Sean akhirnya pergi ke Bar, cukup jauh dari resort tempatnya menginap.
Sekitar satu jam perjalanan dengan kecepatan maksimum. Sean meminta driver yang disewanya untuk ikut turun menemani tapi pria itu menolak, akhirnya Sean masuk sendirian. Kalau bukan karena Daisy sedang mengandung—ia akan memaksa Max menghabiskan malam bersamanya di Bar dan karena Max tidak bisa ikut, Keith jadi ikut-ikutan tidak mau ikut. "Dasar pria-pria budak cinta." Sean mengumpati kedua kakaknya. Biasanya Mommy Jeniffer bersedia menemaninya tapi beliau sudah tidur semenjak matahari terbenam. Tapi tidak lucu bila ia pergi ke Bar untuk mencari wanita ditemani Mommy. Sean masuk ke dalam Bar yang direkomendasikan petugas resort dan ternyata cukup bagus. Bukan Bar biasa melainkan Bar khusus orang-orang berkantung tebal. Matanya mengedar ke penjuru Bar dan harus mendapati kekecewaan karena kebanyakan pengunjung adalah warga Negara Asing sama seperti dirinya. Sean baru menyadari kalau ia salah masuk Bar. Bartender bertanya minuman apa yang diinginkan Sean saat pria itu duduk di depannya. Sean menyebutkan minuman favoritenya, berkadar alkohol rendah agar tetap waras ketika bertemu seorang gadis nanti. Bartender menggeser gelas berisi minuman pesanan Sean. Pria itu mengangkat gelas dari atas meja lalu mengubah posisi duduknya. Dan di saat ia bergerak memutar sedikit badan untuk menyaksikan live music—seseorang menyenggol tangannya sehingga minuman di dalam gelas tumpah mengenai pakaian orang itu. Atau lebih tepatnya seorang gadis. "Ouch!" Sang gadis berseru setengah histeris. Sean merasa tidak salah karena bukan dirinya yang menabrak gadis itu, jadi diam saja ketika sang gadis mengusap-ngusap bagian lengannya yang ketumpahan minuman. Gadis itu mendongak menatap nyalang karena tidak mendengar satu patah kata pun dari orang yang membuat pakaiannya basah dan kotor. Dan ketika mata Sean bertemu dengan mata yang memiliki bulu mata lentik nan lebat milik sang gadis—keduanya tertegun. "Kamu?" Princes bergumam raut wajahnya tampak terkejut. "Wah, Beneran jodoh kayanya." Princes membatin. Sean tertawa membuat kadan ketampanan pria itu meningkat. "Sepertinya kita harus berhenti bertemu dengan cara seperti ini." Sean berujar di sela tawanya. "Kenapa sih, aku tuh sial terus kalau ketemu kamu." Princes menggerutu sambil mengusap lengan bajunya yang kotor. "Hey, bukan salahku ... kamu yang menabrakku ... aku sedang duduk, lihat!" Sean menunjuk kursinya. Memang benar tapi entah kenapa Princes tetap saja kesal tapi juga ... bahagia. "Untuk itu, aku tidak akan menggantinya karena bukan kesalahanku." Sean mengendik pada bagian lengan Princes yang basah juga kotor membuat Princes merotasi bola matanya. "Kamu, sedang apa di sini?" Sean bertanya basa-basi. Ia berharap Princes bersama teman-temannya yang cantik yang bisa ia kencani. "Princes?" Suara lembut seorang wanita membuat Sean juga Princes menoleh. Sekarang Sean tahu kalau gadis minuman itu bernama Princes. "Kak Aya ... baju aku ketumpahan minuman dia." Princes mengadu sambil mengarahkan telunjuk pada Sean. Sean menggerakan kedua tangan di depan dada, kepalanya menggeleng cepat. "Dia yang menyenggolku." Sean membela diri. "Dia siapa? Kamu kenal dia?" Kanaya Shaqeenarava Gunadhya-kakak sepupu Princes, bertanya sambil mengendikan dagu pada Sean. "Aku Sean ... Sean Maverick." Sean langsung memperkenalkan diri. Kanaya menatap tangan Sean yang menggantung di udara kemudian mengembalikan tatap pada wajah Sean. "Kamu kenal dia?" Kanaya bertanya pada Princes namun matanya menyorot Sean dingin membuat pria itu nyaris membeku. "Dian klien Papa di New York." "Oh ...." Kanaya hanya menggumam sementara tangan Sean masih menggantung di udara. Kanaya memanggil bartender untuk memesan minuman menghiraukan Sean yang kini sudah menurunkan tangannya. "Aku bersihin dulu baju aku ya, Kak." Kanaya mengangguk samar lalu duduk di stool tepat di samping Sean menunggu bartender meracik minuman pesanannya. Sean tidak ambil hati dengan sikap Kanaya tapi justru penasaran karena hanya dia perempuan di dunia ini yang mengabaikannya. "Aku tadi sudah menyebutkan namaku ... kamu belum." Sean memutar kursi sehingga tubuhnya menghadap Kanaya. "Kanaya." Kanaya hanya menggumam dengan ekspresi datar dan matanya menatap lurus ke depan pada bartender sementara Sean memperhatikannya dari samping. Harga diri Sean sebagai pria lajang, tampan, dan mapan pun hancur lebur oleh sikap dingin Kanaya. Tapi rasa penasaran terus berteriak di benak Sean memaksanya untuk menaklukan Kanaya terlebih gadis itu memiliki wajah asli Indonesia. "Ka-na-ya ... nama yang bagus." Sean memuji tapi mana mempan bagi Kanaya yang pembawaannya memang dingin. Bartender menggeser gelas ke depan Kanaya yang langsung Kanaya raih lalu turun dari stool. Kanaya melengos begitu saya tanpa basa-basi kepada Sean. "Ya Tuhaaaan, dianggap aku kecoa apa? Dia mengabaikanku." Sean mengumpat di dalam hati. Tidak lama Princes keluar dari toilet dan untuk tiba di mejanya, ia harus melewati Sean kembali. Dari jauh Sean sudah melihat Princes, mata mereka bertemu seiring langkahnya yang semakin mendekati Sean tapi berulang kali Princes mengalihkan tatapan. "Sini ... duduk." Sean menahan tangan Princes lalu menepuk stool dengan tangan yang lain Princes menurut, ia duduk tanpa drama penolakan. "Apa?" kata Princes, duduknya menyerong, setengah menghadap Sean. "Udah dibersihin?" Sean mencubit lengan baju Princes, mengamatinya. "Udah ... masih keliatan enggak?" Princes melunak. Merujuk pada ucapan sompralnya di lift setelah pertemuan kedua mereka—Princes pernah mengatakan jika mereka bertemu kembali dengan cara yang sama yaitu ketumpahan minuman berarti Sean adalah jodohnya—ya tapi tidak secepat ini juga. Masa jarak pertemuan kedua dan ketiga hanya terpaut dua hari? Princes juga masih kuliah belum mau menikah, setidaknya itu yang sedang Princes pikirkan sekarang. "Enggak ... udah bersih." Sean menjawab santai. Pria itu kemudian mengalihkan tatap pada Princes. "Perempuan tadi ... siapa?" Sean melancarkan aksi pendekatan pertamanya pada Kanaya melalui Princes. "Kakak sepupu ... kita lagi liburan di sini." Sean menganggukan kepala. "Kamu mau minum? Pesan minuman, aku yang bayar." "Udah tadi ... kamu ke sini sendirian?" Sean menunjukkan wajah nelangsa sambil menganggukan kepala. "Kedua kakakku lagi bucin sama istrinya yang sedang hamil." Princes tertawa pelan, ia menoleh ke belakang melihat situasi di mejanya. "Kamu mau gabung sama kakak sepupu aku?" Dengan polosnya Princes menawarkan, yang mungkin akan ia sesali di kemudian hari. "Apa boleh?" Sean pura-pura ragu. "Emm ... kayanya sih, boleh ... ayo."Mansion milik keluarga Alterio yang terletak di Florida-Negara bagian Amerika Serikat tidak pernah seramai sekarang.Itu terjadi karena liburan musim panas tahun ini, keluarga Alterio dan keluarga Gunadhya kompak melakukan liburan bersama.Bisa dibayangkan bila The Gunadhya yang banyak itu berkumpul ditambah keluarga Alterio yang juga merupakan keluarga besar maka sudah bisa dipastikan Mansion dengan dua puluh kamar tersebut nyaris tidak dapat menampung mereka.Beberapa lajang harus tidur di ruang televisi atau perpustakaan yang di sulap menjadi kamar yang nyaman.Tapi keseruan bisa berkumpul bersama belum tentu bisa terulang lagi.Tahun ini banyak sekali kelahiran baik di keluarga Alterio maupun Gunadhya, jadi tangis bayi menggema hampir di seluruh ruangan."Ryleeeey!" Kanaya berseru memanggil suaminya yang entah ada di mana.Dia kelelahan mencari ayah dari Arthur itu di Mansion yang luas ini sambil menggendong sang putra yang tidak berhenti menangis."Liat Ryley enggak, Bang?" Kanay
Chapter 59 – BABY BOY "Hai," suara serak Ryley menjadi yang pertama kali Kanaya dengar begitu dia tersadar."Ry ... ley," panggil Kanaya parau."Yes babe." Ryley menggenggam tangan Kanaya erat.Kanaya mengernyit ketika perih terasa di kulit bagian perut.Dia pun melihat ke sana kemudian refleks memegang perutnya."Bayi kita ... mana bayi kita," kata Kanaya di antara tubuhnya yang lemah."Dia sedang di ruangan bayi ... kamu berhasil mengeluarkannya." "Benarkah?" Kanaya tampak tidak percaya.Ryley mengecup kening Kanaya, membungkukan tubuhnya lebih dalam untuk memeluk Kanaya."Aku pikir aku akan kehilanganmu, aku takut sekali." Ryley berbisik lirih.Kanaya malah terkekeh tapi tak ayal membalaskan pelukan suaminya."Apa benar anak kita laki-laki seperti hasil USG terakhir?" Kanaya hanya memastikan.Ryley mengurai pelukan setelah sebelumnya mengecup kening Kanaya.Dia pergi menjauh menuju pantri mengambil air minum untuk Kanaya."Aku tidak tahu, aku belum melihatnya." Ryley menyahut sei
Karena takut kehilangan Princes lagi, Sean melengkapi setiap sudut rumahnya dengan CCTV.Dari kantor dia bisa melihat apa saja yang dilakukan Princes seharian.Dan itu kenapa juga dia selalu bisa menemukan Princes setiap pulang kerja tanpa perlu berteriak memanggilnya.Meski sibuk, Sean tidak pernah lupa untuk mengecek kondisi Princes dan bayi perempuan mereka yang diberi nama Brielle Taleigha Maverick melalui CCTV.Sean menyesal kalau hari ini dia harus lembur sehingga tiba di rumah saat malam sudah larut.Dia langsung menuju kamar utama, Sean melihat istrinya dan putri mereka sudah terlelap dengan posisi sama yang ia lihat sebelum pulang melalui aplikasi ponsel yang tersambung ke kamera CCTV kamar.Bergegas Sean pergi ke kamar mandi untuk membersihkan tubuh dan mengganti pakaian.Brielle atau Elle nama kecil panggilan kedua orangtuanya—tengah terlelap begitu pulas di samping Princes.Sean menarik selimut untuk membalut tubuh sang istri yang seharian ini sudah bekerja keras merawat p
Hampir seminggu Kanaya tidak bicara dengan suaminya semenjak malam pesta pernikahan mereka, setiap kali Ryley bertanya—Kanaya tidak pernah menjawab.Dia akan menunjukkan wajah masam dan sering melempar-lempar barang untuk menunjukkan kekesalannya.Ryley harus menerima sikap Kanaya dengan lapang dada karena dia telah membuat singa betina marah.Meskipun berulang kali Ryley minta maaf dan menjelaskan alasannya bersikap kasar malam itu namun tidak ada ampun bagi Kanaya.Dia akan berprilaku seperti ini sampai suasana hatinya membaik.Bisa satu bulan, satu tahun atau mungkin sepuluh tahun.Walau mendiamkan Ryley, Kanaya tetap berbelanja menggunakan kartu kredit unlimited milik pria itu.Kanaya menghabiskan banyak uang suaminya untuk membeli pakaian, sepatu, tas, accesories, makeup sampai perhiasan.Dia berdalih kalau itu semua untuk membeli sakit hati yang ditorehkan sang suami padanya.Ryley tidak mempermasalahkan, dia senang-senang saja Kanaya menghabiskan uangnya.Dia beranggapan kalau
Di pesta pernikahan yang digelar sangat mewah dan meriah di kota New Yor, Kanaya mengundang teman-temannya yang beberapa bulan lalu sempat dia jauhi.Atau lebih tepatnya dia yang mengucilkan diri dari circle anak Crazy Rich New York.Pasalnya menikah dan langsung memiliki anak tidak pernah terlintas dalam benak Kanaya apalagi menjadi rencananya.Lalu bagaimana nanti tanggapan para pria teman bercintanya di masa lalu bila mengetahui hal ini?Mereka tidak pernah diberikan kesempatan oleh Kanaya untuk menjalin hubungan asmara karena Kanaya selalu berdalih kalau dia tidak percaya akan cinta.Beruntung Kanaya menikahi seorang Konglomerat, level Ryley sangat jauh di atas para pria teman bercintanya Kanaya yang dulu.Jadi mungkin opini mereka tentang Kanaya tidak akan terlalu buruk.Mereka pasti beranggapan bahwa jelas saja Kanaya mengubah prinsipnya karena dipinang oleh Konglomerat Negri ini.Dan hal itu menjadi alasan kenapa Kanaya kembali menjalin hubungan dengan para sahabatnya.Kanaya b
"Kamu saja yang datang ... ah, tidak ... aku saja ...." Kanaya berulang kali mengatakan hal tersebut sambil mondar-mandir di kamarnya yang luas.Ryley sudah terbiasa melihat pemandangan ini jadi dia hanya bisa meluruskan kakinya di sofa kemudian bersandar nyaman dengan kedua tangan di lipat di belakang kepala. "Ryley!" seru Kanaya menghentikan langkah."Yes Babe." Ryley menegakan punggung juga menurunkan kakinya."Bantu aku memikirkan apakah aku atau kamu yang datang ke Baby shower anaknya Princes? Atau kita tidak perlu datang saja sekalian?" Kanaya menghentakan kakinya kemudian duduk menyamping di atas pangkuan Ryley.Kedua tangannya melingkar di leher Ryley namun sayangnya wajah cantik itu terus memberengut. "Bagaimana kalau kita berdua datang ... kamu dan Princes adalah sepupu, kita sudah mendapat kebahagiaan kita sendiri ... kamu tidak perlu cemburu lagi dengan Princes dan aku juga tidak akan mengungkit masa lalu kamu dengan Sean."Tentu saja Ryley bisa dengan mudah mengatakan