Hari kedua di dunia ini kulalui dengan begitu buruk. Seharian aku terkurung di dalam kamar karena pintu dikunci dari luar. Tampaknya kedua pemuda kemarin bersungguh-sungguh saat bilang akan mengurungku di dalam sini.
Aku merasa bosan dan merasa sangat lapar, sedang tak ada satupun makanan yang bisa kusantap. Astaga inikah kehidupan baruku? Jika aku terus tinggal di sini, aku akan terus menderita. Patih Lohgender tidak menganggapku sebagai putrinya hingga membuat posisiku di rumah ini tidak stabil. Tidak ada pelayan yang sudi dekat dengan seseorang yang dibenci tuannya, intinya di rumah ini, tidak ada yang perduli dengan nasibku. Astaga aku lapar sekali, haruskah aku melompat keluar dari jendela untuk mencari makanan? Tapi bagaimana jika aku tertangkap dan semakin dianiaya? Tok.tok.tok.... Jendela kamarku diketuk dari luar. segera aku membukanya berharap sesuatu yang bagus akan terjadi. Kulihat pria itu berdiri di depan jendela sambil membawakan satu ikat rambutan. "Kau pasti belum makan. Ini makanlah, walau tidak banyak ini bisa mengganjal perutmu!" ujar Damar Wulan antusias. Sebenarnya aku masih kesal dengan pria ini karena wajahnya yang begitu mirip dengan Brian! Tapi harus kuakui aku memang begitu lapar. Mau tidak mau aku meraih buah itu dari tangannya dengan dingin. Pria ini adalah orang yang menghancurkan hidupku, baik di masa lalu maupun di masa depan. Pria ini berbahaya, jadi sebaiknya aku menjaga jarak darinya. "Terimakasih!" ujarku lirih lalu kembali menutup jendela. Aku kesal sekali dengan pria itu, dasar Playboy! Tidak di jaman modern ataupun majapahit dia tetap menjelma menjadi laki-laki bajingan. Aku mulai menggigit kulit rambutan dan memakannya satu persatu. Apa yang harus kulakukan agar bisa bahagia? Karena secara teknis ini juga kehidupanku. Tapi satu hal yang kuketahui dengan pasti, aku tidak bisa tinggal di tempat ini. Karena tempat ini adalah neraka bagiku. Ayah dan dua saudara yang begitu membenciku membuat masa depanku di rumah ini begitu suram. Andai saja ada g****e map, aku pasti bisa pergi dari sini tanpa hambatan. "G****e map!" aku bangkit dengan antusias. Segera aku membuka kotak make up dan mencari ponsel yang sebelumnya ku taruh di dalamnya. "Aha!" seruku saat aku berhasil menemukan ponsel itu diantara alat-alat videografi. Baterai menunjukkan angka enam puluh persen, tapi tak apa, aku memiliki dua buah powerbank super yang akan menjadi genset superku. tapi ada baiknya aku meminimalisir penggunaannya agar dapat bertahan selama mungkin. Kucoba untuk menjalankan ponselku dan benar saja, tidak ada sinyal yang tertangkap. Benda ini tidak berguna, tapi setidaknya aku dapat memanfaatkan benda ini untuk dipamerkan pada mereka yang masih asing dengan benda elektronik. Dengan benda sederhana ini, aku bisa menjelma menjadi tuhan. Sebaiknya aku memanfaatkan alat-alat modern yang kubawa dengan baik. Aku mengeluarkan satu persatu peralatan modern yang biasanya kugunakan. Aku punya sebuah senter kepala yang kusiapkan karena lokasi syuting yang berada jauh di desa, ada ring light untuk membuat video reels, ada tripod serta sebuah kamera kecil untuk memotret hasil make up, juga korek api milik Brian. Kenapa aku menyimpan benda ini? Korek api itu memiliki inisial namaku di atasnya. Dia sangat menjaga benda ini dahulu, namun ia mulai bosan dan meninggalkannya setelah beberapa waktu. Jadi aku mengambilnya dan menyimpannya. Yah setidaknya ini mungkin adalah benda yang paling berharga di dunia ini. Di dunia dimana api menjadi hal yang sulit dibuat, korek adalah harta yang berharga. Mungkin aku bisa menukar benda-benda ini dengan uang agar aku bisa hidup bahagia di tempat lain. Aku harus menjualnya dengan harga mahal, jadi aku harus menjualnya pada para bangsawan atau mungkin pada kanjeng Ratu. Jadi aku harus meyakinkan mereka atas ajaibnya benda yang kumiliki ini. Benda-benda ini sangat berharga, jadi aku harus menyimpannya dengan baik. Aku kembali meletakkan benda-benda itu ke dalam kotak make up dan menguncinya dengan sandi lalu menyembunyikan benda itu di bawah ranjang. Baru saja aku selesai menyimpan harta karun itu saat pintu kamarku tiba-tiba terbuka. Itu adalah kedua saudaraku yang menyebalkan. Mereka masuk tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu apa ada yang lebih menyebalkan dari ini. "Hei bodoh! Apa kau ingat perhelatan apa yang akan diadakan di istana nanti malam?" tanya layang Seto tengil. Aku tidak tahu perhelatan apa yang dia maksud, jadi aku memilih untuk diam. "Sudah kubilang dia tidak akan ingat, dia kan bodoh. Kau lihat!? aku memenangkan taruhan ini!" timpal Kumitir senang. "Anjasmara! Apa kau benar-benar sebodoh itu? Hal begini saja tidak ingat!" ujar Seto kesal. Berkat secuil ingatan yang diberikan Anjasmara padaku, aku dapat membedakan bocah kembar ini. Layang seto sedikit lebih tegap dari kumitir, di wajahnya juga terdapat tahi lalat kecil yang tidak dimiliki Kumitir. rambut kumitir juga lebih lurus dibandingkan dengan kakaknya. "Malam ini adalah hari ulang tahun Kanjeng Ratu, kau harus hadir dengan membawa hadiah! Hadiah apa yang telah kau siapkan saudariku?" tanya Kumitir sambil duduk di ranjangku. "Jika itu ulang tahun kanjeng Ratu, maka itu juga hari ulang tahunku bukan?" tanyaku polos. "Memang benar, tapi ulang tahunmu tidak cukup penting untuk dirayakan! Siapa orang yang cukup bodoh untuk merayakan hari ulang tahunmu?" sahut Kumitir lagi. "Sudahlah! Pergilah ke pasar dan belilah sesuatu untuk dipersembahkan pada Kanjeng ratu!" ujar Seto sambil melempar sekantung uang padaku. Mereka berdua pergi setelah memberikan uang itu. Aneh sekali ini tidak seperti mereka! Kenapa mereka berbaik hati kepadaku? Kalau begitu ini adalah kesempatan langka! Aku akan pergi ke pasar dan mencari tahu harga-harga barang saat ini. Dengan begitu, aku akan mengetahui harga yang pantas kusematkan pada Harta karunku yang berharga. Setelah aku mendapatkan banyak uang, aku akan pergi jauh dari rumah toxic ini! Aku segera bersiap pergi. Bagaimana caranya mandi di zaman ini? Di dalam kamarku tidak ada kamar mandi, jadi apa yang harus kulakuakan? Disaat aku kebigungan dengan hal apa yang harus aku lakukan, seorang dayang melintas dihadapanku. "Hei kau kemarilah! Aku ingin mandi, bisa bantu aku?" ujarku padanya. Pelayan itu tampak bingung dan menunjukkan wajah tidak suka. "Maaf ndoro, tapi saya ada pekerjaan!" ujarnya menolak permintaanku. Tampak sekali ia tengah menyepelekanku yang merupakan tuan rumah. Begitu hinanya Anjasmara di rumah ini, sampai pelayan pun tidak menghormatinya, pikirku dalam hati. "Hei kau! Bantu ndoro ayu, dia bilang dia ingin mandi!" ujar pelayan itu pada dayang lain yang pangkatnya lebih rendah. Seorang gadis yang tadi dipanggilnya mendekat ke arah kami. Anak itu masih sangat muda, berapa umurnya, bagaimana dia bisa bekerja di rumah Patih? Pakaiannya yang tidak sebagus Dayang lain meyakinkanku dengan keadaan ekonominya yang sulit. "Mari saya bantu ndoro!" ujarnya sopan lalu berjalan masuk ke kamar. Ia mengambil bebebrapa potong pakaian dan kembali berdiri di hadapanku. "Sebelah sini ndoro, mari ikuti saya" ujarnya dengan sangat sopan. Diantara semua orang yang menyepelekanku di rumah ini, hanya dia yang bersikap sopan padaku. Sepertinya aku mulai menyukai gadis kecil ini. Dengan langkah kecilnya, dia membawaku berjalan keluar ke sebuah kolam kecil di bagian belakang rumah. "Aku mandi di sini?" ucapku tidak percaya. "Nggih ndoro ayu, ini adalah sendang yang biasa ndoro dan ibu Ndoro gunakan, apa ada yang salah ndoro?" tanyanya dengan ekspresi bingung. "Tidak. Tolong bantu aku mandi!" ujarku lagi. Gadis itu menurutiku dengan patuh. ia membantuku melepas pakaian dan mulai membasahi kulitku dengan air bunga yang tadi dibawanya. "Siapa namamu?" tanyaku padanya. "Nama saya Tiwi, ndoro ayu" "Berapa usiamu?" tanyaku lagi padanya. "Usia saya empat belas tahun, ndoro!" "Kau masih muda sekali, kenapa kau bisa berada di kediaman ini?" tanyaku lagi. Gadis itu terdiam sejenak kemudian menjawab dengan lirih. "Ayah saya mengirim saya kemari karena ia berhutang banyak pada patih" Aku terdiam. Saat itulah aku menyadari bahwa masih ada orang yang nasibnya jauh lebih buruk di banding aku. Aku mulai berhenti mengeluh dan mulai memandang semuanya dari sisi baiknya. Aku berkesempatan untuk menjalani sebuah keajaiban takdir dan akan mengubah masa laluku. Aku begitu penasaran masa depan seperti apa yang akan kuhadapi ke depannya? Apakah akan lebih baik ataukah sebaliknya? Setelah mandi, aku kembali ke kamar dan mulai berdandan. Dengan kemampuan dan perlengkapan make up yang sangat lengkap, tidak akan ada yang bisa menandingi kecantikanku! Aku akan dikagumi dan dipuja, semua orang akan mengingatku sebagai bunga terindah di seluruh negeri, dan aku yakin itu akan menguntungkanku serta membawa peruntungan baik. "Aku ingin kau menemaniku berbelanja! Kita akan membeli hadiah untuk Kanjeng Ratu. Sekalian beli pakaian baru untukmu!" ujarku antusias. Aku pergi ke pasar dengan kereta kuda yang sama seperti yang kukenakan terakhir kali. Pasar ini tampak lebih ramai dari yang terakhir kulihat. terlebih sekarang keadaan lebih terang sehingga aku dapat melihat semuanya dengan jelas. "Tiwi, apa yang bisa aku beli dengan uang ini?" tanyaku pada gadis itu sambil menunjukkan kantung uang yang diberikan Seto kepadaku. Gadis itu membuka kantung itu dan mulai menghitung. Ia terus mengulanginya hingga beberapa kali. Tampak wajahnya begitu bingung dan ragu-ragu menjawab. "Ndoro, maaf, tapi dengan uang ini, ndoro haya bisa mendapatkan dua mangkuk soto!" jawabnya dengan wajah takut. "Benarkah? Tapi uang itu bukankah cukup banyak? Layang Seto yang memberikannya padaku! Apa kau yakin?" tanyaku tak percaya. "Saya yakin Ndoro! ini adalah uang lama yang sudah lama tidak dipergunakan lagi, tapi beberapa toko masih menginginkannya. Untuk bisa membeli sesuatu kita harus menukarnya dulu di gerai uang di sana!" jawabnya lagi sambil menunduk takut. "Layang Seto Sialan!""Kanjeng Ratu!" teriakku terkejut. "Tenang saja Anjasmara, ini tidak akan sakit" ujarnya sambil menyeringai. Dia terus melangkah ke arahku dengan bongkahan besi panas di tangannya. "Tolong bijaklah Kanjeng Ratu! Saya adalah putri dari Patih anda!" aku berusaha menyadarkannya. "Patih Lohgender tidak menyayangimu, jelas sekali aku melihat perbedaan perlakuannya terhadap kau dan dua saudara laki-lakimu! Dia pasti tidak keberatan dengan ini. Terlebih ini adalah keinginanku. kau tau? Patih selalu memberikan apa pun yang kumau!" ujarnya tenang. tidak diragukan lagi, ucapannya memang benar adanya. Patih Lohgender selalu melihat Kanjeng Ratu sebagai putrinya, jadi ia selalu menjunjungnya dan memanjakannya. Astaga aku memang sempat berpikir ini akan buruk, tapi tak pernah kusangka jika akan seburuk ini. "Dayang! Ambilkan besi panas dari dapur!" titahnya yakin. Para Dayang memang tampak ragu, tapi mereka tetap menuruti permintaan gila dari Ratu mereka. Habislah riwayatku, di dunia tanpa
Bisnis penjualan batu ajaib sukses besar. Meski terdengar agak klenik, namun fenomena ini lebih tepat disebut dengan fomo. Berkat dua orang salesman yang berbakat, aku meraup banyak keuntungan. Yah meski para salesman itu juga meminta beberapa bongkah batu lagi sebagai bonus, tapi kupikir itu sepadan dengan kinerja mereka.Hubunganku dengan Seto dan Kumitir menjadi lebih dekat dan harmonis, mereka tidak lagi segan menunjukkan kasih sayangnya padaku. Kedekatan itu mampu memulihkan pamorku di antara para Dayang. Kini tidak ada lagi Dayang yang berani membantah permintaanku. Sekali lagi aku bersyukur, kehidupanku di kediaman lohgender kini terasa seperti di surga.DamarWulan? Terakhir aku melihat batang hidungnya adalah saat aku tersesat di hutan, sejak saat itu aku tidak lagi bertemu dengannya. Mungkin karena aku yang terlalu fokus pada bisnisku, atau dia memang tengah menghindariku. Peduli apa? Keadaan ini justru bagus buatku. Dengan begini, kemungkinan kami bersama semakin kecil.Aku
Aku memang sempat berpikir bahwa tempat ini akan ramai, tapi tak kusangka akan seramai ini. Terlebih lagi semua orang menatap ke arahku, apa ada sesuatu yang salah dengan penampilanku? Aku sudah mengeceknya beberapa kali sebelum berangkat dan semuanya tampak baik-baik saja. Awalnya aku sempat merasa gugup, tapi aku yakin dengan keberadaan Seto dan Kumitir bersamaku, aku akan aman. Meski kemampuannya tidak begitu mumpuni, tapi aku yakin mereka akan melakukan apa pun untuk menjagaku.Semua orang yang hadir di tempat ini bukan orang biasa, bisa dibilang ini adalah perkumpulan elit. Sebuah perkumpulan anak-anak manja dari para petinggi Majapahit. Tempat yang buruk untuk mencari jodoh, tapi tempat yang sangat tepat untuk berbisnis.Mereka semua berkumpul di pusat kesenian untuk menonton pertunjukan tari. Puluhan penari muda didandani begitu menggoda dan ditampilkan di hadapan para tuan dan nona muda dari keluarga terpandang. Mungkin tempat ini lebih tepat desebut dengan diskotik zaman kera
"Anjasmara! Bukalah matamu! Dia hanya seorang tukang kebun! Meski dia tampan, tidakkah kau lihat sikapnya yang mengesalkan?" ujar Seto naik pitam."Aku tidak peduli Kakang! Aku mencintai Damar Wulan! Aku tidak ingin kehilangan dia! Tidak peduli apa katamu, aku tetap ingin menikah dengannya!" ucapku dengan napas membara."Apa dia juga mencintaimu seperti kau mencintainya?" tanya Kumitir dengan sinis."Tentu saja!" jawabku yakin."Oh adikku yang bodoh, kau pikir dia akan ikut sayembara ini jika dia mencintaimu? Apa kau sudah tahu hadiah apa yang Kanjeng Ratu tawarkan sebagai imbalan?" seru Seto memojokkanku.Aku tahu ucapannya terdengar rasional, aku bahkan tak mampu menjawab pertanyaannya, tapi hatiku berkata lain. Aku benar-benar mencintai Kakang Damarwulan, hatiku bahkan sampai sakit rasanya. Aku harus menikahinya sekarang agar tidak kehilangan dia."Dia menginginkan sesuatu Anjasmara, dan kau tak memiliki itu! kau melihat bahwa dia menginginkan negeri ini? sesuatu yang hanya mampu d
Kudaku lari tak terkendali, menyusup jauh ke jantung hutan. Beberapa kali kucoba untuk menarik tali kekang, namun nihil. Kini aku pasrah, berusaha meraih pegangan yang cukup erat agar aku tidak jatuh dan mendapat cidera yang lebih parah. Aku hanya bisa berharap kuda ini akan menghentikan lajunya, karena jika aku terjatuh dengan kecepatan ini, aku mungkin saja akan patah tulang atau kemungkinan terburuknya aku mungkin akan terbunuh.Hingga saat kaki belakang kuda itu terperosok di lereng bukit. Guncangan hebat yang diakibatkannya mampu membuat genggamanku terlepas. Aku terlempar jatuh dari pelana sementara kuda itu terperosok jatuh ke dasar jurang.Sayup kudengar ringkikan terakhirnya sebelum bunyi gedebuk keras di kejauhan."Choco!" panggilku histeris. Kuda itu terperosok ke jurang dan membentur bebatuan di lereng yang curam. Tampak di kejauhan siluetnya tak lagi bergerak. Aku meratapi kepergian choco, kuda pertamaku. Sebelum akhirnya tersadar bahwa aku nyaris saja terperosok bersama
Aku kembali ke kediaman dengan pakaian basah. Damarwulan si playboy itu memang seorang penggoda! Tidak heran kalau di masa depan ia akan memiliki empat orang istri! Terserah sih mau berapa pun, yang pasti aku tidak akan menjadi salah satunya!Seseorang mengetuk pintu kamarku."Masuklah!""Ndoro Ayu, sudah waktunya sarapan, semua orang sudah menunggu di ruang makan!" ujar Tiwi saat masuk ke dalam kamarku."Oh dewa! Kenapa pakaian Ndoro Ayu basah kuyup begini?" serunya terkejut begitu melihat keadaanku."Ah iya tadi aku pergi mandi!" jawabku kikuk."Ndoro kembali ke rumah dengan keadaan seperti ini? Ndoro, kalau Yang Mulia Patih melihatnya, Ndoro ayu bisa dimarahi habis-habisan!" omelnya panjang lebar."Karena itu kau jangan bilang ya!" pintaku dengan wajah memelas."Sekarang bantu aku ganti baju! Oh iya!" aku mengambil sebuah kain dan memberikannya pada Tiwi."Aku menyimpan kudapan ini untukmu!""Ndoro ayu! Terima kasih!" ujar Tiwi tersentuh. Ia berhenti sejenak kemudian kembali tersad