juga mereka semua langsung menyebarkan undangan yang telah disimpan. Mereka melakukannya seperti pengaturan awal. Agar Nenek Anin tidak curiga.Acara mendadak itu tentu saja membuat semua orang merasa bingung. Namun juga ikut senang karena pernikahan di segerakan.Hari-H pernikahan.Di salah satu ruang rias khusus untuk kedua mempelai yang ada di gedung pernikahan. Yeshi menatap diam di depan cermin cukup besar. Dia menarik napas berulang kali. Mencoba mengatur emosi dan perasaannya. Senyuman indah yang coba ia
Yeshi meraih botol kaca yang ada di dekatnya.Pranggg...Botol di hantamkan kuat kearah kepala Arga."Arhhh..." Pria itu menekan rasa sakit di kepalanya. Seketika dia melepaskan cengkeraman tangannya.Darah mengalir dari bekas hantaman."Pergi..." Ujung lancip pecahan botol di tekan di lehernya. "Lebih baik aku mati. Dari pada harus menyerahkan kesucianku kepadamu." Tangannya bergetar. Tangis tidak lagi dapat di tahan. Rasa takut telah menyelimutinya. "Pergi, atau kita mati bersama..." Yeshi berteriak lebih kuat.Arga terus menekan kepalanya. Darah terus mengalir dari celah jari jemarinya. "Shishi, aku sangat mencintaimu. Tidak akan aku biarkan kamu lepas begitu saja." Dia berjalan pergi dari rumah itu.Yeshi berlari menuju kepintu. Dengan tangan bergetar dia segara mengganti sandi akses masuk kerumahnya. Dia jatuh terduduk di lantai."Aaaaaaa..." Tangisannya pecah.Hatinya terluka sangat dalam oleh pria yang ia telah percayai. Dan ingin ia serahkan seluruh masa depannya kepadanya. Se







