Share

02. Misi Terselubung

Author: Riri Kramer
last update Last Updated: 2025-07-24 23:47:03

"Vendor mengadu ke bagian WD dua terkait keterlambatan laporan bulanan, Pak Bas. Data penjualan yang seharusnya sudah kita setor dua minggu yang lalu baru dikirim lima hari kemarin."

Salah seorang penanggung jawab dari bagian manajemen pemasaran menemui Baskara ke ruangannya.

Saat ini Baskara tengah menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi sambil memejamkan mata. Sesaat dia menghela napas setelah mendengar pengaduan yang sama seperti dua minggu lalu.

"Bawa salah satu pimpinan bagian keuangan ke hadapan saya sekarang juga!"

"Baik, Pak Bas."

Orang itu segera menunduk, memberikan penghormatan pada Baskara lalu pamit pergi. Tentu Baskara tidak memberikan penghormatan balik. Pria itu memang terkesan cukup keras biarpun usianya masih sangat muda.

Meski saat ini posisi duduk Tari cukup jauh dari Baskara, tetapi wanita itu bisa mendengar jelas umpatan yang baru saja keluar.

"Buatkan saya kopi hitam seperti biasa!" Baskara memerintah tanpa menoleh sedikit pun pada Tari.

Ragu-ragu Tari menjawab, "Tuan, saya kesulitan berjalan dan badan saya pegal-pegal sejak Tuan ...."

"Sejak saya apa? Mau saya gendong sampai dapur supaya semua karyawan melihat?"

Kali ini Baskara menoleh persis, menyadari raut wajah Tari terlihat ketakutan.

"Eng ..., tidak! Saya bisa jalan sendiri." Tari segera menyergah.

Dia tidak bisa membayangkan bagaimana gemparnya seisi kantor ini bila Baskara menggendongnya menuju dapur. Setelah meniduri tiga wanita sekaligus, Baskara Samudra juga memikat asistennya sendiri. Begitulah kiranya tajuk berita bila cerita itu sungguhan tersebar.

Baskara bangkit dari kursinya lalu berjalan pelan menuju keberadaan Tari. Saat ini Tari sedang kesulitan berdiri dari sofa panjang di sudut ruangan.

"Ingat, Tari! Jangan pernah buka mulut soal ancaman saya, perjanjian, sekaligus tindakan saya ke kamu semalam!" tegas Baskara.

Telapak tangan Baskara menangkup dagu wanita itu. Refleks Tari menjatuhkan tubuhnya kembali ke sofa. Sekujur tubuhnya kembali bergetar.

Tatapan mata Baskara memang begitu menusuk. Rasanya Tari sangat dipenjara. Apalagi ketika kepala pria itu didekatkan dan ... nyaris saja bibir Tari bersentuhan dengan bibir Baskara.

"Cepat buatkan kopi untuk saya!" tegas Baskara sekali lagi.

Setelah itu dia membuang dagu Tari mentah-mentah dan kembali menduduki kursi kebesarannya.

Tidak ingin mengambil risiko lebih jauh lagi, Tari bergegas bangkit dari sofa dan langsung melangkah menuju dapur. Begitu tiba di dapur barulah dia bisa bernapas lega.

Selama dua tahun bekerja dengan Baskara, Tari sama sekali tidak merasakan kepuasan biarpun gajinya sangat tinggi. Benar kata mantan asistennya yang seingat Tari bernama Sisca. Baskara Samudra itu menyeramkan. Jangan coba-coba berhubungan dengannya jika tidak ingin hidup diporak-poranda olehnya.

Kini Tari merasakannya.

Sambil mengaduk kopi yang baru diseduh, Tari menekan kontak seseorang di ponselnya. Nama Mona tertampil di layar ponsel. Hanya kurang dari satu menit Mona langsung menjawab teleponnya.

"Mon, lo ada waktu buat ketemu?"

Tari mendengarkan jawaban dari seberang. Setelah itu dia kembali bicara.

"Ada sesuatu yang pengen gue ceritain ke lo. Please, Mon, bisa ya?"

Agaknya Mona masih sedikit mempertimbangkan jadwalnya. Namun, pada akhirnya Tari merasa senang karena sahabat karibnya itu menyetujui ajakannya.

"Oke, nanti sore kita ketemu di kafe biasanya," jawab Tari.

Pembahasan di telepon cukup singkat. Tari memang berniat menceritakan semuanya pada sahabat karibnya itu secara langsung. Tentang sikap buruk Baskara, ancaman Baskara, hingga kelakuan Baskara kemarin malam. Tari rasa Mona akan menjadi teman cerita yang paling baik.

"Iya. Thanks ya, Mon," pungkas Tari. Setelah itu dia menutup panggilan teleponnya dan kembali memasukkan benda pipih itu ke saku celana.

Setelah itu Tari mengangkat nampan berisi secangkir kopi menuju ruangan pribadi Baskara.

Ketika Tari tiba di ambang pintu, wanita itu mengetuk tiga kali. Lantaran tidak ada jawaban dia memutuskan untuk langsung masuk ke dalam dengan kedua tangan sibuk mencekal ujung nampan kuat-kuat.

"Saya beri surat peringatan untuk kedua kalinya! Kalau setelah ini kamu masih melakukan kesalahan, saya pastikan kamu akan langsung di-PHK hari itu juga!"

Tari ikut tersentak kaget meskipun orang yang baru saja Baskara marahi adalah manajer keuangan.

Selain tegas, kasar, dan beringas, sisi kemanusiaan pria itu memang sudah putus.

Bila Tari berada di posisi manajer tersebut, bos kurang ajarnya itu akan langsung Tari laporkan ke pemilik perusahaan. Atau lebih kejamnya lagi, Tari akan membakar tubuh Baskara hidup-hidup.

Oke, cukup! Khayalan itu sangat-sangat mustahil.

Setelah Baskara mengusir manajer itu, suasana ruangan kembali hening. Baskara kembali menyandarkan tubuh ke kursi. Kali ini kakinya dinaikkan ke atas meja dan matanya terpejam sempurna.

Masih semuda itu, tetapi pria itu sudah terlihat sangat stres dan keseringan marah. Tari rasa Baskara akan jauh lebih cepat tua ketimbang usianya.

"Ini kopinya, Tuan."

Tari meletakkan cangkir kopi itu ke tepi meja. Baskara hanya menggerakkan tangannya ke udara, memberi isyarat kalau Tari disuruh kembali ke tempatnya.

Tari pun berlalu membawa nampan kecil itu. Usai dia letakkan asal ke atas meja, dia kembali menduduki sofa dan bergelut dengan tablet di tangannya.

Tari kembali mengecek beberapa berkas yang perlu approval Baskara. Sebagian sudah selesai, sebagian lagi masih belum.

Namun, pikirannya tidak benar-benar fokus dengan layar tablet. Dia terus memikirkan Mona dan cara apa yang bisa Tari gunakan supaya bisa menjauh dari Baskara.

Sore ini. Jika Tari berkata jujur ingin menemui temannya, jelas Baskara tidak akan memberikan izin. Terlebih usai insiden menyebalkan kemarin malam.

Hingga sebuah pesan masuk memenuhi kolom notifikasi tabletnya. Nama Raka terpampang jelas. Dia salah satu bawahan Baskara yang bertanggung jawab atas pembangunan properti di Cilandak.

'Ngontrol pelaksanaan proyek?' batin Tari sambil menoleh ke arah bosnya.

Tari langsung mendapatkan ide bagus supaya bisa bertemu dengan Mona.

"Maaf, Tuan."

Tari melangkah dan mendekati Baskara lagi. Seketika pria itu membuka mata dan menoleh datar ke arah Tari.

"Pak Raka meminta Tuan untuk mengontrol pelaksanaan proyek di lapangan seperti biasa. Katanya kalau bisa secepatnya," ucap Tari.

Baskara menghela napas.

"Itu tugasmu. Saya akan memantau dari jauh saja."

Tepat! Sesuai dugaan Tari. Setiap kali ada tugas yang mengharuskan Baskara turun langsung ke lapangan, dia tidak akan ragu minta Tari menggantikannya.

Ini yang diharapkan Tari. Dengan begitu, setelah pemantauan proyek berakhir, Tari punya kesempatan menemui Mona.

"Kalau begitu sore ini saya izin datang ke lokasi, Tuan."

Baskara tidak menjawab. Pria itu segera menurunkan kedua kakinya dan meraih ponsel di atas meja.

"Bimo, sore ini antar asisten saya ke Cilandak!"

Pria itu mengirim voice note ke Bimo, sopir pribadinya yang kebetulan hari ini sedang menganggur.

Tari segera menggeleng. "Em ..., tidak perlu, Tuan. Dengar-dengar sore ini Pak Raka juga datang ke lokasi. Jadi saya bisa sekalian bareng beliau."

Bila diantar Bimo, jelas peluang bertemu Mona akan jauh lebih kecil. Selain itu, Bimo juga tidak akan ragu mengadu pada Baskara kalau Tari ingin menemui seseorang di kafe.

Kali ini Baskara bangkit dari kursinya. Dia kembali mendekati Tari. Kembali memenjara pandangan Tari.

"Kamu nggak berencana kabur dari saya kan?"

Dengan mulut bergetar Tari menjawab, "Demi Tuhan tidak, Tuan. Saya tidak ada niatan kabur sama sekali."

Baskara berdecih.

Pria itu semakin memajukan tubuhnya, sedangkan Tari berusaha mundur. Namun, Baskara tidak menyerah mengejarnya. Semakin Tari mundur, posisi tubuh Baskara semakin mendekat.

Hingga ... tubuh Tari terbentur dinding. Kini posisinya dengan Baskara hanya menyisakan sekian senti, nyaris tidak ada celah sedikit

"Saya ragu ucapanmu ini bisa dipertanggungjawabkan," bisik Baskara pelan.

Baskara merebut ponsel di tangan kiri Tari, lalu merogoh sakunya. Dia mengeluarkan sebuah chip yang entah untuk apa. Tari tidak bisa memprosesnya.

"Chip ini saya pasang GPS dan saya letakkan ke ponsel kamu. Saya akan melacak semua pergerakanmu. Mulai dari ke mana saja kamu pergi, pukul berapa, dan apa saja yang kamu lakukan."

Tari meneguk ludah.

Apakah secara tidak langsung Baskara mengatakan kalau ... Tari akan selalu dipantau?

"Jangan coba-coba berbohong kalau kamu tidak ingin habis di tangan saya!" tegas Baskara pelan, tetapi sangat-sangat menusuk di telinga Tari.

Usai memasang chip itu, Baskara kembali menyerahkan ponsel Tari dengan sedikit memaksa. Setelah itu, lagi dan lagi. Dia cekal ujung dagu Tari dan mengangkat kepala wanita itu sejauh tiga puluh derajat.

"Kamu tidak akan bisa lepas dariku, Sayang."

Sebuah kecupan mendarat di bibir Tari. Lalu Baskara beralih mengecup sepanjang paras Tari hingga menerus ke leher mulusnya.

Baskara menghirup aromanya. Memainkan menggunakan bibirnya. Hingga membuat Tari mendesah karena terasa sangat menggelitik.

Tanpa sadar, Baskara sudah menangkup dua gunung kembar Tari dan meremasnya keenakan.

"Aku tidak sabar bermain dengan tubuhmu lagi nanti malam."

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bra Merah di Ranjang Presdir   05. Panggilan Spesial?

    Karena gairah Baskara semakin meningkat, pria itu tidak bisa mengendalikan dirinya lagi. Terlebih Tari berkali-kali mendesah tanpa perlawanan sedikit pun.Baskara segera membawa Tari ke dalam kamar. Dia sudah lupa dengan masakannya di atas kompor ataupun cucian yang masih belum rampung di wastafel.Begitu sampai kamar, tubuh Tari langsung dibanting ke ranjang dan Baskara kembali menyesapi sekujur tubuhnya dengan lebih liar lagi.Baskara mulai melepas satu per satu pakaian yang membalut Tari. Setelah itu dia beralih melucuti dirinya sendiri.Wanita itu mengenakan bra yang hampir serupa seperti kemarin malam. Berwarna merah, dengan sedikit hiasan di tengahnya. Bra itulah yang membuat Baskara semakin  dan bermain jauh lebih beringas dari sebelum-sebelumnya.Begitu seluruh pakaian mereka terlepas, adegan panas kembali terjadi. Tari hanya bisa pasrah karena pertahanan Baskara jauh lebih kuat dari dirinya."Tuan ..., sakit ....""Biar aku ajari cara bermain yan

  • Bra Merah di Ranjang Presdir   04. Kelemahan Baskara

    "Saya baru saja melihat riwayat lokasi yang kamu kunjungi. Sudah satu jam yang lalu kamu tiba di perusahaan, tapi kenapa kamu tidak kunjung kembali ke ruangan saya?" Sudah Tari duga. Satu langkah masuk ruangan saja omelan sang Bos langsung meledak. Tari memaki, yang tentunya hanya dalam hati. "Tadi ada karyawan yang mengajak saya mengobrol, Tuan." Alibi Tari. Mata Baskara tidak lepas dari komputer di mejanya. Wajahnya terasa semakin mencekam begitu mendengar jawaban Tari. "Di mana?" "Di lobi." Baskara tertawa garing. Tari akui dia salah. Sejak tadi ponselnya dipegang oleh Raka. Yang mana Raka sendiri langsung kembali ke ruangannya begitu tiba di kantor. Beberapa menit lalu Tari memang sempat masuk ruangan Raka dan meminta ponselnya kembali. Sialnya Tari tidak sempat membuat alasan yang cukup logis supaya bosnya itu tidak curiga kenapa Tari bisa ada di ruangan Raka. "Saya yakin GPS yang saya pasang sangat akurat. Kenapa kamu ke ruangannya

  • Bra Merah di Ranjang Presdir   03. Rencana Balas Dendam

    Usai mengecek langsung ke lokasi proyek, Raka mengajak Tari kembali ke kantor. Namun, Tari segera menolak. Tari bercerita pada Raka bahwa dia punya janji temu dengan salah seorang temannya. Sayangnya Baskara sedang melakukan penjagaan ketat pada Tari lewat sambungan GPS. Makanya dia sempat minta tolong Raka untuk membawa ponselnya kembali ke kantor. Dengan begitu Baskara tidak akan curiga apa pun padanya. Raka menyanggupi. Sebagai bawahan yang juga sering terkena omelan maut Baskara, Raka tahu persis Tari tidak ingin hidupnya habis hari ini juga. Kini Tari sudah bertemu dengan Mona di sebuah kafe yang tidak jauh dari lokasi proyeknya. "Gue harus apa, Mon? Bahkan dia naruh chip di HP gue buat ngelacak tempat mana aja yang gue datengi, jam berapa aja, dan dia selalu monitoring apa pun yang gue lakuin." Tisu di atas meja sudah habis lima. Begitu mereka bertemu dan saling memeluk satu sama lain, Tari tidak bisa mengendalikan diri lagi. Wanita itu langsung m

  • Bra Merah di Ranjang Presdir   02. Misi Terselubung

    "Vendor mengadu ke bagian WD dua terkait keterlambatan laporan bulanan, Pak Bas. Data penjualan yang seharusnya sudah kita setor dua minggu yang lalu baru dikirim lima hari kemarin." Salah seorang penanggung jawab dari bagian manajemen pemasaran menemui Baskara ke ruangannya. Saat ini Baskara tengah menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi sambil memejamkan mata. Sesaat dia menghela napas setelah mendengar pengaduan yang sama seperti dua minggu lalu. "Bawa salah satu pimpinan bagian keuangan ke hadapan saya sekarang juga!" "Baik, Pak Bas." Orang itu segera menunduk, memberikan penghormatan pada Baskara lalu pamit pergi. Tentu Baskara tidak memberikan penghormatan balik. Pria itu memang terkesan cukup keras biarpun usianya masih sangat muda. Meski saat ini posisi duduk Tari cukup jauh dari Baskara, tetapi wanita itu bisa mendengar jelas umpatan yang baru saja keluar. "Buatkan saya kopi hitam seperti biasa!" Baskara memerintah tanpa menoleh

  • Bra Merah di Ranjang Presdir   01. Ancaman Sang Presdir

    "Berani-beraninya kamu melanggar peraturan yang saya buat!"Plak!"Ampun, Tuan, saya memang bersalah. Ampun ..., mohon ampuni saya.""Tidak ada kata ampun untukmu, Perempuan Sialan! Hari ini kamu harus membayar semua kesalahanmu!"Baskara mendorong tubuh asistennya ke kasur. Kini Tari tidak bisa berbuat apa-apa lagi selain pasrah. Tenaga semakin melemah lantaran sang Bos menindasnya habis-habisan."Jangan harap setelah ini kamu bisa lepas dari saya, Tari!"Tubuh Tari ditelentangkan. Kedua kakinya dihimpit menggunakan paha besar Baskara. Sementara, tangannya dicengkeram kuat-kuat hingga Tari tidak mampu berkutik lagi.Tari menangis sejadi-jadinya. Dia terus menggigit bibir, mengamit doa supaya Tuhan menurunkan pertolongan dalam bentuk apa pun. Demi Tuhan dia tidak mau dihabisi oleh bosnya malam ini."Saya tidak akan puas kalau pertanggungjawabanmu hanya sebatas menghapus semua skandal tentang saya di media! Saya baru bisa puas kalau kamu ...."Tari

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status