Home / Urban / Brondong Kampung Kaya Raya / Tugas Membeli Makan Siang

Share

Tugas Membeli Makan Siang

Author: BliDek
last update Huling Na-update: 2023-09-06 11:51:42

“Apa anda tidak tahu siapa dia?” Bella yang melihat Raffi ingin memukul Aji segera menghampiri dan memisahkan keduanya. 

“Memangnya siapa dia?” Raffi menaikkan sebelah alisnya, menatap Bella penasaran. 

Tangan pria itu sibuk merapikan jas dan dasi kemudian membersihkan jas dari debu. 

“Dia in —”

“Saya OB baru. Saya belum tahu kebiasaan pak Raffi. Maaf, Pak.” Aji memotong ucapan Bella. 

Pandangan Bella beralih menatap Aji heran. Ia melihat Aji menggeleng pelan kemudian paham dengan keinginan pemuda itu. 

“Bereskan barang-barangmu, setelah itu ikut saya!” Pandangannya beralih kepada Raffi, dengan mata menyipit menatap Raffi tajam. 

“Sebaiknya anda belajar menjaga sikap anda, tuan Raffi.” Bella berbaik, ia keluar mendahului Aji walau begitu ia masih bisa mendengar Raffi menggerutu bahkan menghinanya. 

Aji meletakkan trolinya di pantry sesuai perintah Bella. Ia segera menyusul tangan kanan tuan Wisnu itu ke lift dan masuk. 

Entah kemana Bella membawanya yang jelas wanita itu menekan tombol 25. Keheningan menjeda mereka berdua sampai bunyi bel lift meramaikan box besi itu. 

“Silahkan, Tuan Muda.” Penuh hormat, Bella mempersilahkan Aji jalan terlebih dahulu. 

Sebuah ruangan besar menyambut Aji. Begitu ia keluar dari lift sebuah meja setengah lingkaran menyambutnya dengan dua orang wanita berpakaian formal seperti Bella. 

Di samping meja ada lorong yang tidak terlalu panjang. Dari tempatnya berdiri, Aji bisa melihat pintu kayu mewah di ujung lorong.

“Mari, Tuan Muda. Tuan Wisnu sudah menunggu anda.” Tangan Bella terjulur mempersilahkan Aji jalan lebih dulu menuju lorong. 

Aji tersenyum kaku mendengar panggilan Bella. Rasa aneh mendengar panggilan itu. 

“Aji! Kamu sudah disini, Nak? Papa senang sekali kamu mau bergabung sama perusahaan papa!” Wisnu menyambut Aji dengan pelukan hangat. 

Wisnu mengurai pelukan, ia memperhatikan penampilan Aji yang tampak berbeda dengan saat pertama kali mereka bertemu. 

Kening Wisnu berkerut, wajah cerianya berubah suram melihat seragam yang Aji kenakan. 

“Bella, panggil Pak Agus.” Suara Wisnu terdengar tidak senang. 

Sedang Aji mendadak khawatir karena pria yang ingin Wisnu temui adalah manajer HRD yang menerimanya bekerja. 

“Ini penghinaan! Berani sekali dia memberikan posisi office boy untuk calon pewaris Hutama Group!” ujar Wisnu geram. 

Nafas pria itu berubah berat karena amarahnya yang sedang meledak. 

“Tu — tuan, jangan begitu.” Aji mencoba menenangkan Wisnu. Ia menggeleng pelan melarang Bella menghubungi pak Agus. 

“Biar saya mulai dari bawah saja sambil belajar. Saya, kan hanya lulusan SMA, kalau langsung dapat posisi tinggi malah bikin tuan malu.”

Mata Wisnu berubah sayu. Ia tidak tega melihat putra yang selama ini ia cari bekerja kasar seperti ini. Tetapi  harus mengakui apa yang Aji katakan itu benar. 

Wisnu melunak, ia setuju dengan permintaan Aji. Membiarkan putranya bekerja dari bawah sambil belajar. 

Sebelum Aji kembali ke pantry yang ada di lantai lima, Wisnu memberikan black card. 

“Ini punya Saras. Dulu, sebelum pergi dia meninggalkan ini dan semua pemberian papa. Sekarang papa serahkan ini untuk kamu.” 

Aji tidak langsung menerima kartu berwarna hitam itu. Mendengar nama ibunya disebut mendadak Aji menjadi kesal. 

Hinaan seluruh warga kampung termasuk uti Warsi terdengar lagi di telinganya. 

“Tidak perlu, Tuan. Saya akan berusaha mencari uang dengan cara saya sendiri.” Pemuda itu berkata ketus. Ia segera pamit membuat Wisnu heran dengan perubahan sikap Aji. 

Suara gelak tawa teman-teman sesama OB menyambut Aji ketika ia tiba di pantry. Beberapa rekan OB sedang beristirahat di sana setelah menyelesaikan tugas di lantai masing-masing. 

“Gimana? Serukan beresin ruang kerja tuan Raffi?” Jamil tertawa mengejek. Ia menyiku teman yang duduk disebelahnya melihat wajah kesal Aji. 

Aji duduk di kursi kosong sambil membuang nafas panjang. Ia tersenyum kaku menjawab teman-teman kerjanya.

Belum lima menit Aji duduk, Jamil sudah menyuruh Aji ke ruangan marketing dan mencatat pesanan makan siang tim marketing. 

Jamil juga membagi tugas kepada OB yang lain untuk pergi ke divisi yang berbeda.

“Setelah kamu catat, langsung kamu beli. Paham?” Jamil membubarkan para office boy itu untuk segera melakukan pekerjaan mereka.

Aji melihat catatannya. Divisi marketing ada di lantai 6. Ia menuju lift dan menekan angka 6. Sambil menunggu, ia menyiapkan buku kecil yang ia bawa dari rumah dan juga bolpoin.

Aji mengetuk pintu sebelum masuk. Ia berdiri sambil melihat kubikel-kubikel berwarna putih yang membatasi ruang kerja setiap karyawan.

Ada juga karyawan yang sedang rapat di ruang rapat kecil dengan pintu dan jendela kaca. Entah apa yang sedang mereka bahas, Aji tidak bisa mendengar dari luar tapi dari wajahnya Aji bisa menebak mereka sedang serius. 

“Woi, ngapain lu berdiri disana?” Seorang laki-laki yang kebetulan lewat di depan Aji menghampirinya. 

“Lu OB baru, ya?” tanyanya sambil mengamati wajah Aji yang asing untuknya. 

Aji mengangguk mengiyakan. Ia mengatakan tujuannya yang disambut sorak sorai oleh karyawan yang sedang serius bekerja. 

“Wah asik!! Gue mau gue mau nasi padang, dong! Lauknya paru.”

Aji segera mencatat pesanan setiap orang dengan rapi. Ia juga masuk ke ruang rapat untuk menanyakan pemesanan. Jangan sampai ada karyawan yang tertinggal. 

Ia berdiri di tengah ruangan menunggu para karyawan memberikan uang namun tak ada satu orang pun yang menghampirinya. 

“Ngapain lu masih di sini? Sana berangkat! Jangan sampe lewat jam istirahatnya lewat.” Salah satu dari mereka mengusir Aji. Ia mendorong Aji sampai pintu. Membukakan pintu lalu mengulurkan tangan memerintahkan Aji pergi. 

Aji berdiri di depan pintu lift sambil menatap catatan panjang pesanan makan siang. Pertama ia harus membeli semua ini ditempat yang berbeda. 

Tangan Aji bergerak menggaruk alis hitam dan tebalnya. Menggosok bagian tengah dahi sambil memijatnya pelan, memikirkan cara mencari ongkos transportasi. 

TING! 

Lamunan Aji buyar saat mendengar dentik suara pintu lift. Di dalam lift, Aji kembali berpikir bagaimana ia caranya ia membeli pesanan ini. 

Ia menutup mata dengan telapak tangan mencoba mencari ide cemerlang. Sayangnya sampai tiba di lantai dasar, Aji belum juga menemukan ide bagus. 

Sudah lima menit Aji berdiri di depan pintu utama tetapi tak kunjung menyetop taksi atau pindah ke pinggir jalan untuk mencari angkot. 

“Tuan muda, apa yang sedang anda lakukan di sini?” 

Suara Bella mengagetkan Aji. Ia menoleh, melengkungkan bibir sambil melihat sekitar takut ada yang mendengar panggilan Bella kepada. 

Dengan cepat Aji menceritakan tujuannya hendak keluar kantor. Belum selesai bercerita, Bella mengambil catatan dari tangan Aji. 

“Ikuti saya, Tuan Muda.” 

Bella membawa Aji ke coffee shop yang ada di seberang jalan. Ia kemudian mengeluarkan

 ponsel dan memesan semua makanan yang tertulis di catatan Aji. 

“Tu — tunggu sebentar, Nona. Jangan asal memesan. Se —sebetulnya saya tidak punya uang untuk membayar semua pesanan itu.” Aji menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Ia menunduk malu. 

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Brondong Kampung Kaya Raya   Aji Kalah!

    “Untuk apa uang sebanyak itu?” Aji sedang menghadapi tatapan mata tajam Bella. Mereka sedang duduk di sebuah cafe. Wanita itu langsung menuju ke bank, begitu mendapatkan pemberitahuan penarikan dalam jumlah besar.Dengan membawa tas berukuran besar, Aji terpaksa ikut dengan Bella, dan disinilah ia sekarang, di sidang oleh orang kepercayaan papanya.“Kalau anda tidak mau mengatakannya, aku akan melaporkan ini kepada tuan Wisnu.” Aji mendelik mendengar ancaman Bella. Ia sudah mempersiapkan diri jika papa Wisnu, tetapi baru mendengar ancaman Bella saja sudah membuat Aji ciut.Ia menyerah, Aji dengan cepat menceritakan alasannya memerlukan uang sebanyak itu. Dengan gamblang ia bercerita mulai dari ia yang menangkap basah Raffi sedang bercinta dengan istrinya sampai tugas untuk melunasi tagihan tante Kalina.BRAGH!Bella menggebrak meja saking marahnya setelah mendengarkan cerita Raffi. “Kenapa tidak bercerai saja? Memangnya berapa uang pinalti yang harus dibayar, hah?!” Aji bisa mende

  • Brondong Kampung Kaya Raya   Aku Anak Wisnu Hutama!

    "100 juta!" ucapan Raffi membuat para penagih hutang itu tertarik. "Aku akan memberikan uang 100 juta, jika kalian memberikan kami waktu tambahan sampai besok siang."Kedua penagih hutang itu saling pandang. Saling bertanya lewat gestur tubuh, haruskan mereka menerima tawaran Raffi. "Jangan coba membohongi kami! Hutang kalian saja tidak bisa kalian bayar, bagaimana mungkin kalian bisa memberikan kami 100 juta?""Mereka memang tidak bisa, tetapi aku bisa!" ujar Raffi dengan sangat yakin. Kedua penagih hutang itu memperhatikan Raffi dari atas sampai bawah. Melihat jam tangan yang Raffi kenakan, mereka akhirnya memutuskan untuk percaya. "Datang besok jam tiga sore. Aku akan bayarkan hutang mereka dan 100 juta untuk kalian."Kesepakatan tercapai! Kedua penagih hutang akhirnya pergi meninggalkan rumah Radhia. Raffi mengambil paksa ponsel Aji. Ia tidak ingin anak kampung ini meminta bantuan dari Bella apalagi papanya. "Waktumu sampai besok jam tiga sore!" Raffi menonaktifkan ponsel m

  • Brondong Kampung Kaya Raya   Mencium Kaki Raffi

    “Hari ini aku akan membuatmu mencium kakiku!” ucap Raffi dengan sangat yakin dan kesombongan.Setelah masuk ke kamar mandi, ia mendorong Aji keluar dengan kasar sampai nyaris terjatuh.Rahang Aji terjatuh melihat Raffi bisa mandi sendiri. Ia mengira pria itu tidak berdaya, Aji baru sadar kalau Raffi sedang mengerjainya.Ia memilih menunggu di depan kamar, tidak mungkin ia menunggu Raffi mandi dan berganti pakaian. Ia masih waras dan lebih suka melon kembar daripada tongkat sakti! “Hai Anak Kampung, cepat masuk!” Raffi berteriak dari dalam kamar.Aji tidak langsung masuk, ia sengaja membiarkan Raffi menunggu dan kembali berteriak memanggilnya. Ia baru masuk setelah Raffi melempar sesuatu sampai mengenai pintu.“Ada apa?” jawab Aji malas.Raffi memerintahkan Aji untuk membawanya ke ruang makan. Ia akan sarapan bersama dengan Radhia dan keluarganya.“Bukannya kamu bisa jalan sendiri?” sahut Aji, ia enggan menjadi pelayan Raffi apalagi ia lihat sendiri Raffi bisa berjalan.“Jangan banyak

  • Brondong Kampung Kaya Raya   Kehilangan Harga Diri dan Wibawa

    “Bantu Raffi ke kamar mandi!” Radhia berdiri di depan pintu dengan tangan bersedekap di depan dada.Rahang Aji terjatuh mendengar perintah tidak masuk akal istrinya. Ia masih berdiri di depan pintu, enggan masuk ke dalam kamar.“Tidak mau!” jawabnya tegas. “Cari saja perawat atau minta yang lain!” tolak Aji mentah-mentah.Ia tidak sudi melayani pria yang berani menyentuh istrinya.“Kau!” Radhia mengepalkan tangan geram karena Aji berani menentangnya. “Kalau sudah tidak ada urusan, aku mau tidur.” Aji meninggalkan Radhia, menutup telinga walau Radhia terus berteriak memanggilnya untuk kembali.Pagi-pagi sekali, tidur Aji sudah terganggu. Pak Al – kepala pelayan di rumah Setiawan menendang kaki Aji untuk membangunkan lelaki dari kampung itu.Aji berbalik, ia menarik sarungnya lebih tinggi sampai menutupi kepala. Ia berbalik membelakangi pintu, tidak ingin tidurnya terganggu. "Ayo bangun! Sudah waktunya kerja!" Pak Al kembali menendang kaki Aji tetapi kali ini lebih kencang dari sebelu

  • Brondong Kampung Kaya Raya   Kau Pelayanku!

    "Aku puas sekali!" Stella memunguti pakaiannya yang berserakan di lantai. Ia mendekati meja dan menandatangani proposal iklan yang Aji ajukan. "Ini proposalmu! Sekarang pergi dari sini!" Stella melemparkan map itu ke lantai dekat Aji berdiri. Aji sudah biasa dihina dan diejek. Tetapi apa yang ia alami malam ini membuatnya merasa benar-benar hina. Harga dirinya hancur tak tersisa. Dengan tangan gemetar, Aji mengambil proposal pengajuan iklannya. Sambil menahan amarah, Aji memakai kembali pakaiannya. Walaupun Aji juga merasakan nikmat, namun melakukannya dengan di bawah pengaruh obat tetap saja pemaksaan.Aji merasa seperti sedang menjual dirinya kepada Stella. Dengan menahan malu dan marah, Aji meninggalkan ruang makan privat. Ia bahkan belum menyentuh makanannya. Berjalan dengan cepat ke mobilnya, Aji menutup pintu dengan keras. Ia berteriak kencang sambil memukul stir dengan keras melampiaskan kemarahan yang sejak tadi ia pendam. Aji akhirnya agak tenang setelah cukup lama m

  • Brondong Kampung Kaya Raya   Stella - Wanita Agresif

    Aji datang ke restoran yang Stella tentukan dengan pakaian santai. Celana panjang bahan dipadu dengan kaos yang ia tutup dengan jas. Rambut ikalnya ia tata rapi dengan pomade. Wajahnya segar walau mandi seadanya di kantor. Restoran yang Stella pesan adalah fine-dining restoran yang berada di sebuah hotel bintang lima. Ia berdiri di depan pintu karena tidak diijinkan masuk oleh pelayan. "Maaf tuan, memakai sandal dilarang masuk." Mendengar itu, Aji menunduk melihat kakinya. Benar saja, ternyata ia menggunakan sandal. Kebiasaannya di kampung yang gemar memakai sandal terbawa sampai ke kota. Aji menelepon Stella memberitahu jika ia tidak bisa karena lupa memakai sepatu. Stella membuang nafas kasar tanpa menjawab. Wanita itu menutup teleponnya, tak lama setelah itu ia muncul di pintu masuk.Ia bicara pada pelayan yang menjaga pintu dan memasukkan beberapa lembar uang merah ke saku jas pelayan itu. Senyum setelah mengembang mengulurkan tangan, menyambut Aji yang sudah boleh masu

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status