Share

Anjasmara

Author: Naffarena
last update Last Updated: 2025-03-05 21:27:56

Ibu itu menggandeng tanganku erat sekali dan membawaku naik ke atas sebuah dokar. Sedang pemeran Patih Lohgender dan dua putranya, masing-masing menaiki kuda yang berada tak jauh dari sana.

"Buk, bukannya ini properti kok kita naiki? Kan enggak lagi syuting?" protesku pada wanita itu.

"Nduk, kamu itu kenapa to? Kok dari tadi ngomongnya ngawur? Ibuk jadi takut" jawab wanita itu khawatir.

Aku memutuskan untuk diam karena masih tidak paham dengan semua ini. Apa wanita ini mengenalku? tapi aku tidak tahu siapa dia.

Guncangan-guncangan kecil terjadi di dalam kereta membuatku melongok ke arah luar. Kami melalui puluhan rumah bergaya tradisional di sepanjang jalan. beberapa diantaranya adalah rumah yang begitu besar, namun beberapa juga tampak kecil dan kumuh. Apa lokasi syutingnya juga diperluas? Pikirku bingung.

Hingga kereta masuk ke sebuah pekarangan rumah yang begitu besar dan megah. Aku diminta untuk turun lebih dahulu, jadi aku menurutinya. Kulihat rumah itu dengan seksama. Sebuah rumah yang bergaya tradisional namun mewah. Tapi ada yang aneh, kenapa penerangannya hanya menggunakan obor bambu? apa ini juga salah satu dari properti syuting?

Aku mengambil box make up ku agar tidak ketinggalan.

"Apa itu nduk?" tanya wanita itu lagi.

"Oh ini perlengkapan saya, biasa buat make up!" sahutku berusaha ramah. Wanita itu tampak kebingungan namun dia diam saja.

Akubmengamati bagunan ini lebih dekat. Rumah ini begitu besar tapi karena hanya diterangi dengan cahaya obor, setiap sudutnya tampak temaram bahkan gelap. tempat yang tak lazim untuk lokasi syuting.

Dari kejauhan tampak siluet seseorang yang sangat ku kenal.

"Brian?" panggilku ragu.

Aku berlari kearahnya yang tengah membawa pergi kuda-kuda yang tadi dinaiki oleh para pria. Ia menoleh tapi tidak menyahut sapaanku. Tunggu, kenapa aku begitu antusias saat melihat bajingan itu? Apa aku masih mencintainya? Setelah semua yang dia lakukan? Ih jijik!

"Anjasmara! masuk ke kamarmu! Jangan bergaul dengan penjaga kuda!" teriak pemeran Patih dengan garang.

Berani sekali dia yang hanya seorang figuran membentak Brian yang notabene adalah seorang produser? Apa dia sudah gila? Kenapa pula Brian hanya diam saja?

"Brian!" panggilku lagi, namun dia tidak menyahut.

Apa setelah insiden itu dia memutuskan untuk menganggapku tidak ada? Berani-beraninya dia! Seharusnya akulah yang melakuakan itu. Dasar bajingan!

"Kubilang kembali ke kamarmu!" teriak pria tua itu lagi dengan nada marah.

"Seto, Kumitir, bawa adikmu ke kamarnya!" titahnya dengan marah pada dua pemuda itu.

Langsung saja mereka menyeretku tanpa memberiku kesempatan berbincang dengan Brian.

"Brian! Tolong aku! ini prank kan? Kalau mau nge prank jangan kelewatan! Plis lah! Aku cuma mau pulang!" teriakku kencang namun pria bodoh itu tidak menolongku. Dia hanya memandangku dengan tatapan cemas. Sial! Memang benar kami sudah putus tapi bukannya ini sudah keterlaluan? Melihat aku di seret seperti ini pun dia sama sekali tidak peduli?

Tunggu sebentar apa yang mereka coba lakukan kepadaku? Bagaimana jika aku dilecehkan? Pikirku ketakutan. Seketika aku mulai panik, keringat dingin membanjiri seluruh tubuhku. Sekuat tenaga aku mencoba meronta, namun kekuatanku sama sekali tak sebanding dengan dua pemuda sialan ini.

Mereka terus menyeretku dan membawaku ke sebuah ruangan. Dibukanya pintu itu dan dilemparkannya aku ke dalam dengan kasar.

"Dasar tidak tahu diuntung! Kau seharusnya bersyukur ayah tidak memukulimu karena kejadian di istana! Masih saja kau buat ulah!" ucap salah seorang dari mereka.

"Apa sebegitu sukanya kau pada dia? Sampai kau memintanya menyelamatkanmu dari kami yang niotabene adalah kakakmu sendiri? Apa kau memang begitu membenci saudaramu?" sahut satunya lagi.

Kakak? apa maksudnya? Sejak kapan aku punya kakak? Kenapa juga dia tampak begitu kesal? pikirku bingung.

"Sebagai hukumannya, kau tidak akan bisa keluar dari kamar ini selama tiga hari!" ujar satunya lagi.

Aku tidak bisa membedakan mereka, tapi paling tidak, aku tahu bahwa mereka tidak akan berbuat macam-macam padaku. Mereka berjalan keluar kamar dan mengunci pintu dari luar. Meninggalkan aku yang terjebak di dalam. Apa ini penculikan? Tapi apa yang dia bilang tadi? Ayah? ayah siapa? ayah mereka? Lalu apa hubungannya denganku?

Aku memperhatikan sekitar dan menyadari bahwa tempat ini adalah sebuah kamar.

"Aku harus telepon bantuan!"

Segera aku membongkar kotak make up ku karena seingatku aku meletakkan ponselku di dalamnya. 

"Ketemu!" seruku senang.

Dapat kulihat puluhan notifikasi di pop upnya. Inilah kenapa aku enggan membuka ponsel, karena Brian terus terusan menghubungiku dan berusaha menjelaslan hal yang sudah jelas! Aku enggan melihatnya, tapi juga belum sampai hati untuk memblokir kontaknya.  Yaah... Kami pacaran kurang lebih enam tahun, semuanya pasti butuh proses.

Aku tergugu menatap kontak ponselku. tidak ada! Tidak ada satupun orang yang bisa kuhubungi di keadaan darurat! Awalnya aku punya Brian, tapi sekarang aku tak punya siapapun!

"Gini amat hidupku! Udahlah sebatang kara, ga punya temen pula!" gumamku sambil tersenyum pahit.

Dengan putus asa, tanganku menekan tombol 113.

"Katanya mereka selalu siap siaga menolong kan? Inilah harapan terakhirku. Kalau mereka pun enggan, pasrah ajalah aku diculik juga mah!" ucapku lirih.

Panggilan tidak tersambung! Barulah aku sadar kalau bar sinyal tidak muncul! Bagaimana bisa? Apa sinyal sedang gangguan? Berulang kali aku mencoba namun hasilnya masih sama! Setelah letih mencoba, akhirnya aku pun menyerah. Kuletakkan kembali ponsel itu ke dalam koper.

Aku berjalan gontai ke arah ranjang dan merebahkan tubuhku di sana. Aku diculik!  Tapi ini bukan masalah besar, toh tidak akan ada yang mencariku. Tapi tetap saja aku masih sulit untuk mempercayainya. Mana mungkin mereka menculikku! Kenapa? Untuk apa?

"Apa-apaan sih ini? Apa ini mimpi ya? Apa kalau aku tidur, apa aku akan kembali ke dunia nyata?" bisiku lirih kemudian mencoba memejamkan mata.

Aku adalah tipe yang bisa tertidur di mana saja, meski berada tempat asing, seharusnya ini tidak menjadi masalah. Samar kurasakan kesadaranku mulai menghilang. Tidak seperti yang kuharapkan, aku justru masuk ke alam mimpi yang sesungguhnya.

Bagaimana bisa aku menyadari bahwa ini adalah alam mimpi? Karena dapat kulihat dengan jelas, diriku tengah berdiri dengan pakaian keraton. Bagaimana mungkin aku dapat melihat diriku sendiri seolah-olah itu adalah orang lain? Ini pasti mimpi.

Seorang pria yang sangat kukenal datang menghampiriku dengan pakaian yang aneh pula. dengan jarik yang hanya menutupi bagian bawahnya tanpa atasan. Persis seperti saat aku melihatnya tadi. Aku kenal betul bahwa sosok itu adalah Brian, tapi kesadaranku mengatakan bahwa itu bukan dia, melainkan orang lain.

"Anjasmara! Aku akan pergi ke Blambangan untuk menunaikan janjiku pada Kanjeng ratu" ujar sosok yang mirip sekali dengan Brian.

Anjasmara? Apa namanya Anjasmara? Bukankah itu adalah aku? Kenapa dia memanggilku Anjasmara? Bukankah orang-orang tadi juga menyebutku dengan nama itu? Tapi namaku kan Asmara?

"Jangan pergi kakang! Kau tahu sendiri kalau Adipati Minak Jinggo adalah orang yang sakti mandraguna! Aku tidak ingin kehilangan kakang!" ujar wanita yang mirip aku sambil menangis. Dipeluknya sosok Brian dengan penuh kekhawatiran.

"Kau tak perlu khawatir, aku akan pulang dengan selamat. Aku janji!" jawab pria itu yakin.

"Ikat aku kakang! Jika kau benar-benar mencintaiku. Nikahi aku sebelum kau pergi ke Blambangan! Setidaknya dengan begini hatiku bisa tenang saat melepas kepergianmu!" mohon Anjasmara dalam tangisnya.

"Baiklah jika itu keinginanmu. Aku akan menyanggupinya" jawab Brian lembut. Dihapusnya air mata yang berlinangan degan ibu jari.

Pernikahan pun dilaksanakan. Setelah melewati malam pertama yang panas, Pria itu pergi meninggalkannya. Menuju Blambangan, untuk melawan Minak Jinggo.

"Kakang, apakah kau bersikeras melakukan ini demi titah Kanjeng Ratu, ataukah karena kau memang ingin mempersuntingnya? Perasaanku benar-benar kacau kakang!" ujar Anjasmara lirih sambil menatap kepergian Pria yang amat sangat dicintainya.

Saat itulah, aku yang semula melihat dari sudut pandang orang ketiga, melebur menjadi satu dengan sosok Anjasmara dan memandang semua kisah ini dari sudut pandang orang pertama. Tubuhku menjadi satu dengan wanita itu, namun aku tidak dapat mengendalikanya. Aku hanya bisa menuruti keinginan tubuh ini tanpa mampu melawan.

Bersamaan dengan itu, aku merasakan kerinduan yang amat sangat. Hari berganti hari seiring dengan membuncitnya perutku. aku menanti kedatangannya. Kekasihku, Damarwulan.

Setelah menunggu begitu lama, desas desus tentang kemenangan kakang Damar Wulan digemakan oleh seluruh warga Majapahit. Kabar itu sampai hingga ke telingaku. Kurasakan gejolak jiwa yang membingungkan, aku merasa senang dan sedih di saat yang bersamaan.

Aku merasa senang Karena kakang pulang dengan selamat, namun juga sedih karena aku tahu dengan kemenangan yang diperolehnya, ia akan mendapat hadiah berupa pernikahan dengan Kanjeng Ratu. Mana mungkin dia menolaknya demi aku, siapa orang yang cukup bodoh untuk menolak persandingan itu? Tapi andai saja dia melakukannya, betapa senangnya hatiku.

Hingga hari kedatangan Kakang pun tiba. namun dia tidak kembali sendirian. Aku begitu terkejut karena mendapati dua orang wanita turut serta bersamanya. Dua orang wanita yang masih muda dan cantik! kurasakan hatiku remuk redam, namun aku tak bisa melakukan apa pun.

"Siapa mereka kakang?" itulah kalimat yang kusampaikan saat pertama kali bertemu Kekasihku setelah sekian lama.

"Mereka adalah orang yang amat sangat berjasa akan kemenanganku. Jika tidak ada mereka, aku pasti tidak dapat bertemu denganmu dan anak kita di sini sekarang!" ujarnya sambil mengelus perutku yang telah membuncit.

"Benarkah? Terdengar sangat luar biasa! Tapi kenapa mereka mengikutimu hingga ke sini kakang?" tanyaku khawatir. Kurasakan tanganku gemetar tak terkendali, namun aku menahannya.

"Aku telah berjanji mempersunting mereka sebagai imbalan menolongku" jawabnya tanpa rasa bersalah.

Bagai tersambar petir di siang bolong, kurasakan tubuhku tersentak dan jatuh luluh lantak di atas bumi. Lututku yang lemah tidak lagi dapat menopang berat tubuhku yang terasa meningkat dengan signifikan.

"Bagaimana bisa kau melakukan ini padaku kakang! Di saat aku telah mengandung anakmu! Hal yang aku khawatirkan adalah Pernikahanmu dengan kanjeng Ratu, namun rupanya, jauh sebelum itu kau telah memilih dua orang selir?" tangisku pecah di hadapannya.

Dengan disaksikan seluruh penghuni rumah, aku menangisi nasibku yang buruk.

"Tapi mereka adalah orang yang membantuku. Tanpa bantuan dari mereka, aku takkan berada di sini!" ujarnya menjelaskan.

Entah bagaimana, dia berhasil meyakinkanku untuk sabar. Meski hatiku remuk aku tetap tenang. Aku bahkan tetap meluruskan bahuku saat menyaksikan suami yang amat sangat kucintai bersanding dengan Kanjeng Ratu Kencana wungu.

Untuk membuktikan cintanya padaku yang merupakan istri pertamanya, Damarwulan mempertahankan gelar istri milikku, meski ia telah memperistri Ratu dari negeri ini.

Waktu terus berjalan namun aku terus terjebak di masa lalu. Aku kerap kali memikirkan masa-masa itu, di saat aku memiliki kakang hanya untukku seorang. Saat dunia masih tampak indah. Aku mulai bingung dan bertanya-tanya dengan siapa sebenarnya aku telah jatuh cinta? Kakang Damarwulan, atau sosoknya yang dahulu? karena jelas sekali mereka adalah orang yang sama sekali berbeda.

Hingga suatu hari, Kanjeng Ratu jatuh sakit hingga meninggal dunia. adik dari kanjeng Ratu, yakni Bhre Kertawijaya naik tahta. Ia yang merasa terancam dengan keberadaan kekuarga 'kecil' kami mengasingkan kami jauh dari Majapahit.

Tidak sampai disitu, Bhre Kertawijaya bahkan membunuh putra semata wayangku karena khawatir ia akan melakukan pemberontakan suatu hari nanti karena Kanjeng Ratu pernah mengangkat anak semata wayangku menjadi putranya. Genap sudah penderitaanku. Dikarenakan Ambisi dari ayahnya, putraku harus mati sia-sia.

Jika saja Kakang Damar wulan tidak pergi ke Blambangan, Jika saja dia tidak memutuskan menikah dengan Kanjeng Ratu, maka ini tidak akan terjadi! Tangisku pecah. Sambil memeluk tubuh kaku putra semata wayangku itu, aku meraung penuh kesedihan. Dapat kulihat Raut penyesalan tergurat di wajah pria itu. Bukankah ini semua salahnya? Andai saja ia tidak begitu berambisi, ini tidak akan terjadi. Semua ini salahnya!

Seketika itu aku tersadar. Mungkin semua ini adalah salahku, akulah yang telah berlaku egois. Jika saja aku tidak memaksanya untuk menikahiku, ini tidak akan terjadi. Aku tahu betul bahwa kakang akan diperistri oleh Kanjeng ratu, tapi aku memaksakan diriku untuk memilikinya. Jika saja aku tidak melakukannya, mungkin aku akan jatuh cinta pada orang lain, aku mungkin bisa hidup berbahagia dengan orang lain. Dan putraku juga akan terlahir dari benih orang lain. Sehingga dia tidak perlu mati muda terhunus pedang kerajaan!

Saat itu aku merasa kembali terdorong keluar dari tubuh Anjasmara. Aku kembali melihat segalanya dari sudut pandang orang ke tiga. Kulihat wanita yang mirip aku itu menangis tersedu-sedu sambil memeluk jasad putranya yang masih sangat muda. Kurasakan rasa duka yang mendalam hingga terasa menyayat hatiku.

Tiba-tiba dunia berubah gelap, semua orang yang ada di sana menghilang satu-persatu, yang tersisa hanya wanita yang mirip denganku itu. Dengan wajah sedih, ia menundukkan kepalanya. Namun tiba-tiba wanita itu menatap kearahku, dapat kulihat wajahnya yang sendu seakan menyalahkan dirinya.

"Tolong aku!" ujarnya lirih.

"Tolong apa?" jawabku bingung. Aneh sekali berbicara dengan orang yang sangat mirip denganku.

"Tolong jangan ulangi kesalahan yang sama! Pria tua itu bilang bahwa aku masih punya kesempatan. Meski harus mengorbankan kehidupanku, aku ingin kau membuat sebuah perbedaan" tangisnya pedih.

"Maksudnya apa ya?" tanyaku bingung.

"Kenapa kau lamban sekali!" jawabnya geram.

"Aku adalah kau dikehidupan sebelumnya. Satu kesalahan fatal yang kulakukan telah menghancurkan hidupku. Aku baru tersadar, bahkan sampai akhir hidupku, aku tak lagi pernah merasa bahagia. Aku ingin kau memperbaikinya untukku!" ujarnya panjang lebar.

Aku tidak tahu mengapa, tapi air mataku mengalir dengan begitu deras. aku yakin sekali bahwa wanita dengan wajah penuh sesal di hadapanku adalah aku.

"Tubuhmu akan kembali lima tahun lebih muda. Kau kembali di saat Damar wulan baru saja menginjakkan kakinya di kota ini. Ingatlah bahwa aku adalah kau, dan kau adalah aku! Sekarang bangunlah dan buat perbedaan, aku mohon!" pintanya lagi.

Seketika pandanganku kabur, dan aku perlahan membuka mata. Hari sudah pagi, dan aku masih berada di kamar yang sama dengan kemarin. kuputuskan untuk bangun dari tempat tidurku.

Sekarang aku menyadari semuanya. Bukan diculik, tapi aku melintas waktu!  Anjasmara adalah kehidupan masa laluku, karena ia mengacaukannya, ia membawaku kemari untuk memperbaiki semuanya.

Luar biasa! Kupikir kisah ini hanyalah karangan belaka, siapa sangka tokoh ini benar-benar nyata! Tapi ini buruk, keadaan Anjasmara sangat tidak baik. Kenapa dia memintaku untuk memperbaiki semuanya? Aku bahkan mulai ragu apa aku bisa melakukannya.

Anjasmara, adalah putri dari Patih Lohgender yang tidak dicintai. Tapi kisah di baliknya lebih tragis. Dahulu, istri Patih Loh gender melahirkan bersamaan dengan permaisuri Majapahit. Lohgender yang tamak dan gila akan kekuasaan, melakukan tindakan keji yang amat sangat terlarang, yakni menukar putrinya dengan putri kerajaan. Dengan harapan putrinya akan menjadi Ratu dari Majapahit.

Sialnya, rencana buruk itu diketahui oleh sang istri, sang istri yang tidak sampai hati melepaskan putrinya, kembali menukar bayi itu diam-diam yang mana itu menjadi awal dari petaka di kehidupan putri tercintanya.

Patih Lohgender yang berpikir putri yang ia besarkan adalah putri raja, memperlakukannya dengan begitu buruk. Begitu pula kedua saudaranya. Dia terus menerus dikasari dan dikucilkan. Bagaimana bisa ini terjadi? Kenapa aku harus hidup menyedihkan seperti ini? Aku selalu ingin memiliki keluarga, tapi kalau keluarganya begini, lebih baik jadi sebatang kara!

Tapi bukankah dia bilang aku lebih muda lima tahun? Apa itu berarti usiaku sekarang adalah tujuh belas? Waah ini luar biasa!!!

Tapi ini berarti pernikahanku dan Damar Wulan akan terjadi dalam lima tahun ke depan, Dan kematian putraku adalah sepuluh tahun setelahnya?

Waktuku masih banyak, jadi aku tak perlu khawatir. Aku akan mengubah semua kehidupan suram ini dan berbahagia!

"Berhati-hatilah dunia! Karena aku sudah datang!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bertahan hidup di zaman majapahit   POV Sang Playboy

    Seseorang meyiram wajahku dengan air. Aku mengerjap beberapa kali agar segera tersadar dari tidurku. Kurasakan kepalaku berputar hebat. Aku tahu arak ini telah tercampur dengan obat, tapi tidak pernah kusangka akan sekuat ini. Apa yang sebenarnya anak itu masukkan ke dalamnya."Dasar tidak berguna! Anjasmara pergi dan kau malah enak-enakan tidur!" seru sebuah suara menarikku ke dunia nyata."Tuan muda!" ujarku saat kesadaranku telah kembali."Katakan apa yang terjadi!" teriak Kumitir tepat di telingaku. Dia benar-benar berisik! Haruskah aku memukul wajahnya?"Kemarin sore, pengawal Ndoro ayu menawari saya arak ini. Setelah saya meminumnya, kesadaran saya menghilang. Apa maksud anda Ndoro ayu pergi?" ujarku berakting tidak tahu menahu atas pelarian Anjasmara."Gadis sialan! Aku menyuruhnya mengantar teh dan menghibur Anjasmara, tapi dia malah membawa adikku pergi!" ujar Seto murka."Ini salahku! Anjasmara pasti sangat ketakutan sampai memutuskan untuk pergi dari rumah. Seharusnya kita

  • Bertahan hidup di zaman majapahit   Kabur tidak semudah itu

    Kami terus berkuda menembus malam tiga jam lamanya. Beberapa kali aku hampir kehilangan kesadaran karena kantuk yang mulai mengambil alih tubuhku."Ndoro! Sepertinya matahari akan segera terbit, sebaiknya kita istirahat sebentar di sini!" saran Tiwi karena khawatir dengan keadaanku."Apa Singasari sudah dekat?" tanyaku padanya dengan lemas.Awalnya kupikir perjalanan ini mudah, tapi begitu menjalaninya, aku tersadar bahwa perjalanan ini tidaklah mudah sama sekali. Berbeda dengan perjalanan menggunakan motor, menunggang kuda sangat menguras tenaga. Terlebih kekhawatiran akan keberadaan bandit. Karena wilayah ini, didominasi oleh pepohonan yang rindang. Tidak ada satupun rumah warga yang tampak di mataku.Jika di dunia moderen, seharusnya aku sudah sampai satu jam yang lalu, karena waktu yang dibutuhkan untuk berangkat dari Trowulan atau Mojokerto ke Singasari atau biasa disebut malang seharusnya hanya membutuhkan dua jam perjalanan."Kita sudah dekat Ndoro ayu, jika perkiraan saya bena

  • Bertahan hidup di zaman majapahit   Kabur Aja Dulu

    "Astaganaga!" teriakku tanpa sadar.Panik, takut dan khawatir menguasai diriku saat melihat Tiwi berdiri di depan pintu."Kenapa Ndoro ayu melompat keluar dari jendela? Kenapa barang-barang yang telah kita siapkan juga ada di luar?" tanya Tiwi dengan wajah curiga."Tiwi, ini tidak seperti yang kau pikirkan" ujarku asal. Kepalaku sibuk menyusun kata-kata yang tepat untuk menjelaskan keadaan ini."Sudah saya duga!" ujarnya lirih."Tapi Ndoro Ayu, anda tidak bisa pergi dari kediaman ini!" ujarnya lagi.Seketika kepalaku terasa kosong saat ia menodongku seperti itu. Aku segera memikirkan siasat untuk membujuknya. Bagaimana caranya? Haruskah aku menyogoknya dengan uang? Apa itu akan berhasil?"Anda tidak bisa pergi tanpa bantuan saya! Sebagai imbalannya, saya ingin anda membawa serta saya turut serta dalam pelarian!" ucapnya lagi membuatku bingung."Ke Kenapa kau ingin ikut aku? Kau punya kehidupan yang nyaman di sini" tanyaku dengan terbata-bata."Kehidupan nyaman yang saya rasakan sekara

  • Bertahan hidup di zaman majapahit   Ratu Kejam

    "Kanjeng Ratu!" teriakku terkejut. "Tenang saja Anjasmara, ini tidak akan sakit" ujarnya sambil menyeringai. Dia terus melangkah ke arahku dengan bongkahan besi panas di tangannya. "Tolong bijaklah Kanjeng Ratu! Saya adalah putri dari Patih anda!" aku berusaha menyadarkannya. "Patih Lohgender tidak menyayangimu, jelas sekali aku melihat perbedaan perlakuannya terhadap kau dan dua saudara laki-lakimu! Dia pasti tidak keberatan dengan ini. Terlebih ini adalah keinginanku. kau tau? Patih selalu memberikan apa pun yang kumau!" ujarnya tenang. tidak diragukan lagi, ucapannya memang benar adanya. Patih Lohgender selalu melihat Kanjeng Ratu sebagai putrinya, jadi ia selalu menjunjungnya dan memanjakannya. Astaga aku memang sempat berpikir ini akan buruk, tapi tak pernah kusangka jika akan seburuk ini. "Dayang! Ambilkan besi panas dari dapur!" titahnya yakin. Para Dayang memang tampak ragu, tapi mereka tetap menuruti permintaan gila dari Ratu mereka. Habislah riwayatku, di dunia tanpa

  • Bertahan hidup di zaman majapahit   cuan cuan cuan

    Bisnis penjualan batu ajaib sukses besar. Meski terdengar agak klenik, namun fenomena ini lebih tepat disebut dengan fomo. Berkat dua orang salesman yang berbakat, aku meraup banyak keuntungan. Yah meski para salesman itu juga meminta beberapa bongkah batu lagi sebagai bonus, tapi kupikir itu sepadan dengan kinerja mereka.Hubunganku dengan Seto dan Kumitir menjadi lebih dekat dan harmonis, mereka tidak lagi segan menunjukkan kasih sayangnya padaku. Kedekatan itu mampu memulihkan pamorku di antara para Dayang. Kini tidak ada lagi Dayang yang berani membantah permintaanku. Sekali lagi aku bersyukur, kehidupanku di kediaman lohgender kini terasa seperti di surga.DamarWulan? Terakhir aku melihat batang hidungnya adalah saat aku tersesat di hutan, sejak saat itu aku tidak lagi bertemu dengannya. Mungkin karena aku yang terlalu fokus pada bisnisku, atau dia memang tengah menghindariku. Peduli apa? Keadaan ini justru bagus buatku. Dengan begini, kemungkinan kami bersama semakin kecil.Aku

  • Bertahan hidup di zaman majapahit   diskotik

    Aku memang sempat berpikir bahwa tempat ini akan ramai, tapi tak kusangka akan seramai ini. Terlebih lagi semua orang menatap ke arahku, apa ada sesuatu yang salah dengan penampilanku? Aku sudah mengeceknya beberapa kali sebelum berangkat dan semuanya tampak baik-baik saja. Awalnya aku sempat merasa gugup, tapi aku yakin dengan keberadaan Seto dan Kumitir bersamaku, aku akan aman. Meski kemampuannya tidak begitu mumpuni, tapi aku yakin mereka akan melakukan apa pun untuk menjagaku.Semua orang yang hadir di tempat ini bukan orang biasa, bisa dibilang ini adalah perkumpulan elit. Sebuah perkumpulan anak-anak manja dari para petinggi Majapahit. Tempat yang buruk untuk mencari jodoh, tapi tempat yang sangat tepat untuk berbisnis.Mereka semua berkumpul di pusat kesenian untuk menonton pertunjukan tari. Puluhan penari muda didandani begitu menggoda dan ditampilkan di hadapan para tuan dan nona muda dari keluarga terpandang. Mungkin tempat ini lebih tepat desebut dengan diskotik zaman kera

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status