Share

Anjasmara

Author: Naffarena
last update Last Updated: 2025-03-05 21:27:56

Ibu itu menggandeng tanganku erat sekali dan membawaku naik ke atas sebuah dokar. Sedang pemeran Patih Lohgender dan dua putranya, masing-masing menaiki kuda yang berada tak jauh dari sana.

"Buk, bukannya ini properti kok kita naiki? Kan enggak lagi syuting?" protesku pada wanita itu.

"Nduk, kamu itu kenapa to? Kok dari tadi ngomongnya ngawur? Ibuk jadi takut" jawab wanita itu khawatir.

Aku memutuskan untuk diam karena masih tidak paham dengan semua ini. Apa wanita ini mengenalku? tapi aku tidak tahu siapa dia.

Guncangan-guncangan kecil terjadi di dalam kereta membuatku melongok ke arah luar. Kami melalui puluhan rumah bergaya tradisional di sepanjang jalan. beberapa diantaranya adalah rumah yang begitu besar, namun beberapa juga tampak kecil dan kumuh. Apa lokasi syutingnya juga diperluas? Pikirku bingung.

Hingga kereta masuk ke sebuah pekarangan rumah yang begitu besar dan megah. Aku diminta untuk turun lebih dahulu, jadi aku menurutinya. Kulihat rumah itu dengan seksama. Sebuah rumah yang bergaya tradisional namun mewah. Tapi ada yang aneh, kenapa penerangannya hanya menggunakan obor bambu? apa ini juga salah satu dari properti syuting?

Aku mengambil box make up ku agar tidak ketinggalan.

"Apa itu nduk?" tanya wanita itu lagi.

"Oh ini perlengkapan saya, biasa buat make up!" sahutku berusaha ramah. Wanita itu tampak kebingungan namun dia diam saja.

Akubmengamati bagunan ini lebih dekat. Rumah ini begitu besar tapi karena hanya diterangi dengan cahaya obor, setiap sudutnya tampak temaram bahkan gelap. tempat yang tak lazim untuk lokasi syuting.

Dari kejauhan tampak siluet seseorang yang sangat ku kenal.

"Brian?" panggilku ragu.

Aku berlari kearahnya yang tengah membawa pergi kuda-kuda yang tadi dinaiki oleh para pria. Ia menoleh tapi tidak menyahut sapaanku. Tunggu, kenapa aku begitu antusias saat melihat bajingan itu? Apa aku masih mencintainya? Setelah semua yang dia lakukan? Ih jijik!

"Anjasmara! masuk ke kamarmu! Jangan bergaul dengan penjaga kuda!" teriak pemeran Patih dengan garang.

Berani sekali dia yang hanya seorang figuran membentak Brian yang notabene adalah seorang produser? Apa dia sudah gila? Kenapa pula Brian hanya diam saja?

"Brian!" panggilku lagi, namun dia tidak menyahut.

Apa setelah insiden itu dia memutuskan untuk menganggapku tidak ada? Berani-beraninya dia! Seharusnya akulah yang melakuakan itu. Dasar bajingan!

"Kubilang kembali ke kamarmu!" teriak pria tua itu lagi dengan nada marah.

"Seto, Kumitir, bawa adikmu ke kamarnya!" titahnya dengan marah pada dua pemuda itu.

Langsung saja mereka menyeretku tanpa memberiku kesempatan berbincang dengan Brian.

"Brian! Tolong aku! ini prank kan? Kalau mau nge prank jangan kelewatan! Plis lah! Aku cuma mau pulang!" teriakku kencang namun pria bodoh itu tidak menolongku. Dia hanya memandangku dengan tatapan cemas. Sial! Memang benar kami sudah putus tapi bukannya ini sudah keterlaluan? Melihat aku di seret seperti ini pun dia sama sekali tidak peduli?

Tunggu sebentar apa yang mereka coba lakukan kepadaku? Bagaimana jika aku dilecehkan? Pikirku ketakutan. Seketika aku mulai panik, keringat dingin membanjiri seluruh tubuhku. Sekuat tenaga aku mencoba meronta, namun kekuatanku sama sekali tak sebanding dengan dua pemuda sialan ini.

Mereka terus menyeretku dan membawaku ke sebuah ruangan. Dibukanya pintu itu dan dilemparkannya aku ke dalam dengan kasar.

"Dasar tidak tahu diuntung! Kau seharusnya bersyukur ayah tidak memukulimu karena kejadian di istana! Masih saja kau buat ulah!" ucap salah seorang dari mereka.

"Apa sebegitu sukanya kau pada dia? Sampai kau memintanya menyelamatkanmu dari kami yang niotabene adalah kakakmu sendiri? Apa kau memang begitu membenci saudaramu?" sahut satunya lagi.

Kakak? apa maksudnya? Sejak kapan aku punya kakak? Kenapa juga dia tampak begitu kesal? pikirku bingung.

"Sebagai hukumannya, kau tidak akan bisa keluar dari kamar ini selama tiga hari!" ujar satunya lagi.

Aku tidak bisa membedakan mereka, tapi paling tidak, aku tahu bahwa mereka tidak akan berbuat macam-macam padaku. Mereka berjalan keluar kamar dan mengunci pintu dari luar. Meninggalkan aku yang terjebak di dalam. Apa ini penculikan? Tapi apa yang dia bilang tadi? Ayah? ayah siapa? ayah mereka? Lalu apa hubungannya denganku?

Aku memperhatikan sekitar dan menyadari bahwa tempat ini adalah sebuah kamar.

"Aku harus telepon bantuan!"

Segera aku membongkar kotak make up ku karena seingatku aku meletakkan ponselku di dalamnya. 

"Ketemu!" seruku senang.

Dapat kulihat puluhan notifikasi di pop upnya. Inilah kenapa aku enggan membuka ponsel, karena Brian terus terusan menghubungiku dan berusaha menjelaslan hal yang sudah jelas! Aku enggan melihatnya, tapi juga belum sampai hati untuk memblokir kontaknya.  Yaah... Kami pacaran kurang lebih enam tahun, semuanya pasti butuh proses.

Aku tergugu menatap kontak ponselku. tidak ada! Tidak ada satupun orang yang bisa kuhubungi di keadaan darurat! Awalnya aku punya Brian, tapi sekarang aku tak punya siapapun!

"Gini amat hidupku! Udahlah sebatang kara, ga punya temen pula!" gumamku sambil tersenyum pahit.

Dengan putus asa, tanganku menekan tombol 113.

"Katanya mereka selalu siap siaga menolong kan? Inilah harapan terakhirku. Kalau mereka pun enggan, pasrah ajalah aku diculik juga mah!" ucapku lirih.

Panggilan tidak tersambung! Barulah aku sadar kalau bar sinyal tidak muncul! Bagaimana bisa? Apa sinyal sedang gangguan? Berulang kali aku mencoba namun hasilnya masih sama! Setelah letih mencoba, akhirnya aku pun menyerah. Kuletakkan kembali ponsel itu ke dalam koper.

Aku berjalan gontai ke arah ranjang dan merebahkan tubuhku di sana. Aku diculik!  Tapi ini bukan masalah besar, toh tidak akan ada yang mencariku. Tapi tetap saja aku masih sulit untuk mempercayainya. Mana mungkin mereka menculikku! Kenapa? Untuk apa?

"Apa-apaan sih ini? Apa ini mimpi ya? Apa kalau aku tidur, apa aku akan kembali ke dunia nyata?" bisiku lirih kemudian mencoba memejamkan mata.

Aku adalah tipe yang bisa tertidur di mana saja, meski berada tempat asing, seharusnya ini tidak menjadi masalah. Samar kurasakan kesadaranku mulai menghilang. Tidak seperti yang kuharapkan, aku justru masuk ke alam mimpi yang sesungguhnya.

Bagaimana bisa aku menyadari bahwa ini adalah alam mimpi? Karena dapat kulihat dengan jelas, diriku tengah berdiri dengan pakaian keraton. Bagaimana mungkin aku dapat melihat diriku sendiri seolah-olah itu adalah orang lain? Ini pasti mimpi.

Seorang pria yang sangat kukenal datang menghampiriku dengan pakaian yang aneh pula. dengan jarik yang hanya menutupi bagian bawahnya tanpa atasan. Persis seperti saat aku melihatnya tadi. Aku kenal betul bahwa sosok itu adalah Brian, tapi kesadaranku mengatakan bahwa itu bukan dia, melainkan orang lain.

"Anjasmara! Aku akan pergi ke Blambangan untuk menunaikan janjiku pada Kanjeng ratu" ujar sosok yang mirip sekali dengan Brian.

Anjasmara? Apa namanya Anjasmara? Bukankah itu adalah aku? Kenapa dia memanggilku Anjasmara? Bukankah orang-orang tadi juga menyebutku dengan nama itu? Tapi namaku kan Asmara?

"Jangan pergi kakang! Kau tahu sendiri kalau Adipati Minak Jinggo adalah orang yang sakti mandraguna! Aku tidak ingin kehilangan kakang!" ujar wanita yang mirip aku sambil menangis. Dipeluknya sosok Brian dengan penuh kekhawatiran.

"Kau tak perlu khawatir, aku akan pulang dengan selamat. Aku janji!" jawab pria itu yakin.

"Ikat aku kakang! Jika kau benar-benar mencintaiku. Nikahi aku sebelum kau pergi ke Blambangan! Setidaknya dengan begini hatiku bisa tenang saat melepas kepergianmu!" mohon Anjasmara dalam tangisnya.

"Baiklah jika itu keinginanmu. Aku akan menyanggupinya" jawab Brian lembut. Dihapusnya air mata yang berlinangan degan ibu jari.

Pernikahan pun dilaksanakan. Setelah melewati malam pertama yang panas, Pria itu pergi meninggalkannya. Menuju Blambangan, untuk melawan Minak Jinggo.

"Kakang, apakah kau bersikeras melakukan ini demi titah Kanjeng Ratu, ataukah karena kau memang ingin mempersuntingnya? Perasaanku benar-benar kacau kakang!" ujar Anjasmara lirih sambil menatap kepergian Pria yang amat sangat dicintainya.

Saat itulah, aku yang semula melihat dari sudut pandang orang ketiga, melebur menjadi satu dengan sosok Anjasmara dan memandang semua kisah ini dari sudut pandang orang pertama. Tubuhku menjadi satu dengan wanita itu, namun aku tidak dapat mengendalikanya. Aku hanya bisa menuruti keinginan tubuh ini tanpa mampu melawan.

Bersamaan dengan itu, aku merasakan kerinduan yang amat sangat. Hari berganti hari seiring dengan membuncitnya perutku. aku menanti kedatangannya. Kekasihku, Damarwulan.

Setelah menunggu begitu lama, desas desus tentang kemenangan kakang Damar Wulan digemakan oleh seluruh warga Majapahit. Kabar itu sampai hingga ke telingaku. Kurasakan gejolak jiwa yang membingungkan, aku merasa senang dan sedih di saat yang bersamaan.

Aku merasa senang Karena kakang pulang dengan selamat, namun juga sedih karena aku tahu dengan kemenangan yang diperolehnya, ia akan mendapat hadiah berupa pernikahan dengan Kanjeng Ratu. Mana mungkin dia menolaknya demi aku, siapa orang yang cukup bodoh untuk menolak persandingan itu? Tapi andai saja dia melakukannya, betapa senangnya hatiku.

Hingga hari kedatangan Kakang pun tiba. namun dia tidak kembali sendirian. Aku begitu terkejut karena mendapati dua orang wanita turut serta bersamanya. Dua orang wanita yang masih muda dan cantik! kurasakan hatiku remuk redam, namun aku tak bisa melakukan apa pun.

"Siapa mereka kakang?" itulah kalimat yang kusampaikan saat pertama kali bertemu Kekasihku setelah sekian lama.

"Mereka adalah orang yang amat sangat berjasa akan kemenanganku. Jika tidak ada mereka, aku pasti tidak dapat bertemu denganmu dan anak kita di sini sekarang!" ujarnya sambil mengelus perutku yang telah membuncit.

"Benarkah? Terdengar sangat luar biasa! Tapi kenapa mereka mengikutimu hingga ke sini kakang?" tanyaku khawatir. Kurasakan tanganku gemetar tak terkendali, namun aku menahannya.

"Aku telah berjanji mempersunting mereka sebagai imbalan menolongku" jawabnya tanpa rasa bersalah.

Bagai tersambar petir di siang bolong, kurasakan tubuhku tersentak dan jatuh luluh lantak di atas bumi. Lututku yang lemah tidak lagi dapat menopang berat tubuhku yang terasa meningkat dengan signifikan.

"Bagaimana bisa kau melakukan ini padaku kakang! Di saat aku telah mengandung anakmu! Hal yang aku khawatirkan adalah Pernikahanmu dengan kanjeng Ratu, namun rupanya, jauh sebelum itu kau telah memilih dua orang selir?" tangisku pecah di hadapannya.

Dengan disaksikan seluruh penghuni rumah, aku menangisi nasibku yang buruk.

"Tapi mereka adalah orang yang membantuku. Tanpa bantuan dari mereka, aku takkan berada di sini!" ujarnya menjelaskan.

Entah bagaimana, dia berhasil meyakinkanku untuk sabar. Meski hatiku remuk aku tetap tenang. Aku bahkan tetap meluruskan bahuku saat menyaksikan suami yang amat sangat kucintai bersanding dengan Kanjeng Ratu Kencana wungu.

Untuk membuktikan cintanya padaku yang merupakan istri pertamanya, Damarwulan mempertahankan gelar istri milikku, meski ia telah memperistri Ratu dari negeri ini.

Waktu terus berjalan namun aku terus terjebak di masa lalu. Aku kerap kali memikirkan masa-masa itu, di saat aku memiliki kakang hanya untukku seorang. Saat dunia masih tampak indah. Aku mulai bingung dan bertanya-tanya dengan siapa sebenarnya aku telah jatuh cinta? Kakang Damarwulan, atau sosoknya yang dahulu? karena jelas sekali mereka adalah orang yang sama sekali berbeda.

Hingga suatu hari, Kanjeng Ratu jatuh sakit hingga meninggal dunia. adik dari kanjeng Ratu, yakni Bhre Kertawijaya naik tahta. Ia yang merasa terancam dengan keberadaan kekuarga 'kecil' kami mengasingkan kami jauh dari Majapahit.

Tidak sampai disitu, Bhre Kertawijaya bahkan membunuh putra semata wayangku karena khawatir ia akan melakukan pemberontakan suatu hari nanti karena Kanjeng Ratu pernah mengangkat anak semata wayangku menjadi putranya. Genap sudah penderitaanku. Dikarenakan Ambisi dari ayahnya, putraku harus mati sia-sia.

Jika saja Kakang Damar wulan tidak pergi ke Blambangan, Jika saja dia tidak memutuskan menikah dengan Kanjeng Ratu, maka ini tidak akan terjadi! Tangisku pecah. Sambil memeluk tubuh kaku putra semata wayangku itu, aku meraung penuh kesedihan. Dapat kulihat Raut penyesalan tergurat di wajah pria itu. Bukankah ini semua salahnya? Andai saja ia tidak begitu berambisi, ini tidak akan terjadi. Semua ini salahnya!

Seketika itu aku tersadar. Mungkin semua ini adalah salahku, akulah yang telah berlaku egois. Jika saja aku tidak memaksanya untuk menikahiku, ini tidak akan terjadi. Aku tahu betul bahwa kakang akan diperistri oleh Kanjeng ratu, tapi aku memaksakan diriku untuk memilikinya. Jika saja aku tidak melakukannya, mungkin aku akan jatuh cinta pada orang lain, aku mungkin bisa hidup berbahagia dengan orang lain. Dan putraku juga akan terlahir dari benih orang lain. Sehingga dia tidak perlu mati muda terhunus pedang kerajaan!

Saat itu aku merasa kembali terdorong keluar dari tubuh Anjasmara. Aku kembali melihat segalanya dari sudut pandang orang ke tiga. Kulihat wanita yang mirip aku itu menangis tersedu-sedu sambil memeluk jasad putranya yang masih sangat muda. Kurasakan rasa duka yang mendalam hingga terasa menyayat hatiku.

Tiba-tiba dunia berubah gelap, semua orang yang ada di sana menghilang satu-persatu, yang tersisa hanya wanita yang mirip denganku itu. Dengan wajah sedih, ia menundukkan kepalanya. Namun tiba-tiba wanita itu menatap kearahku, dapat kulihat wajahnya yang sendu seakan menyalahkan dirinya.

"Tolong aku!" ujarnya lirih.

"Tolong apa?" jawabku bingung. Aneh sekali berbicara dengan orang yang sangat mirip denganku.

"Tolong jangan ulangi kesalahan yang sama! Pria tua itu bilang bahwa aku masih punya kesempatan. Meski harus mengorbankan kehidupanku, aku ingin kau membuat sebuah perbedaan" tangisnya pedih.

"Maksudnya apa ya?" tanyaku bingung.

"Kenapa kau lamban sekali!" jawabnya geram.

"Aku adalah kau dikehidupan sebelumnya. Satu kesalahan fatal yang kulakukan telah menghancurkan hidupku. Aku baru tersadar, bahkan sampai akhir hidupku, aku tak lagi pernah merasa bahagia. Aku ingin kau memperbaikinya untukku!" ujarnya panjang lebar.

Aku tidak tahu mengapa, tapi air mataku mengalir dengan begitu deras. aku yakin sekali bahwa wanita dengan wajah penuh sesal di hadapanku adalah aku.

"Tubuhmu akan kembali lima tahun lebih muda. Kau kembali di saat Damar wulan baru saja menginjakkan kakinya di kota ini. Ingatlah bahwa aku adalah kau, dan kau adalah aku! Sekarang bangunlah dan buat perbedaan, aku mohon!" pintanya lagi.

Seketika pandanganku kabur, dan aku perlahan membuka mata. Hari sudah pagi, dan aku masih berada di kamar yang sama dengan kemarin. kuputuskan untuk bangun dari tempat tidurku.

Sekarang aku menyadari semuanya. Bukan diculik, tapi aku melintas waktu!  Anjasmara adalah kehidupan masa laluku, karena ia mengacaukannya, ia membawaku kemari untuk memperbaiki semuanya.

Luar biasa! Kupikir kisah ini hanyalah karangan belaka, siapa sangka tokoh ini benar-benar nyata! Tapi ini buruk, keadaan Anjasmara sangat tidak baik. Kenapa dia memintaku untuk memperbaiki semuanya? Aku bahkan mulai ragu apa aku bisa melakukannya.

Anjasmara, adalah putri dari Patih Lohgender yang tidak dicintai. Tapi kisah di baliknya lebih tragis. Dahulu, istri Patih Loh gender melahirkan bersamaan dengan permaisuri Majapahit. Lohgender yang tamak dan gila akan kekuasaan, melakukan tindakan keji yang amat sangat terlarang, yakni menukar putrinya dengan putri kerajaan. Dengan harapan putrinya akan menjadi Ratu dari Majapahit.

Sialnya, rencana buruk itu diketahui oleh sang istri, sang istri yang tidak sampai hati melepaskan putrinya, kembali menukar bayi itu diam-diam yang mana itu menjadi awal dari petaka di kehidupan putri tercintanya.

Patih Lohgender yang berpikir putri yang ia besarkan adalah putri raja, memperlakukannya dengan begitu buruk. Begitu pula kedua saudaranya. Dia terus menerus dikasari dan dikucilkan. Bagaimana bisa ini terjadi? Kenapa aku harus hidup menyedihkan seperti ini? Aku selalu ingin memiliki keluarga, tapi kalau keluarganya begini, lebih baik jadi sebatang kara!

Tapi bukankah dia bilang aku lebih muda lima tahun? Apa itu berarti usiaku sekarang adalah tujuh belas? Waah ini luar biasa!!!

Tapi ini berarti pernikahanku dan Damar Wulan akan terjadi dalam lima tahun ke depan, Dan kematian putraku adalah sepuluh tahun setelahnya?

Waktuku masih banyak, jadi aku tak perlu khawatir. Aku akan mengubah semua kehidupan suram ini dan berbahagia!

"Berhati-hatilah dunia! Karena aku sudah datang!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bertahan hidup di zaman majapahit   Playboy

    Aku kembali ke kediaman dengan pakaian basah. Damarwulan si playboy itu memang seorang penggoda! Tidak heran kalau di masa depan ia akan memiliki empat orang istri! Terserah sih mau berapa pun, yang pasti aku tidak akan menjadi salah satunya!Seseorang mengetuk pintu kamarku."Masuklah!""Ndoro Ayu, sudah waktunya sarapan, semua orang sudah menunggu di ruang makan!" ujar Tiwi saat masuk ke dalam kamarku."Oh dewa! Kenapa pakaian Ndoro Ayu basah kuyup begini?" serunya terkejut begitu melihat keadaanku."Ah iya tadi aku pergi mandi!" jawabku kikuk."Ndoro kembali ke rumah dengan keadaan seperti ini? Ndoro, kalau Yang Mulia Patih melihatnya, Ndoro ayu bisa dimarahi habis-habisan!" omelnya panjang lebar."Karena itu kau jangan bilang ya!" pintaku dengan wajah memelas."Sekarang bantu aku ganti baju! Oh iya!" aku mengambil sebuah kain dan memberikannya pada Tiwi."Aku menyimpan kudapan ini untukmu!""Ndoro ayu! Terima kasih!" ujar Tiwi tersentuh. Ia berhenti sejenak kemudian kembali tersad

  • Bertahan hidup di zaman majapahit   Batu Ajaib

    "Batu?" ujar Kanjeng Ratu dengan nada tinggi."Kau menjadikan bongkahan batu sebagai hadiah ulang tahunku? Kau pasti sudah gila!" tambahnya lagi dengan nada sinis.Sudah kuduga, dia pasti tidak akan menyukainya. Tapi aku tidak bisa diam saja, aku melakukan ini karena tak rela memberikan peralatan berhargaku padanya."Mungkin ini tampak seperti batu biasa, tapi Kanjeng Ratu, batu ini adalah batu ajaib! Anda bisa tahu dari warnanya, batu ini sangat istimewa!" jawabku yakin.Orang-orang mulai berbisik di belakangku, gumaman itu, aku mendengarnya dengan jelas. Semua orang yang hadir di jamuan ini mengira aku sudah gila."Benarkah? Apa yang begitu istimewa dari beberapa bongkah batu?" tanyanya tak tertarik."Batu ini adalah batu ajaib. Namun sayangnya, keajaiban batu ini hanya bisa dilihat di ruangan yang gelap, tanpa penerangan sama sekali!" jawabku dengan percaya diri."Benarkah? Bagaimana jika kita buktikan saja sekarang? Mari kita lihat apa kau hanya mengatakan omong kosong atau berkat

  • Bertahan hidup di zaman majapahit   Hadiah

    Aku duduk di depan toko bersama tiwi sambil menikmati semangkuk soto panas. Kutatap ekspresi Tiwi yang tampak sangat senang saat menyeruput kuahnya. Seketika perasaan bersalah hinggap di hati."Maaf ya" ujarku lirih. Gadis itu terperanjat dan berdiri dari duduknya."Bagaimana bisa ndoro Ayu meminta maaf pada orang seperti saya!" sergah Tiwi takut."Sudah sepantasnya yang salah meminta maaf" jawabku lesu."Tapi ndoro Ayu sama sekali tidak melakukan kesalahan pada saya!" elaknya gugup."Tadi aku bilang akan membelikanmu pakaian, tapi rupanya kak Seto membohongiku. Berani-beraninya bajingan itu!" ujarku geram."Saya tidak papa Ndoro Ayu. Saya baik-baik saja dengan pakaian ini""Jawab aku dengan jujur, apa itu satu-satunya pakaian yang kau punya?" tanyaku memastikan."Tentu tidak Ndoro! Saya punya satu lagi di kamar dayang" jawabnya dengan percaya diri.Perkataan dari Tiwi seakan menampar wajahku keras sekali. Mengingat aku yang selalu mengeluh dengan kehidulanku sedang gadis kecil ini ta

  • Bertahan hidup di zaman majapahit   Masa depan yang suram

    Hari kedua di dunia ini kulalui dengan begitu buruk. Seharian aku terkurung di dalam kamar karena pintu dikunci dari luar. Tampaknya kedua pemuda kemarin bersungguh-sungguh saat bilang akan mengurungku di dalam sini.Aku merasa bosan dan merasa sangat lapar, sedang tak ada satupun makanan yang bisa kusantap. Astaga inikah kehidupan baruku? Jika aku terus tinggal di sini, aku akan terus menderita. Patih Lohgender tidak menganggapku sebagai putrinya hingga membuat posisiku di rumah ini tidak stabil. Tidak ada pelayan yang sudi dekat dengan seseorang yang dibenci tuannya, intinya di rumah ini, tidak ada yang perduli dengan nasibku.Astaga aku lapar sekali, haruskah aku melompat keluar dari jendela untuk mencari makanan? Tapi bagaimana jika aku tertangkap dan semakin dianiaya?Tok.tok.tok....Jendela kamarku diketuk dari luar. segera aku membukanya berharap sesuatu yang bagus akan terjadi. Kulihat pria itu berdiri di depan jendela sambil membawakan satu ikat rambutan."Kau pasti belum mak

  • Bertahan hidup di zaman majapahit   Anjasmara

    Ibu itu menggandeng tanganku erat sekali dan membawaku naik ke atas sebuah dokar. Sedang pemeran Patih Lohgender dan dua putranya, masing-masing menaiki kuda yang berada tak jauh dari sana."Buk, bukannya ini properti kok kita naiki? Kan enggak lagi syuting?" protesku pada wanita itu."Nduk, kamu itu kenapa to? Kok dari tadi ngomongnya ngawur? Ibuk jadi takut" jawab wanita itu khawatir.Aku memutuskan untuk diam karena masih tidak paham dengan semua ini. Apa wanita ini mengenalku? tapi aku tidak tahu siapa dia.Guncangan-guncangan kecil terjadi di dalam kereta membuatku melongok ke arah luar. Kami melalui puluhan rumah bergaya tradisional di sepanjang jalan. beberapa diantaranya adalah rumah yang begitu besar, namun beberapa juga tampak kecil dan kumuh. Apa lokasi syutingnya juga diperluas? Pikirku bingung.Hingga kereta masuk ke sebuah pekarangan rumah yang begitu besar dan megah. Aku diminta untuk turun lebih dahulu, jadi aku menurutinya. Kulihat rumah itu dengan seksama. Sebuah rum

  • Bertahan hidup di zaman majapahit   perjalanan waktu

    Mojokerto, 15 juni 2025. Hari kerja memang terasa berat, tapi kali ini rasanya jauh berbeda, kakiku begitu kaku seakan terpasak di bumi, enggan untuk mengayun. "Seperti orang bodoh aku kembali kemari" gumanku lirih. Mataku menjelajah ke sekeliling, hiruk pikuk manusia yang berlalu-lalang merusak suasana pedesaan yang seharusnya asri. Mereka saling berteriak satu sama lain dengan oktaf tinggi layaknya suku barbar. "Kenapa aku bersikeras bersikap profesional sedangkan mereka tidak?" aku melanjutkn keluh kesahku pada angin lalu sembari menyelidik semua orang yang ada di tempat ini. Aku masih ingat kali pertama aku menginjakkan kakiku di tempat ini, saat itu semuanya tampak begitu asing. Enam bulan berlalu, hal yang sebelumnya tampak asing berubah karib. Di titik ini, aku bahkan dapat mengucap nama mereka hanya dengan melihat siluet dari kejauhan. Aku kembali menghela napas dalam. Setengah mati aku beradaptasi, siapa sangka tempat ini dapat berubah menjadi neraka dalam semalam. Aku

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status