Home / Romansa / Bra Merah di Ranjang Presdir / 03. Rencana Balas Dendam

Share

03. Rencana Balas Dendam

Author: Riri Kramer
last update Last Updated: 2025-07-24 23:52:06

Usai mengecek langsung ke lokasi proyek, Raka mengajak Tari kembali ke kantor. Namun, Tari segera menolak.

Tari bercerita pada Raka bahwa dia punya janji temu dengan salah seorang temannya. Sayangnya Baskara sedang melakukan penjagaan ketat pada Tari lewat sambungan GPS. Makanya dia sempat minta tolong Raka untuk membawa ponselnya kembali ke kantor. Dengan begitu Baskara tidak akan curiga apa pun padanya.

Raka menyanggupi. Sebagai bawahan yang juga sering terkena omelan maut Baskara, Raka tahu persis Tari tidak ingin hidupnya habis hari ini juga.

Kini Tari sudah bertemu dengan Mona di sebuah kafe yang tidak jauh dari lokasi proyeknya.

"Gue harus apa, Mon? Bahkan dia naruh chip di HP gue buat ngelacak tempat mana aja yang gue datengi, jam berapa aja, dan dia selalu monitoring apa pun yang gue lakuin."

Tisu di atas meja sudah habis lima. Begitu mereka bertemu dan saling memeluk satu sama lain, Tari tidak bisa mengendalikan diri lagi.

Wanita itu langsung menceritakan semua sikap bejat bosnya ke Mona. Termasuk tindakan Baskara kemarin malam. Layaknya perempuan normal pada umumnya, jelas Tari menyimpan trauma yang cukup mendalam bila diajak berhubungan dengan cara terpaksa.

"Tar, lo dipantau sama dia dan lo tetep ngajak gue buat ketemuan? Lo bodoh ya?" Mona menyambar.

Detik itu juga Tari menggeleng. "Lo tenang aja, Mon. Kali ini gue bisa minta tolong Pak Raka buat bawa HP gue. Kebetulan Pak Raka langsung balik ke perusahaan. Jadi kita nggak bakal ketahuan bos sialan itu."

Tari tidak mau repot-repot menjelaskan siapa Raka dan mengapa dia ada bersamanya. Mona juga terlihat tidak begitu tertarik.

Yang menarik atensi Mona sampai detik ini adalah Baskara. Baskara Samudra yang beberapa minggu terakhir menjadi trending topik di seluruh kanal media lantaran isu miring tentang kehidupan pribadinya.

"Jadi, apa rencana lo setelah ini, Tar?"

Tari diam sebentar. Bahkan sampai detik ini dia belum merencanakan apa pun karena merasa dirinya terlalu lemah.

"Gue nggak tau. Itulah kenapa gue minta tolong lo. Lo kan kerja di media. Gue yakin lo tau caranya hapus semua jejak skandal itu."

Satu-satunya cara supaya bisa terlepas dari Baskara adalah dengan menghapus semua jejak skandalnya.

Sialnya Mona malah menjawab, "Asal lo tau, Tar. Hapus semua jejak skandal Baskara Samudra itu ... terlalu mustahil!"

Seperti ada sesuatu yang hilang di ujung kerongkongan Tari. Mona baru saja mengatakan sesuatu yang sialnya ... sangat masuk akal juga bagi Tari.

"Kecuali kalo pake duit ratusan juta rupiah buat ngebungkam semua media massa! Pertanyaannya, emang lo bisa?"

"Jadi maksud lo ... gue bakalan terjebak selamanya di hidup bos sialan itu?"

Bos sialan mungkin julukan yang masih terlalu apik untuk Baskara. Tari lebih suka dengan julukan Pria Bajingan.

Pria yang secara brutal memainkan tubuh Tari di atas ranjang. Catat, dengan paksaan! Pria yang secara lancang merenggut keperawanannya.

Tari bersumpah di kehidupan Baskara selanjutnya, dia akan menjadi pengemis sampah dan dikucilkan oleh semua orang.

"Tar, lo lupa kakak lo siapa? Hah?"

Tari kembali fokus dengan pembahasan serius mereka. Mona yang tidak kunjung mendapatkan jawaban Tari mendengus kasar.

"Ruby itu jaksa, Tar! Kalo Baskara ngelakuin kekerasan, lo bisa tuntut dia ke hadapan hukum! Gue yakin kakak lo bakalan lebih tau soal ini."

Tari memicingkan mata. Dia ragu cara ini akan berhasil. Secara satu banding delapan dari kekayaan Baskara saja sudah bisa membungkam hakim. Dia bisa menyewa pengacara paling mahal. Lebih lagi seluruh saksi akan dimusnahkan olehnya dalam satu kali kedip.

Namun, Mona belum selesai. Wanita dua puluh lima tahun itu kembali berkata, "Tapi, karena lo udah terlanjur masuk kandang harimau, gue punya ide yang jauh lebih gila lagi."

"Apa?" Tari bertanya penasaran.

"Buat Baskara benar-benar terpikat sama lo! Buat dia benar-benar mencintai lo dan ... peras hartanya! Manfaatin kekayaan Baskara! Buat dia bener-bener takluk sama lo!"

Ide ini terdengar ... gila!

"Setelah itu, buat dia jadi orang paling menderitadi dunia!"

"Ma ... maksud lo, balas dendam?"

"Seratus! Jangan mau harga diri lo sebagai seorang wanita diinjak-injak sekalipun sama bos lo sendiri, Tar!"

Keinginan Tari hanya satu. Pergi dari kehidupan pria berengsek itu dan tidak akan pernah kembali menemuinya lagi.

Namun, ide Mona berbanding terbalik seratus delapan puluh derajat.

Dicintai seorang presiden direktur kejam yang punya banyak catatan kriminal sebagai pelaku pelecehan seksual? Dicintai oleh seorang bajingan yang telah melahap tiga wanita sekaligus dalam satu malam?

Itu terdengar konyol. Namun, jika dipikir lebih jauh lagi ..., ide Mona adalah satu-satunya ide brilian yang sangat ingin Tari realisasikan.

Memeras kekayaan sultan yang paling dia benci. Memanfaatkan semua harta yang dia punya. Lalu menghancurkan hidupnya hingga nyawa Baskara hancur tak bersisa.

"Pertanyaannya ..., apakah bisa?" Tari mengutarakan pertanyaan klise pada lawan biacaranya.

Mona tertawa kecil, menunjuk Tari perlahan menggunakan telunjuk kanannya.

"Lo sendiri yang tau jawabannya, Tar."

Sialnya hati Tari menjawab, 'Bisa!'

Dopamin Tari menyala-nyala. Seketika dia mulai merancang pergerakan apa saja yang akan dia lakukan untuk menaklukkan hati bosnya.

Segelas jus jeruk di atas meja tidak disentuh sama sekali. Es batunya mulai mencair. Namun, Tari sama sekali tak acuh.

Tari menatap lurus ke arah Mona. Sekilas bola matanya seperti berkata, 'Gue pasti bisa!'

Tari rasa dia tidak perlu menunggu kehidupan selanjutnya untuk menyaksikan kesengsaraan Baskara. Dia bersumpah Baskara akan hancur sehancur-hancurnya di kehidupan sekarang. Baskara akan menanggung rasa sakit sepuluh kali lipat lebih besar dari yang Tari rasakan.

"Ngomong-ngomong, gimana rasanya keperawanan lo diambil sama Baskara Samudra?"

Selepas menyeruput sisa esnya di gelas, Mona kembali membuka suara.

Tari mengernyitkan kening. "Maksud lo apa, Mon?"

"Maksud gue ..., gimana permainan dia? Gimana tubuh seorang Baskara?" tanya Mona antusias.

Di detik ini Tari menganga. Kenapa suasana serius sebelumnya sangat cepat berubah?

"Gue yakin dia sangat-sangat kekar, hot, dan penuh gairah! Iya kan, Tar?"

Mona mencondongkan kepala setelah beberapa saat menoleh kanan dan kiri, memastikan kafe saat itu tidak terlalu ramai.

Setelah itu Mona berbisik, "Mungkin ini terdengar sinting, tapi jujur aja gue pengen ngerasain tubuh presdir ganteng kayak Baskara Samudra."

Plak!

Tari refleks menampar pipi Mona.

"Gue rasa lo sakit jiwa, Mon!"

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bra Merah di Ranjang Presdir   05. Panggilan Spesial?

    Karena gairah Baskara semakin meningkat, pria itu tidak bisa mengendalikan dirinya lagi. Terlebih Tari berkali-kali mendesah tanpa perlawanan sedikit pun.Baskara segera membawa Tari ke dalam kamar. Dia sudah lupa dengan masakannya di atas kompor ataupun cucian yang masih belum rampung di wastafel.Begitu sampai kamar, tubuh Tari langsung dibanting ke ranjang dan Baskara kembali menyesapi sekujur tubuhnya dengan lebih liar lagi.Baskara mulai melepas satu per satu pakaian yang membalut Tari. Setelah itu dia beralih melucuti dirinya sendiri.Wanita itu mengenakan bra yang hampir serupa seperti kemarin malam. Berwarna merah, dengan sedikit hiasan di tengahnya. Bra itulah yang membuat Baskara semakin  dan bermain jauh lebih beringas dari sebelum-sebelumnya.Begitu seluruh pakaian mereka terlepas, adegan panas kembali terjadi. Tari hanya bisa pasrah karena pertahanan Baskara jauh lebih kuat dari dirinya."Tuan ..., sakit ....""Biar aku ajari cara bermain yan

  • Bra Merah di Ranjang Presdir   04. Kelemahan Baskara

    "Saya baru saja melihat riwayat lokasi yang kamu kunjungi. Sudah satu jam yang lalu kamu tiba di perusahaan, tapi kenapa kamu tidak kunjung kembali ke ruangan saya?" Sudah Tari duga. Satu langkah masuk ruangan saja omelan sang Bos langsung meledak. Tari memaki, yang tentunya hanya dalam hati. "Tadi ada karyawan yang mengajak saya mengobrol, Tuan." Alibi Tari. Mata Baskara tidak lepas dari komputer di mejanya. Wajahnya terasa semakin mencekam begitu mendengar jawaban Tari. "Di mana?" "Di lobi." Baskara tertawa garing. Tari akui dia salah. Sejak tadi ponselnya dipegang oleh Raka. Yang mana Raka sendiri langsung kembali ke ruangannya begitu tiba di kantor. Beberapa menit lalu Tari memang sempat masuk ruangan Raka dan meminta ponselnya kembali. Sialnya Tari tidak sempat membuat alasan yang cukup logis supaya bosnya itu tidak curiga kenapa Tari bisa ada di ruangan Raka. "Saya yakin GPS yang saya pasang sangat akurat. Kenapa kamu ke ruangannya

  • Bra Merah di Ranjang Presdir   03. Rencana Balas Dendam

    Usai mengecek langsung ke lokasi proyek, Raka mengajak Tari kembali ke kantor. Namun, Tari segera menolak. Tari bercerita pada Raka bahwa dia punya janji temu dengan salah seorang temannya. Sayangnya Baskara sedang melakukan penjagaan ketat pada Tari lewat sambungan GPS. Makanya dia sempat minta tolong Raka untuk membawa ponselnya kembali ke kantor. Dengan begitu Baskara tidak akan curiga apa pun padanya. Raka menyanggupi. Sebagai bawahan yang juga sering terkena omelan maut Baskara, Raka tahu persis Tari tidak ingin hidupnya habis hari ini juga. Kini Tari sudah bertemu dengan Mona di sebuah kafe yang tidak jauh dari lokasi proyeknya. "Gue harus apa, Mon? Bahkan dia naruh chip di HP gue buat ngelacak tempat mana aja yang gue datengi, jam berapa aja, dan dia selalu monitoring apa pun yang gue lakuin." Tisu di atas meja sudah habis lima. Begitu mereka bertemu dan saling memeluk satu sama lain, Tari tidak bisa mengendalikan diri lagi. Wanita itu langsung m

  • Bra Merah di Ranjang Presdir   02. Misi Terselubung

    "Vendor mengadu ke bagian WD dua terkait keterlambatan laporan bulanan, Pak Bas. Data penjualan yang seharusnya sudah kita setor dua minggu yang lalu baru dikirim lima hari kemarin." Salah seorang penanggung jawab dari bagian manajemen pemasaran menemui Baskara ke ruangannya. Saat ini Baskara tengah menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi sambil memejamkan mata. Sesaat dia menghela napas setelah mendengar pengaduan yang sama seperti dua minggu lalu. "Bawa salah satu pimpinan bagian keuangan ke hadapan saya sekarang juga!" "Baik, Pak Bas." Orang itu segera menunduk, memberikan penghormatan pada Baskara lalu pamit pergi. Tentu Baskara tidak memberikan penghormatan balik. Pria itu memang terkesan cukup keras biarpun usianya masih sangat muda. Meski saat ini posisi duduk Tari cukup jauh dari Baskara, tetapi wanita itu bisa mendengar jelas umpatan yang baru saja keluar. "Buatkan saya kopi hitam seperti biasa!" Baskara memerintah tanpa menoleh

  • Bra Merah di Ranjang Presdir   01. Ancaman Sang Presdir

    "Berani-beraninya kamu melanggar peraturan yang saya buat!"Plak!"Ampun, Tuan, saya memang bersalah. Ampun ..., mohon ampuni saya.""Tidak ada kata ampun untukmu, Perempuan Sialan! Hari ini kamu harus membayar semua kesalahanmu!"Baskara mendorong tubuh asistennya ke kasur. Kini Tari tidak bisa berbuat apa-apa lagi selain pasrah. Tenaga semakin melemah lantaran sang Bos menindasnya habis-habisan."Jangan harap setelah ini kamu bisa lepas dari saya, Tari!"Tubuh Tari ditelentangkan. Kedua kakinya dihimpit menggunakan paha besar Baskara. Sementara, tangannya dicengkeram kuat-kuat hingga Tari tidak mampu berkutik lagi.Tari menangis sejadi-jadinya. Dia terus menggigit bibir, mengamit doa supaya Tuhan menurunkan pertolongan dalam bentuk apa pun. Demi Tuhan dia tidak mau dihabisi oleh bosnya malam ini."Saya tidak akan puas kalau pertanggungjawabanmu hanya sebatas menghapus semua skandal tentang saya di media! Saya baru bisa puas kalau kamu ...."Tari

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status