Kalau ditanya tentang tujuan hidup, mungkin Tari hanya punya satu jawaban. Yaitu mencari uang sebanyak-banyaknya.
Bukan tanpa alasan. Sejak kecil hidupnya sudah serba kekurangan. Memasuki dunia perkuliahan pun dia harus banyak-banyak menelan pil pahit karena harus mencari biaya kuliahnya sendiri. Di samping itu, dia harus diteror sekian banyak rentenir setiap harinya. Ibu sudah terlalu banyak berutang sampai Tari bingung harus membayar dengan cara apa lagi setelah menggadaikan laptop dan televisi. Hidup tidak adil, memang. Di saat teman-teman seusianya hanya sibuk belajar dan hura-hura, Tari harus bekerja sepanjang malam di berbagai tempat. Sampai kemudian seorang pria menawarinya pekerjaan jadi bartender di sebuah club malam. Tak cukup sampai di situ. Dia juga memberinya iming-iming kos mewah di dekat kampus. Semula Tari menolak, tetapi mengingat gaji yang cukup besar, akhirnya dia menyetujuinya. Selama dua minggu, pekerjaan Tari sebagai bartender tidak terlalu buruk. Para pekerja yang lain juga memperlakukan Tari dengan sangat baik. Namun, separuh ketakutan Tari tiba-tiba saja terbukti benar. Tiba-tiba saja pria itu mendatangi Tari sambil membawa amplop berisi segepok uang. Jelas harus ada imbalan yang setimpal. "Layani saya malam ini, maka kamu akan mendapatkan tiga puluh juta ini langsung. Secara cash." Pada saat itu Tari banyak-banyak membuat pertimbangan. Jika dia menolak tawaran pria itu, artinya Tari menyia-nyiakan kesempatan emas yang jelas-jelas sudah ada di depan mata. Namun, jika dia menerimanya .... Sama saja Tari menjual diri pada pria itu. Lantas apa bedanya dia dengan sang ibu? Tari itu mahasiswa cerdas dari Fakultas Ekonomi. Tentu saja dia tidak mau harga dirinya diinjak-injak oleh orang lain. Makanya saat itu Tari bersikeras menolak. Namun, tentu saja pria itu memaksa dengan berbagai macam cara. Sampai tibalah pria yang diketahui bernama Baskara Samudra. Datang bak pahlawan kesiangan. Meninju telak muka pria itu sampai babak belur. Lalu membawa Tari keluar bar dan meninggalkannya begitu saja di jalanan. "Dasar wanita lemah! Dirayu sedikit saja luluh. Ditindas hanya bisa sujud-sujud sambil minta ampun. Payah!" Begitulah kalimat yang Baskara ucapkan. Tentu saja dengan gaya angkuh andalannya. Setelah itu dia pergi begitu saja memasuki mobil mewahnya. Ya, Tari tahu persis dia adalah Baskara Samudra. Banyak diperbincangkan reporter karena sudah berganti istri sebanyak dua kali dan punya kehidupan malam yang sangat gelap. Dalam satu minggu dia punya paling tidak tiga wanita berbeda untuk melayaninya. Lalu ... kata-kata barusan datang dari mulutnya sendiri? Apa bedanya Baskara dengan pria yang menindas Tari di bar? Konyolnya, Tari menganggap pertolongan tidak terduga dari Baskara adalah angin segar. Dia langsung mencari tahu banyak hal tentang pria itu di internet. Hingga muncullah satu pekerjaan menggiurkan. Baskara mencari pembantu pribadi dengan bayaran yang tidak main-main. Tugasnya cukup sederhana. Menata ruang kerja setiap pagi dan sore, membawakan barang-barang Baskara, dan menjadi pelayan Baskara di jam kerja. Jelas Tari tergiur. Sejak saat itulah Tari berani mengambil risiko besar. Di samping kabar miring yang beredar bahwa pembantu maupun asisten pribadi Baskara sering dipecat secara tidak terhormat, Tari memberanikan diri untuk melamar posisi itu. Demi membayar uang wisudanya. Demi biaya hidupnya di ibukota. Demi melunasi utang-utang Ibu. Juga demi masa depannya. Sampai suatu ketika Tari lulus, dia resmi diangkat menjadi asisten pribadi Baskara. Bukan tanpa alasan, tetapi karena wanita itu cukup cerdas dan banyak membantu Baskara mengurus semua pekerjaannya. Selamat, Tari! Kamu resmi masuk kandang macan! 'Dasar wanita lemah! Dirayu sedikit saja luluh. Ditindas hanya bisa sujud-sujud sambil minta ampun. Payah!' Kata-kata dari Baskara beberapa tahun yang lalu adalah bukti bahwa semua pria sama saja! Buktinya, Baskara juga sering menindasnya! Baskara sering membuat Tari tidak berdaya! Bahkan Baskara sendiri lah yang merenggut keperawanan Tari. Jadi sewaktu Baskara bilang, "Bulan depan kita akan menikah." Tari tidak mau pasrah begitu saja. 'Lihat saja, Baskara Samudra! Lihat bagaimana wanita payah ini melakukan permainan yang sesungguhnya! Wanita payah ini akan menjadikanmu pria paling menderita di dunia! Dunia terus berputar. Suatu hari nanti, kelak aku yang akan menjadi nyonya besar dan kau akan menjadi pemulung jalanan! Camkan itu!' Setelah menikah, Tari akan menunjukkan amukan singa yang sesungguhnya pada seorang Baskara Samudra!"Selamat atas pernikahan kita, Sayang."Baskara menyusuri sepanjang tubuh Tari yang masih berbalut gaun mewah merah menyala. Baskara meniup pelan telinga Tari sebelum bibirnya berhenti di pipi sisi kiri.Cup!Satu kecupan mendarat. Disertai gigitan kecil hingga Tari melenguh geli. Refleks tangan Tari mendorong tubuh Baskara."Mas, aku mau ganti baju. Permisi."Tari hendak melangkah pergi, tetapi tubuhnya lebih dulu dikurung oleh tangan kekar Baskara."Mau aku bantu melepaskan bajumu?" tanyanya dengan tatapan mesum.Tari memalingkan muka. "Tidak perlu!"Bruk!Tubuh Tari didorong keras ke ranjang hingga dia jatuh tertelentang. Ini yang dimau Baskara.Pria itu kembali menaiki tubuh Tari dengan senyum kemenangan.Ya, hari ini Tari dan Baskara resmi menikah. Tentu secara sembunyi-sembunyi karena Baskara tidak mau pernikahannya yang keem
Kalau ditanya tentang tujuan hidup, mungkin Tari hanya punya satu jawaban. Yaitu mencari uang sebanyak-banyaknya.Bukan tanpa alasan. Sejak kecil hidupnya sudah serba kekurangan. Memasuki dunia perkuliahan pun dia harus banyak-banyak menelan pil pahit karena harus mencari biaya kuliahnya sendiri.Di samping itu, dia harus diteror sekian banyak rentenir setiap harinya. Ibu sudah terlalu banyak berutang sampai Tari bingung harus membayar dengan cara apa lagi setelah menggadaikan laptop dan televisi.Hidup tidak adil, memang. Di saat teman-teman seusianya hanya sibuk belajar dan hura-hura, Tari harus bekerja sepanjang malam di berbagai tempat.Sampai kemudian seorang pria menawarinya pekerjaan jadi bartender di sebuah club malam. Tak cukup sampai di situ. Dia juga memberinya iming-iming kos mewah di dekat kampus. Semula Tari menolak, tetapi mengingat gaji yang cukup besar, akhirnya dia menyetujuinya.Selama dua mingg
Karena gairah Baskara semakin meningkat, pria itu tidak bisa mengendalikan dirinya lagi. Terlebih Tari berkali-kali mendesah tanpa perlawanan sedikit pun.Baskara segera membawa Tari ke dalam kamar. Dia sudah lupa dengan masakannya di atas kompor ataupun cucian yang masih belum rampung di wastafel.Begitu sampai kamar, tubuh Tari langsung dibanting ke ranjang dan Baskara kembali menyesapi sekujur tubuhnya dengan lebih liar lagi.Baskara mulai melepas satu per satu pakaian yang membalut Tari. Setelah itu dia beralih melucuti dirinya sendiri.Wanita itu mengenakan bra yang hampir serupa seperti kemarin malam. Berwarna merah, dengan sedikit hiasan di tengahnya. Bra itulah yang membuat Baskara semakin dan bermain jauh lebih beringas dari sebelum-sebelumnya.Begitu seluruh pakaian mereka terlepas, adegan panas kembali terjadi. Tari hanya bisa pasrah karena pertahanan Baskara jauh lebih kuat dari dirinya."Tuan ..., sakit ....""Biar aku ajari cara bermain yan
"Saya baru saja melihat riwayat lokasi yang kamu kunjungi. Sudah satu jam yang lalu kamu tiba di perusahaan, tapi kenapa kamu tidak kunjung kembali ke ruangan saya?" Sudah Tari duga. Satu langkah masuk ruangan saja omelan sang Bos langsung meledak. Tari memaki, yang tentunya hanya dalam hati. "Tadi ada karyawan yang mengajak saya mengobrol, Tuan." Alibi Tari. Mata Baskara tidak lepas dari komputer di mejanya. Wajahnya terasa semakin mencekam begitu mendengar jawaban Tari. "Di mana?" "Di lobi." Baskara tertawa garing. Tari akui dia salah. Sejak tadi ponselnya dipegang oleh Raka. Yang mana Raka sendiri langsung kembali ke ruangannya begitu tiba di kantor. Beberapa menit lalu Tari memang sempat masuk ruangan Raka dan meminta ponselnya kembali. Sialnya Tari tidak sempat membuat alasan yang cukup logis supaya bosnya itu tidak curiga kenapa Tari bisa ada di ruangan Raka. "Saya yakin GPS yang saya pasang sangat akurat. Kenapa kamu ke ruangannya
Usai mengecek langsung ke lokasi proyek, Raka mengajak Tari kembali ke kantor. Namun, Tari segera menolak. Tari bercerita pada Raka bahwa dia punya janji temu dengan salah seorang temannya. Sayangnya Baskara sedang melakukan penjagaan ketat pada Tari lewat sambungan GPS. Makanya dia sempat minta tolong Raka untuk membawa ponselnya kembali ke kantor. Dengan begitu Baskara tidak akan curiga apa pun padanya. Raka menyanggupi. Sebagai bawahan yang juga sering terkena omelan maut Baskara, Raka tahu persis Tari tidak ingin hidupnya habis hari ini juga. Kini Tari sudah bertemu dengan Mona di sebuah kafe yang tidak jauh dari lokasi proyeknya. "Gue harus apa, Mon? Bahkan dia naruh chip di HP gue buat ngelacak tempat mana aja yang gue datengi, jam berapa aja, dan dia selalu monitoring apa pun yang gue lakuin." Tisu di atas meja sudah habis lima. Begitu mereka bertemu dan saling memeluk satu sama lain, Tari tidak bisa mengendalikan diri lagi. Wanita itu langsung m
"Vendor mengadu ke bagian WD dua terkait keterlambatan laporan bulanan, Pak Bas. Data penjualan yang seharusnya sudah kita setor dua minggu yang lalu baru dikirim lima hari kemarin." Salah seorang penanggung jawab dari bagian manajemen pemasaran menemui Baskara ke ruangannya. Saat ini Baskara tengah menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi sambil memejamkan mata. Sesaat dia menghela napas setelah mendengar pengaduan yang sama seperti dua minggu lalu. "Bawa salah satu pimpinan bagian keuangan ke hadapan saya sekarang juga!" "Baik, Pak Bas." Orang itu segera menunduk, memberikan penghormatan pada Baskara lalu pamit pergi. Tentu Baskara tidak memberikan penghormatan balik. Pria itu memang terkesan cukup keras biarpun usianya masih sangat muda. Meski saat ini posisi duduk Tari cukup jauh dari Baskara, tetapi wanita itu bisa mendengar jelas umpatan yang baru saja keluar. "Buatkan saya kopi hitam seperti biasa!" Baskara memerintah tanpa menoleh