Share

04. Model Majalah Dewasa

“Siapa Nolan yang kamu maksud? Saya?”

Violet terbelalak ketika pria lain datang.

“Bukan. Memang yang namanya Nolan cuma Anda.” Violet sengaja terlihat sinis.

“Saya juga Nolan. Arnolan Bregi.”

Sepertinya meladeni dua pria sinting sekaligus akan menyusahkan. Violet harus segera pergi dari kafe. Jangan sampai Nolan memergokinya di tempat ini.

“Maaf, aku harus cepat-cepat pergi, permisi.” Violet melewati begitu saja dua pria yang mengganggunya.

“Mau ke mana? Saya bisa jadi Nolan yang kamu maksud!”

Violet mengabaikannya. Dia kesal setengah mati.

***

Violet sebenarnya ingin menyembunyikan apa yang selama ini ia rasakan dari Grey. Namun, setelah berpikir ulang, Violet tidak bisa terus mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja saat Grey bertanya.

Sejak semalam kepala Violet terus berkecamuk. Dia tidak mau membuat Grey kecewa, tetapi ia juga tidak bisa menjadikan itu semakin menambah bebannya. Violet tahu ini sulit, ia tahu bagaimana Grey. Namun, daripada terlalu memikirkan reaksi Grey, Violet lebih berusaha untuk tidak menyakiti diri sendiri lagi.

Langkah Violet belum sepenuhnya mantap, masih setengah-setengah, tetapi ia mencoba berani. Grey ada di kursi kerjanya, sedang memainkan cangkir kopi, kesempatan yang tidak boleh Violet sia-siakan. Waktunya sangat tepat.

“Tumben ke sini? Jadi sekretaris bukannya sibuk?” sindir Grey, tepat ketika Violet baru saja sampai. Violet sengaja menghampiri Grey sebelum ke ruang kerjanya.

“Sibuk. Sangat sibuk. Aku tidak punya waktu seperti dulu. Harus menemani Nolan ke mana pun dia pergi. Di mana ada Nolan, di situ ada aku. Capek,” keluh Violet.

Grey tersenyum tipis kemudian mengambil cangkir berisi kopi di atas mejanya. Aroma kopi langsung menyeruak. Grey menyeruput kopi panas itu sedikit demi sedikit, tidak sampai tandas.

“Rasanya ingin kembali ke pekerjaanku yang dulu.” Violet masih mengeluarkan keluh kesahnya.

Grey menaruh lagi cangkirnya ke atas meja. “Sudah enak menjadi sekretaris. Kenapa malah ingin kembali lagi?”

“Aku bingung,” ucap Violet jujur.

Sekarang Grey juga bingung dengan jawaban Violet. Keningnya kontan berkerut. “Bingung kenapa?”

“Aku akan jujur sekarang, tapi janji tidak boleh marah.” Violet mewanti-wanti lebih dulu. Takut jika Grey akan memarahinya setelah tahu kebenarannya.

Dengan ragu-ragu Grey mengangguk. Itu adalah tanda persetujuan dari Grey, tetapi Violet masih belum percaya. Dia memastikan sekali lagi. “Janji ya?”

Grey mendengus kesal. Ponsel di saku kanannya lebih menarik ketimbang menunggu apa yang akan Violet katakan. “Sebenarnya apa yang ingin kau bicarakan? Kalau tidak mau mengatakannya—sudah, jangan dipaksa.”

Grey terlanjur kesal. Violet tahu Grey kesal.

Violet lantas memeluk Grey dari belakang. “Iya, Iya, maaf.” Violet mengatakan itu sambil terkikik.

Satu lengan Violet kemudian melepas dari leher Grey. Masih dari posisinya Violet terdiam sembari menggigit bibir. Violet tentu sedang menimbang, butuh waktu sekian detik sampai akhirnya bersuara.

“Sebenarnya aku bingung dengan diriku sendiri, Grey. Tentang misi kita.”

Mendengar itu, Grey terkesiap. Diam-diam Grey menyimak meski bola mata dan jemari panjangnya sedang sibuk dengan ponsel keluaran terbaru miliknya.

“Aku ingin dekat dengan Nolan. Tapi, saat dia mencoba membangun hubungan baik denganku, aku malah takut. Aku takut kalau Nolan memberikan harapan padaku—“

“Justru bagus. Itu artinya usaha kita ada perkembangan,” sela Grey. Sejak awal Grey memang masih melihat keraguan di mata Violet. Namun, Grey tetap memaksa, terus memberi dorongan sampai akhirnya Violet setuju. Grey percaya jika Violet hanya butuh waktu.

Kini Violet memutar tubuhnya menghadap Grey. Bokong sekalnya menyangga di tepian meja. “Itu yang menjadi permasalahannya. Aku takut dengan harapan itu Nolan akan mematahkan hatiku, menghancurkanku.”

Grey mengerutkan kening lagi. “Kenapa kau terdengar sangat yakin Nolan akan melakukannya?”

Mutlak, Violet gelagapan. Ucapannya jadi tidak jelas. “A-aku—bukan. Ah, maksudnya mungkin dugaan. Menduga-duga saja.”

Raut wajah Grey langsung berubah penuh selidik. “Violet!” tegas Grey.

Tentu Violet tidak bisa lari dari Grey. Pada akhirnya ia harus memberi tahu Grey apa yang ia lihat kemarin. “Setelah menjadi sekretaris Nolan, aku tahu beberapa hal. Nolan sudah punya kekasih. Kekasih yang benar-benar kekasih atau hanya sekadar main-main. Aku juga tahu Nolan tidak menghargai seorang wanita. Tapi, aku tetap ingin bersamanya. Dan kemarin aku membuntuti Nolan bertemu dengan kekasihnya. Aku melihat mereka bermesraan. Mereka berciuman.”

Grey memandang Violet tidak percaya. “Kau membuntuti Nolan?” Nada suara Grey meninggi. Namun, ia kemudian sadar dan mengurangi frekuensinya. “Kau berani sekali, Let.”

Violet sudah menduga reaksi Grey akan seperti ini. Dia sudah siap. “Aku penasaran bagaimana rupa wanita itu.” Violet mengungkapkannya setengah frustrasi.

“Apa yang kau dapat setelah menjadi penguntit?” Entah mengapa Grey tidak habis pikir dengan Violet.

“Aku ingin berhenti. Tapi, aku tidak bisa berhenti. Aku berharap Nolan mau melihatku. Tapi, aku juga takut saat Nolan memberi harapan. Aku bingung dengan diriku sendiri. Apa yang aku mau sebenarnya.”

Melihat Violet yang menunduk lemah, Grey tahu Violet berada di posisi sulit. Menyangkut perasaan, terkadang memang tidak bisa dipahami, Grey mengerti soal itu.

“Kau hanya masih ragu. Cobalah untuk yakin. Hilangkan semua pikiran burukmu, tentang kemungkinan terburuk.” Grey memang tidak pernah gagal memberikan nasihat.

“Aku juga berpikir begitu.” Itulah yang Violet pikirkan selama ini. “Apa itu artinya kita tunda misi kita dulu sampai aku benar-benar siap?”

Pendapat Violet sangat tidak tepat. Grey jelas menolak. “Tidak. Bagaimanapun misi tetap harus berjalan. Sia-sia saja aku membantumu sampai membelikan baju seksi yang harganya mahal itu.”

“Akan aku ganti, Grey.”

“Kau boleh menggantinya kalau sudah resmi menjadi pacar, kekasih, boleh juga pas sudah jadi istri Bos Nolan.”

Oke, Violet rasa ia tidak punya pilihan. Apa pun yang Grey katakan seperti perintah mutlak bagi Violet.

“Grey, aku butuh pil penguat kalau begitu.”

Tanpa dijelaskan sekalipun Grey paham maksud dari Violet. Pil penguat bagi Violet adalah pelukan dari Grey. Pelukan yang mampu memberikan kekuatan dalam keadaan sulit. Pelukan ajaib yang membantu mewujudkan hal yang bahkan mustahil sekalipun.

Di tengah pelukan hangat yang terjalin, Violet ingat sesuatu yang mengganjal, itu ingin ia tanyakan pada Grey sekarang. Dengan terpaksa Violet menjauhkan tubuhnya dari Grey meski ia masih membutuhkannya.

“Grey, aku merasa pernah bertemu dengan kekasih Nolan sebelumnya. Wajahnya familier sekali.” Violet menunjukkan foto Aruna yang sempat ia ambil. Bahkan, Violet sendiri tidak ingat jika ia pernah mengambil foto Aruna. Dia sadar ketika semalam tidak sengaja membuka galeri ponselnya.

“Ini kekasih Nolan?” Grey terlihat terkejut setelah Violet menunjukkan foto Aruna.

“Kau kenal siapa dia?”

“Tentu saja. Dia ini model yang majalahnya aku beli sebulan sekali. Model majalah dewasa, Aruna Viktor.”

Gadiahli

Aku berharap kalian suka, ya. Ah, aku terlalu berharap. Maklumi karena masih amatir dalam menulis, dear.

| Like

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status