LOGINArga di seret keluar dari ruangan itu.
Melihat dirinya sudah aman Yeshi justru merasakan kakinya sangat lemas. Saat dia hampir pingsan Ethan langsung menahan tubuhnya. Wanita itu di arahkan untuk duduk di kursi. Nyonya Ayas segara memeluk putrinya. "Kakak pertama, sebenarnya apa yang terjadi?" Tuan Hazhi mencoba meluruskan masalah yang tidak mereka mengerti. Pintu ruangan di tutup rapat. Tidak mengizinkan orang luar masuk kedalam. Tuan Danu menceritakan semua masalah yang terjadi kepada adik sepupunya tanpa terlewat. "Bocah itu memang layak mati," ujar Tuan Hazhi menggertakkan giginya. Dia menatap kearah kakak sepupunya. "Tapi tidak mungkin juga kalian membiarkan Yeshi duduk di pelaminan seorang diri." "Sebentar lagi acara akan di mulai. Ibu juga tengah menyaksikan melalui kamera yang telah di pasang di aula utama. Jika pesta gagal kami takut keadaan Ibu menjadi semakin buruk." Tuan Danu menekan kepalanya. "Bukankah kakak juga masih lajang. Kenapa tidak dia saja yang menggantikan mempelai pria di pelaminan. Orang luar juga tidak akan sadar jika pengantin pria telah berganti orang," kata Ratan dengan santai sembari menyandarkan tubuhnya di tembok. Tatapan mematikan dari kakak pertamanya. Membuat Ratan langsung memutar pandangannya kearah lain. Ruangan itu menjadi hening. Di beberapa detik setelahnya Nyonya Aylin mendekati Yeshi. Dia meraih kedua tangan lembut wanita muda itu. Senyumannya terlihat penuh harapan. Setelahnya dia menatap kearah putranya. "Ibu tidak pernah mengharapkan apapun darimu sejak dulu. Tapi Erhan, bisakah kamu mengabulkan keinginan Ibu sekali ini saja?" Melihat tatapan sekilas itu dia sudah paham maksud Ibunya. Dia memberikan anggukan persetujuan. Sejak kecil dia sudah terbiasa hidup bebas. Memilih jalan hidup tanpa kekangan keluarganya karena perlindungan dari Ibunya. Dan kini dia tidak lagi bisa membantah ataupun melawan harapan dari Ibunya. Yeshi menatap binggung kearah paman kecilnya. Dia masih sangat lemas untuk mengatakan pendapatnya. Tuan Danu memandang kearah adik sepupu jauhnya. Tuan Hazhi memberikan anggukan persetujuan agar kakak sepupunya merasa tenang. "Terima kasih. Terima kasih banyak." Tuan Danu merangkul dan menepuk punggung adik sepupunya. Mengungkapkan rasa terima kasihnya. "Jangan khawatir semua akan baik-baik saja. Jika ada pihak keluarga terdekat yang bertanya. Setidaknya kita bisa memberikan jawaban yang sama." Tuan Hazhi berusaha menenangkan Tuan Danu. Nyonya Ayas bangkit. "Adik ipar." Dia juga memeluk adik ipar perempuannya. "Kakak ipar, kami adalah keluarga. Tentu harus saling membantu," ujar Nyonya Aylin. "Lagi pula aku juga selalu berharap bisa mendapatkan menantu perempuan seperti Yeshi." Kehangatan mulai terasa kembali di ruangan itu. Melihat kedua orangtuanya kembali tenang. Yeshi hanya bisa menekan perasaannya lebih dalam. Dia tidak bisa menolak pengaturan baru itu. Di mana paman kecilnya akan berpura-pura sebagai mempelai pria. Berjalan berdampingan di pelaminan tanpa prosesi mengikat janji suci. "Kami akan keluar. Ethan kamu juga harus bersiap," ujar Nyonya Aylin menatap putra pertamanya. Ethan mengangguk mengerti. Semua orang keluar dari ruangan itu. Membiarkan kedua mempelai mempersiapkan diri mereka. Ethan mengambil ponsel di saku celananya. Dia melakukan panggilan telepon. "Ambilkan aku jas putih di dalam mobil." "Jas yang ingin Bos berikan kepada Tuan muda Fan?" Tanya orang di panggilan telepon. "Ya. Aku harus memakainya." "Memakainya?" Panggilan telepon di akhiri. Bawahan pria itu segara membawa jas yang ada di mobil seperti yang di perintahkan. "Bos." Memberikan jas di tangannya. "Apa Tuan muda Fan ada di sini?" "Tidak." "Jadi ini?" "Ingin aku gunakan untuk menikah hari ini," jawab Ethan dengan santai. Bawahannya itu menatap diam dengan mulut terbuka lebar. "Keluar. Kamu membuat takut calon Istriku." Perkataan itu terdengar tanpa beban dari mulut Erhan. Membuat Yeshi menatap tanpa berkedip untuk beberapa detik. "Ohhh..." Bawahannya itu langsung keluar dari ruangan. Menatap diam untuk beberapa saat sebelum memberikan kabar kepada semua teman-temannya. "Kawan-kawan, hari ini bos besar menikah. Segera datang mengamankan tempat pernikahan." "Baik," sautan terdengar dari panggilan yang ia lakukan di beberapa sambungan telepon. Di dalam ruangan Yeshi masih menatap pria yang ada di hadapannya. "Apa kamu ingin melihatku berganti baju?" Erhan melihat kearah wanita di depannya. "Tidak." Yeshi segara membalikkan tubuhnya. Setelah beberapa saat Erhan sudah siap dengan setelan yang sama seperti gaun yang di kenakan Yeshi. "Kita harus segara pergi." "Oh." Yeshi bangkit. Gaun pengantin yang ia kenakan jatuh menjuntai kelantai. Di melangkah perlahan keluar dari ruangan itu. Erhan mengikuti dari belakang. Langkah Yeshi terhenti. "Ada apa?" Tanya Ethan. "Mereka siapa?" "Jangan takut. Mereka orangku." Pria itu berjalan lebih dulu. Dan Yeshi gantian mengikutinya dari belakang. Tepat di depan pintu masuk aura pernikahan. Yeshi menarik napasnya berulang kali. Rasa gugup tidak bisa ia sembunyikan di saat dia melihat paman kecilnya. Anehnya pria di sampingnya terlihat sangat tenang. "Paman kecil, apa kamu pernah menikah?" Erhan menatap wanita itu dengan kedua alis menyatu. "Tidak. Kenapa?" Yeshi menyeringai tipis. "Untuk orang yang belum pernah menikah. Paman terlihat sangat tenang," ujarnya sesekali melirik kearah pria di sampingnya. Belum sempat Erhan mengutarakan isi hatinya. Pintu aula pernikahan sudah di buka. Erhan mengulurkan tangannya. Sehingga Yeshi bisa meraihnya dan menggenggamnya. Mereka berdua berjalan bersama menuju pelaminan. Semua tamu undangan bangkit lalu bertepuk tangan. Bawahan Erhan yang berjumlah puluhan orang ikut masuk kedalam ruangan. Mereka berdiri di sepanjang jalur belakang. Dan sebagian lainnya berada di luar aula menjaga situasi agar tetap kondusif. Tanpa Yeshi sadari, ia menggenggam kuat tangan pria di sampingnya. Detak jantungnya terus terpacu di saat dirinya mengingat kembali kenanga masa kecilnya. Gadis kecil dengan kepolosannya selalu merangkul lengan paman kecilnya. Jarak umur mereka terpaut tujuh tahun. Dan Yeshi selalu merengek agar paman kecilnya itu menikahi dirinya. Setiap mendengar permintaan konyol itu. Erhan hanya tersenyum sembari mengacak lembut rambut gadis kecil itu. Ikatan rambut kepang kuda menjadi tidak menentu karena sentuhan pemuda yang baru beranjak dewasa. Namun tetap saja, pada akhirnya jawaban yang sama selalu di berikan. "Baik. Aku akan menikahimu saat kamu sudah dewasa." Setiap mendengar jawaban itu Yeshi kecil akan tersenyum bahagia. Berlarian dengan sangat girang. Dan kini setelah dua puluh tahun lamanya. Ucapan itu menjadi kenyataan. Dia berjalan berdampingan di pelaminan bersama paman kecilnya. Pria yang selalu memberikan jawaban yang sama. Untuk permintaan konyolnya. Di hadapan semua tamu undangan. Yeshi dan Ethan saling berpandangan. Mengikat janji suci yang seharusnya tidak pernah di lakukan. Karena kelalaian pihak Wedding organizer. Mereka berdua terpaksa melakukan prosesi pernikahan secara resmi. "Cium..." "Ciummm..." Teriakan tamu undangan terdengar menggema di ruangan aula pernikahan. Yeshi diam menunggu pergerakan dari Paman kecilnya. Namun pria itu hanya menatap dengan kedua alis menyatu. "Lagi pula kita sudah resmi menikah." Yeshi berjalan mendekat. Dia mencium bibir lembut paman kecilnya. Seketika bibir Erhan menghangat. Bahkan hampir terasa panas. "Ahahhhha..." "Mempelai wanita lebih agresif." "Benar-benar tidak terduga." Tawa terdengar memenuhi ruangan itu. Yeshi menarik wajahnya dengan kedua pipi memerah. Dia menekan rasa malunya. Tapi belum sempat wanita itu menjauhkan tubuhnya. Erhan menarik lehernya lalu mencium bibir manisnya. Teriakan antusias semua orang semakin tidak terkendali. Ratan bahkan mematung melihat kakak pertamanya yang juga menikmati pernikahan dadakannya.Di dalam mobil yang melaju kencang Wanita itu hanya bisa diam dengan tubuh bergetar. Dalam hatinya hanya berharap Paman kecilnya segara datang membantu dirinya lepas dari genggaman pria itu."Aaaa..." Pria yang tengah memegang kendali mobil kehilangan kendali. Tangan kirinya menekan kepalanya. "Data, data, data..."Dia terus mengulangi kata yang sama sepanjang perjalanan.Di menit berikutnya pria itu memperhatikan wanita di sampingnya. "Kamu harus menyimpan datanya. Jangan sampai ada orang yang mengetahui keberadaan data itu."Yeshi memperhatikan dengan air mata yang terus mengalir."Aku tidak akan membunuhmu. Hanya kamu satu-satunya orang yang dapat menerima data itu." Kedua mata itu sangat menakutkan. "Cari benda tajam." Suara-suara aneh terus saja berdatangan tanpa henti. Membuat isi kepala pria itu terasa hampir meledak. "Cepat."Dengan tangan yang masih terikat. Yeshi mencari benda tajam yang bisa dia berikan kepada pria itu. Dia menemukan cutter kecil di samping tempat duduknya.
Saat malam hari kediaman itu menjadi sangat sunyi. Hanya suara hewan malam yang terdengar saling bersautan.Tokk...Suara ketukan pintu terdengar.Yeshi bangkit dari atas tempat tidur meletakkan laptop yang ada di pangkuannya. "Tunggu sebentar." Dia berjalan menuju pintu. Saat dia membuka pintu itu Pak Tua Zack sudah berdiri di hadapannya."Nyonya muda, makan malam sudah siap."Yeshi keluar dengan baju casual.Di meja makan dua puluh lauk berbeda ada di atasnya."Paman Zack, apa Paman kecil sudah pulang?" Tanya Yeshi."Tuan muda masih ada banyak pekerjaan di luar. Mungkin malam ini tidak bisa kembali," ujar Pak tua Zack."Lalu, semua makanan ini?" Menatap semua makanan yang ada di depannya."Untuk anda."Jawaban sederhana dari Pak tua Zack membuat wanita itu menelan ludah kecut di tenggorokannya. Pandangan matanya teralihkan menuju pria tua di samping meja. "Paman Zack, aku tidak mungkin menghabiskan semua ini.""Tidak masalah. Nyonya bisa mengambil secukupnya," saut pria tua itu."La
Pesta pernikahan berakhir di jam dua belas siang. Semua tamu undangan juga telah meninggalkan gedung pernikahan. Hanya keluarga dari kedua mempelai yang masih berbincang di dalam gedung pernikahan.Sedangkan kedua mempelai telah berada di dalam ruangan penata rias.Di dalam ruang mereka hanya diam. Hingga Erhan memulai pembicaraan lebih dulu. "Untuk sementara kamu bisa tinggal di apartemenku. Nanti aku akan minta seseorang membeli rumah pernikahan." Mengambil satu batang rokok. Tapi tidak menyalakannya hanya di putar berulang kali di antara jari-jari tangan."Tidak perlu. Aku tahu paman kecil menyetujui pernikahan ini karena paksaan keluarga." Menatap kearah pria di ujung ruangan bagian kanan. "Besok aku akan menyiapkan surat perceraian untuk mengakhiri pernikahan ini." Yeshi menatap dengan perasaan tidak enak.Mendengar itu Erhan langsung menatap kearah wanita berbalutkan gaun pengantin. "Tunggu sampai semua tenang. Jika kita langsung bercerai Ibu pasti akan membunuhku."Pemantik ele
Arga di seret keluar dari ruangan itu.Melihat dirinya sudah aman Yeshi justru merasakan kakinya sangat lemas. Saat dia hampir pingsan Ethan langsung menahan tubuhnya. Wanita itu di arahkan untuk duduk di kursi.Nyonya Ayas segara memeluk putrinya."Kakak pertama, sebenarnya apa yang terjadi?" Tuan Hazhi mencoba meluruskan masalah yang tidak mereka mengerti.Pintu ruangan di tutup rapat. Tidak mengizinkan orang luar masuk kedalam.Tuan Danu menceritakan semua masalah yang terjadi kepada adik sepupunya tanpa terlewat."Bocah itu memang layak mati," ujar Tuan Hazhi menggertakkan giginya. Dia menatap kearah kakak sepupunya. "Tapi tidak mungkin juga kalian membiarkan Yeshi duduk di pelaminan seorang diri.""Sebentar lagi acara akan di mulai. Ibu juga tengah menyaksikan melalui kamera yang telah di pasang di aula utama. Jika pesta gagal kami takut keadaan Ibu menjadi semakin buruk." Tuan Danu menekan kepalanya."Bukankah kakak juga masih lajang. Kenapa tidak dia saja yang menggantikan memp
Pernikahan yang seharusnya di langsungkan dua minggu lagi. Kini Yeshi harus melakukan pengaturan ulang. Memberikan biaya tambahan kepada Wedding organizer (WO). Yaitu penyedia jasa profesional yang membantu calon pengantin dalam merencanakan, mengatur, dan melaksanakan acara pernikahan.Karena pihak Wedding organizer juga hanya memiliki waktu kosong di tanggal dua belas. Tiga hari dari waktu pemberitahuan. Yeshi dan kedua orangtuanya tetep menyetujui pengaturan itu. Di hari itu juga mereka semua langsung menyebarkan undangan yang telah disimpan. Mereka melakukannya seperti pengaturan awal. Agar Nenek Anin tidak curiga.Acara mendadak itu tentu saja membuat semua orang merasa bingung. Namun juga ikut senang karena pernikahan di segerakan.Hari-H pernikahan.Di salah satu ruang rias khusus untuk kedua mempelai yang ada di gedung pernikahan. Yeshi menatap diam di depan cermin cukup besar. Dia menarik napas berulang kali. Mencoba mengatur emosi dan perasaannya. Senyuman indah yang coba ia
Yeshi meraih botol kaca yang ada di dekatnya.Pranggg...Botol di hantamkan kuat kearah kepala Arga."Arhhh..." Pria itu menekan rasa sakit di kepalanya. Seketika dia melepaskan cengkeraman tangannya.Darah mengalir dari bekas hantaman."Pergi..." Ujung lancip pecahan botol di tekan di lehernya. "Lebih baik aku mati. Dari pada harus menyerahkan kesucianku kepadamu." Tangannya bergetar. Tangis tidak lagi dapat di tahan. Rasa takut telah menyelimutinya. "Pergi, atau kita mati bersama..." Yeshi berteriak lebih kuat.Arga terus menekan kepalanya. Darah terus mengalir dari celah jari jemarinya. "Shishi, aku sangat mencintaimu. Tidak akan aku biarkan kamu lepas begitu saja." Dia berjalan pergi dari rumah itu.Yeshi berlari menuju kepintu. Dengan tangan bergetar dia segara mengganti sandi akses masuk kerumahnya. Dia jatuh terduduk di lantai."Aaaaaaa..." Tangisannya pecah.Hatinya terluka sangat dalam oleh pria yang ia telah percayai. Dan ingin ia serahkan seluruh masa depannya kepadanya. Se







