"Selamat atas pernikahan kita, Sayang."
Baskara menyusuri sepanjang tubuh Tari yang masih berbalut gaun mewah merah menyala. Baskara meniup pelan telinga Tari sebelum bibirnya berhenti di pipi sisi kiri. Cup! Satu kecupan mendarat. Disertai gigitan kecil hingga Tari melenguh geli. Refleks tangan Tari mendorong tubuh Baskara. "Mas, aku mau ganti baju. Permisi." Tari hendak melangkah pergi, tetapi tubuhnya lebih dulu dikurung oleh tangan kekar Baskara. "Mau aku bantu melepaskan bajumu?" tanyanya dengan tatapan mesum. Tari memalingkan muka. "Tidak perlu!" Bruk! Tubuh Tari didorong keras ke ranjang hingga dia jatuh tertelentang. Ini yang dimau Baskara. Pria itu kembali menaiki tubuh Tari dengan senyum kemenangan. Ya, hari ini Tari dan Baskara resmi menikah. Tentu secara sembunyi-sembunyi karena Baskara tidak mau pernikahannya yang keempat di-blow up media. Reputasinya urusan percintaan sudah cukup buruk di hadapan banyak orang. Dia tidak mau ada drama baru lagi yang tersebar di internet. Apalagi setelah malam panasnya dengan tiga wanita di bar kala itu. Ya, walaupun Baskara punya obsesi yang cukup besar dengan para wanita, tetapi sedikitnya dia masih punya akal sehat untuk tidak membuat ulah terlalu banyak. "Jangan berpaling dariku, Tari." Baskara mencekal dagu Tari kuat-kuat menggunakan tangan kiri. Sementara, tangan kanannya sudah menelusup masuk ke dalam gaun sang istri. Oh, Tari hampir lupa. Lebih dari dua jam yang lalu Baskara telah menyampaikan ikrar pernikahan dan Tari resmi menjadi seorang nyonya. "Syarat menjadi istri Seorang Baskara Samudra cukup sederhana, Sayang. Kau cukup melayaniku setiap kali aku ingin bermain." Tari tidak terkejut lagi. Berganti pasangan sebanyak tiga kali dan berselingkuh dengan lebih dari empat orang setiap minggunya bisa jadi bukti. Bahwa Baskara ... sakit jiwa! "Selebihnya ini semua adalah hakmu. Kekayaanku, semua barang yang aku miliki, tempat tinggal, dan semuanya," lanjut Baskara dengan nada perlahan, lembut, dan diam-diam menusuk. Senyum sinting Baskara segera terbit. Lantas timbul sebuah embusan napas penuh nafsu. Tari meremas seprei kasur kuat-kuat. "Selamat, kamu resmi menjadi Nyonya Samudra." Cup! Kembali Baskara mencium bibir sang istri. Kali ini jauh lebih panas lagi. Dengan menyusupinya. Menelannya. Juga membuat Tari ikut merasa nikmat. Namun, sedetik kemudian Tari sadar. Bahwa dia hanya boneka Baskara. "Jangan lupa bahwa ini hanya pernikahan kontrak, Mas!" Tari mendorong tubuh Baskara ke belakang. Kali ini dia berhasil menatap tajam mata Baskara meski tidak bisa menahan butir bening di kelopaknya. "Begitu aku berhasil menghapus semua skandalmu di sosial media, aku akan menceraikanmu!" tegas Tari dengan suara bergetar. Dia ingat janjinya. Dia akan selalu memegang tekadnya kuat-kuat. Selepas ini Baskara akan menjadi manusia paling malang di dunia! "Oh ya? Kamu pikir kamu bisa? Hm?" Baskara tertawa kencang sembari meraba sepanjang dada Tari. Ya, Tari tidak lupa. Tari tahu kekuasaan Baskara segila apa dan se-powerfull apa. Namun, roda terus berputar, bukan? "Ternyata anjing kecil ini sudah pandai berbicara," gumam Baskara persis ke telinga Tari. Kini Baskara menurunkan resleting gaun Tari. Lengan gaunnya dilepas satu per satu dengan mata berbinar. "Tugasmu hanya mendesah di tempat tidur. Bukankah itu sangat nikmat, Sayang?" Ini aneh. Biasanya Baskara akan langsung membuang teman tidurnya begitu sudah digunakan. Dia tidak mau memakai perempuan yang sudah menjadi 'barang bekas'. Sekalipun yang menggunakan pertama kali adalah dirinya sendiri. Namun, dengan Tari berbeda. Usai melucuti gaun pengantin Tari, kini Baskara beralih membuka kemeja yang dia kenakan dan melepaskan celananya sendiri. Lantas ... bercinta dengan penuh nikmat. "Eunghh ...." Tari kembali melenguh ketika buah dadanya diisap oleh sang suami. Wanita itu benar-benar ingin menghindar, tetapi fisiknya sangat payah. Baskara beralih mengendus sepanjang tubuh Tari hingga kepalanya berakhir di bagian bawah sana. Di bagian yang sudah hampir basah. Baskara hendak mencicipinya dengan mulut, tetapi .... "Aku tidak mau!" Kaki Tari refleks menendang tubuh Baskara hingga pria itu tersungkur ke belakang. Baskara memelototkan mata. "Dasar anjing kecil tidak tahu diri! Berani-beraninya kau menendangku!" Murka. Bukannya balas memukul, menendang, atau menghukum Tari, Baskara justru membuat pemainannya semakin brutal. "Eunghh ...." Tari kesulitan melawan. "Tidak! Aku tidak mau! Aku tidak mau!" "Jangan membantah! Enam ronde untuk malam ini!" Tubuh Tari dipenjara paksa hingga tidak bisa bergerak seinci pun. Baskara gila! Baskara benar-benar sakit jiwa! Permainan brutal itu terus membelenggu Tari. Semakin dianiaya. Semakin digempur habis-habisan hingga Tari sulit bernapas. Tari sudah tidak bisa membendung tangisnya lagi. Wajahnya memerah dan tubuhnya sudah lemas tak berdaya biarpun masih ronde pertama. Hingga tak berselang lama .... Brak! Pintu kamar terbuka dari arah luar. Seorang wanita dengan dress selutut berjalan cepat menghampiri Baskara dan .... Plak! "Dasar pria tidak tahu diri!" Baskara mematung tiga-empat detik begitu mantan istrinya menampar pipi Baskara sambil memaki keras-keras. ***"Selamat atas pernikahan kita, Sayang."Baskara menyusuri sepanjang tubuh Tari yang masih berbalut gaun mewah merah menyala. Baskara meniup pelan telinga Tari sebelum bibirnya berhenti di pipi sisi kiri.Cup!Satu kecupan mendarat. Disertai gigitan kecil hingga Tari melenguh geli. Refleks tangan Tari mendorong tubuh Baskara."Mas, aku mau ganti baju. Permisi."Tari hendak melangkah pergi, tetapi tubuhnya lebih dulu dikurung oleh tangan kekar Baskara."Mau aku bantu melepaskan bajumu?" tanyanya dengan tatapan mesum.Tari memalingkan muka. "Tidak perlu!"Bruk!Tubuh Tari didorong keras ke ranjang hingga dia jatuh tertelentang. Ini yang dimau Baskara.Pria itu kembali menaiki tubuh Tari dengan senyum kemenangan.Ya, hari ini Tari dan Baskara resmi menikah. Tentu secara sembunyi-sembunyi karena Baskara tidak mau pernikahannya yang keem
Kalau ditanya tentang tujuan hidup, mungkin Tari hanya punya satu jawaban. Yaitu mencari uang sebanyak-banyaknya.Bukan tanpa alasan. Sejak kecil hidupnya sudah serba kekurangan. Memasuki dunia perkuliahan pun dia harus banyak-banyak menelan pil pahit karena harus mencari biaya kuliahnya sendiri.Di samping itu, dia harus diteror sekian banyak rentenir setiap harinya. Ibu sudah terlalu banyak berutang sampai Tari bingung harus membayar dengan cara apa lagi setelah menggadaikan laptop dan televisi.Hidup tidak adil, memang. Di saat teman-teman seusianya hanya sibuk belajar dan hura-hura, Tari harus bekerja sepanjang malam di berbagai tempat.Sampai kemudian seorang pria menawarinya pekerjaan jadi bartender di sebuah club malam. Tak cukup sampai di situ. Dia juga memberinya iming-iming kos mewah di dekat kampus. Semula Tari menolak, tetapi mengingat gaji yang cukup besar, akhirnya dia menyetujuinya.Selama dua mingg
Karena gairah Baskara semakin meningkat, pria itu tidak bisa mengendalikan dirinya lagi. Terlebih Tari berkali-kali mendesah tanpa perlawanan sedikit pun.Baskara segera membawa Tari ke dalam kamar. Dia sudah lupa dengan masakannya di atas kompor ataupun cucian yang masih belum rampung di wastafel.Begitu sampai kamar, tubuh Tari langsung dibanting ke ranjang dan Baskara kembali menyesapi sekujur tubuhnya dengan lebih liar lagi.Baskara mulai melepas satu per satu pakaian yang membalut Tari. Setelah itu dia beralih melucuti dirinya sendiri.Wanita itu mengenakan bra yang hampir serupa seperti kemarin malam. Berwarna merah, dengan sedikit hiasan di tengahnya. Bra itulah yang membuat Baskara semakin dan bermain jauh lebih beringas dari sebelum-sebelumnya.Begitu seluruh pakaian mereka terlepas, adegan panas kembali terjadi. Tari hanya bisa pasrah karena pertahanan Baskara jauh lebih kuat dari dirinya."Tuan ..., sakit ....""Biar aku ajari cara bermain yan
"Saya baru saja melihat riwayat lokasi yang kamu kunjungi. Sudah satu jam yang lalu kamu tiba di perusahaan, tapi kenapa kamu tidak kunjung kembali ke ruangan saya?" Sudah Tari duga. Satu langkah masuk ruangan saja omelan sang Bos langsung meledak. Tari memaki, yang tentunya hanya dalam hati. "Tadi ada karyawan yang mengajak saya mengobrol, Tuan." Alibi Tari. Mata Baskara tidak lepas dari komputer di mejanya. Wajahnya terasa semakin mencekam begitu mendengar jawaban Tari. "Di mana?" "Di lobi." Baskara tertawa garing. Tari akui dia salah. Sejak tadi ponselnya dipegang oleh Raka. Yang mana Raka sendiri langsung kembali ke ruangannya begitu tiba di kantor. Beberapa menit lalu Tari memang sempat masuk ruangan Raka dan meminta ponselnya kembali. Sialnya Tari tidak sempat membuat alasan yang cukup logis supaya bosnya itu tidak curiga kenapa Tari bisa ada di ruangan Raka. "Saya yakin GPS yang saya pasang sangat akurat. Kenapa kamu ke ruangannya
Usai mengecek langsung ke lokasi proyek, Raka mengajak Tari kembali ke kantor. Namun, Tari segera menolak. Tari bercerita pada Raka bahwa dia punya janji temu dengan salah seorang temannya. Sayangnya Baskara sedang melakukan penjagaan ketat pada Tari lewat sambungan GPS. Makanya dia sempat minta tolong Raka untuk membawa ponselnya kembali ke kantor. Dengan begitu Baskara tidak akan curiga apa pun padanya. Raka menyanggupi. Sebagai bawahan yang juga sering terkena omelan maut Baskara, Raka tahu persis Tari tidak ingin hidupnya habis hari ini juga. Kini Tari sudah bertemu dengan Mona di sebuah kafe yang tidak jauh dari lokasi proyeknya. "Gue harus apa, Mon? Bahkan dia naruh chip di HP gue buat ngelacak tempat mana aja yang gue datengi, jam berapa aja, dan dia selalu monitoring apa pun yang gue lakuin." Tisu di atas meja sudah habis lima. Begitu mereka bertemu dan saling memeluk satu sama lain, Tari tidak bisa mengendalikan diri lagi. Wanita itu langsung m
"Vendor mengadu ke bagian WD dua terkait keterlambatan laporan bulanan, Pak Bas. Data penjualan yang seharusnya sudah kita setor dua minggu yang lalu baru dikirim lima hari kemarin." Salah seorang penanggung jawab dari bagian manajemen pemasaran menemui Baskara ke ruangannya. Saat ini Baskara tengah menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi sambil memejamkan mata. Sesaat dia menghela napas setelah mendengar pengaduan yang sama seperti dua minggu lalu. "Bawa salah satu pimpinan bagian keuangan ke hadapan saya sekarang juga!" "Baik, Pak Bas." Orang itu segera menunduk, memberikan penghormatan pada Baskara lalu pamit pergi. Tentu Baskara tidak memberikan penghormatan balik. Pria itu memang terkesan cukup keras biarpun usianya masih sangat muda. Meski saat ini posisi duduk Tari cukup jauh dari Baskara, tetapi wanita itu bisa mendengar jelas umpatan yang baru saja keluar. "Buatkan saya kopi hitam seperti biasa!" Baskara memerintah tanpa menoleh