Home / Romansa / Budak Cinta Mrs. CEO / Kopi Selamat Datang

Share

Kopi Selamat Datang

last update Last Updated: 2021-05-09 20:32:19

Happy reading, guyss...

Limosin putih perlahan masuk pekarangan rumah, mengalihkan perhatian Hart yang sedang berbincang dengan Ali sambil menikmati kopi dia balkon lantai dua.

"Permisi," pamit Ali, ia harus segera turun untuk menyambut Liana.

"Akhirnya, dia datang juga," gumam Hart, ia terlihat sudah siap untuk segalanya.

"Ali, suruh pelayan menyiapkan satu kamar untukku!" Liana berlalu di hadapan Ali, wanita itu langsung menuju sofa dan membuang tubuhnya di sana.

Ali melangkah mendekati ujung sofa di mana Liana duduk, "Anda ingin kamar yang mana, Nona?" tanyanya.

"Bekas kamarku. Cepatlah, aku ingin segera istirahat." Liana meregangkan seluruh tubuhnya yang kelelahan.

Rumah yang mereka tempati sakarang adalah rumah lama milik almarhum orang tua Liana, terletak cukup jauh dari hiruk-pikuk kota Olympus. Sudah lama Liana tidak berkunjung, bangunan itu ditinggal dan dibiarkan kosong begitu saja.

Tempat yang kemudian menjadi pilihan untuk menawan Hart atas saran Ali. Malam itu Liana kembali setelah cukup lama tidak menginjakkan kakinya di rumah masa kecilnya.

"Maaf, Nona. Saya tidak tahu kalau Anda akan menginap di sini malam ini," pinta Ali.

"Aku berniat untuk kembali dan tinggal di sini."

"Oh iya, Ali. Mana pemuda itu?" Liana bersandar dengan mata tertutup, meluruskan kakinya yang diletakkan di atas meja.

"Aku di sini," sela Hart dari ujung tangga.

Liana sedikit terkejut membuka mata dan berbalik menatap ke arah suara berat itu berasal, begitu pun dengan Ali.

"Hart," tegur Ali yang tak menyadari pemuda itu saat turun dari atas.

"Apa aku mengganggu kalian?" tanya Hart dengan rasa sesal.

"Ya ... kau mengganggu tidurku." Liana kembali memejamkan matanya.

"Maafkan aku, tapi aku kehabisan kopi. Aku selalu membutuhkannya jika tidak sedang melakukan apa-apa." Hart membalik cangkirnya yang kosong.

"Mintalah pada pelayan di sana, jangan minta padaku," saran Liana masih dengan mata tertutup.

"Sejujurnya, aku ingin sekali mencoba kopi buatanmu, tapi tampaknya saat ini kau terlalu lelah untuk meracik secangkir kopi. Mungkin lain kali saja." Hart melangkah ke arah dapur.

"Lupakan keinginan anehmu itu!"

"Mau kubuatkan juga untukmu, kopi bisa membuatmu lebih tenang," tawar Hart yang berteriak dari arah dapur.

"Ali, kenapa tidak suruh pelayan saja membuatkan kopi untuknya?" bisik Liana.

"Mereka baru selesai menyiapkan kamar untukmu, Nona," jawab Ali tepat saat ia melihat kedua pelayannya baru saja turun lewat tangga.

"Oh iya! Aku lupa," gumam Liana seraya bangkit dari duduknya yang lusuh.

Hart melihat wanita itu beranjak dan akan ke atas, "Bagaimana dengan tawaranku, Nona!" teriaknya.

Liana menghentikan langkahnya sesaat sebelum kakinya mendaki anak tangga pertama, ia berbalik dan kembali ke tempat duduk semula.

Hart tersenyum melihatnya kembali, ia mengerti jika wanita itu siap untuk mencicipi kopi buatannya, meskipun jelas dipaksakan.

"Cepatlah!" lirih Liana, tapi suara kecilnya masih dapat didengar Hart.

"Bersabarlah, Nona. Tidak ada kopi nikmat yang instan." Hart yang masih sibuk meracik kopi dengan espresso tua.

"Beres," gumam Hart, lima cangkir kopi telah selesai dibuatnya.

Dengan langkah tegas dan penuh percaya diri, Hart membawa semuanya ke ruangan tengah menggunakan nampan berbahan kayu.

"Silakan dicicipi, Nona." Hart menyuguhkan cangkir pertama pada Liana.

"Ini untukmu, Paman." Hart menatap ke arah Ali saat meletakkan cangkir kedua.

Lalu Hart berjalan mendekati dua wanita yang juga berdiri di sana, "Silakan," tawarnya.

Kedua pelayan saling menatap, lalu memandang ke arah Ali yang kini duduk dan bersiap mencoba kopi buatan Hart.

"Ambillah," kata Ali mengizinkan.

"Yang terakhir milikku." Hart mengambil cangkir terakhir, meletakkan nampan di atas meja lalu duduk di samping Liana.

Liana meliriknya.

"Sempurna," ungkap Hart puas.

"Jika hanya menatapnya, bagaimana kalian bisa menikmati rasanya." Hart menguk seduhan yang kedua.

Seketika mata Liana menyala, Ali terpejam dan kedua pelayan kembali saling menatap setalah mencicipi kopi hasil racikan Hart.

Ekspresi merka menunjukkan jika rasanya memang sempurna seperti yang diungkapkan Hart.

"Ngomong-ngomong, saya belum melihat ayah dan ibumu," tutur Hart polos.

Ali maupun Liana tidak menanggapi ucapannya sama sekali. Sepertinya mereka tidak ingin membicarakan hal itu.

"Bersiaplah! Malam inj akan ada pesta di kediaman Veronica," uangkap Liana setelah mencoba satu teguk kopi buatan Hart kemudian berdiri dan bergegas pergi.

"Bangunkan saya jam 7 malam," pesannya sebelum langkahnya menjauh.

"Apa saya akan bertemu orang tuanya di pesta itu?" tanya Hart yang masih penasaran.

"Tidak, kau tidak akan bisa bertemu mereka. Keduanya terbunuh sepuluh tahun yang lalau."

Kabar itu cukup mengejutkan untuk Hart, "Maaf," pintanya.

"Saya akan ke tempat Anda untuk mengambil pakaian. Kau tidak perlu ikut, tunggu dan bersiaplah!"

"Hemm, baiklah."

"Permisi," pamit Ali.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Budak Cinta Mrs. CEO   Nikmat

    "Bu-bukannya kau yang kalah? Kukira aku menang karena kamu pergi di tengah-tengah taruhan," terang Ryu. "Aku tidak kabur!" tampik Momo berteriak. "La-lalu kenapa kau mencuci piringmu?" "Ka-karena kamu berisik banget pas aku lagi sibuk. Jangan salah paham, aku cuma tidak mau kalau kau mengusik pekerjaanku," jelas Momo beralasan. Saat itu Momo memang merasa sudah kalah. Ia sadar betul kalau mulutnya sudah mengeluarkan desahan lirih. Namun, karena Ryu mengungkitnya, harga dirinya tidak terima kalau lelaki itu merasa sudah menang. "Lagi pula, kau tegang, kan?" tukas Momo lirih. Ryu tersentak, tapi berusaha tetap bersikap normal, meski bintik keringat mulai bermunculan di wajahnya. "Ja-jangan bercanda. Aku tidak tegang, kok. Ya, aku tidak tegang," kata Ryu meyakinkan. "Serius?" Momo menatap tajam seolah tak percaya. "Tentu saja! Memangnya kau lihat? Huh? Kau lihat?" Ryu akhirnya bisa mendapatkan lagi ket

  • Budak Cinta Mrs. CEO   Atur Posisi

    "Kau mau grepe-grepe, kan? Dasar orang jahat," lirih Momo tampak lelah. "Kalau kau menang, aku akan lakukan semua pekerjaan rumah. Kalau aku menang, lakukan bagianmu," kata Ryu mengingatkan tujuan taruhan mereka. "Woi! Kau dengar?" tanya Ryu sebab tak mendapat tanggapan. "Aku capek, mau tidur. Lakukan saja, kalau punyamu sudah 'naik', bangunkan aku," lirih Momo tanpa membuka mata, berniat tidur sambil duduk. "Cih! Dia meremehkanku. Waktu itu semuanya selesai sebelum aku menyentuhmu, tapi itu tidak akan terjadi lagi. Jangan main-main denganku, aku menang kali ini meski harus bertaruh nyawa," tekad Ryu dalam hati. Ryu menaikkan lutut kiri pada sofa tepat di samping tubuh Momo, lengan kirinya bertumpu pada punggung sofa di mana Momo bersandar. Telunjuk kanan Ryu bergerak perlahan ke arah tonjolan kecil pada pusat dada kiri Momo. Gadis itu jelas tak memakai kutang, hal itu bukan lagi kejutan bagi Ryu. Kali ini ia mampu bertahan dari j

  • Budak Cinta Mrs. CEO   Tindih

    "Apa lagi kalau bukan perempuan. Ryu pasti sudah dapat pacar baru, sepertinya lebih buruk dari mantannya." "Masa, sih? Tapi aku tidak sangka kalau Ryu itu tipe lelaki yang ganti kepribadian setiap kali ganti pacar. Dulu dia selalu tepat waktu, aku rasa kita harus berterima kasih pada mantannya." Diam-diam Ryu mendengar dan menyimak pembicaraan dua wanita yang terdengar sedikit prihatin padanya. Berbaliklah ia dan menyela. "Em ... aku pastikan tidak akan terjadi lagi, soal keterlambatan itu," kata Ryu tersenyum. "Wah! Maafkan aku!" Perempuan yang membicarakannya tersentak kaget. "Harusnya aku yang minta maaf. Kalian repot gara-gara aku selalu terlambat," balas Ryu. "Ya- ya sudah. Kami mau makan siang dulu. Permisi." Kedua wanita muda itu buru-buru pergi. "Jangan dimasukkan ke hati. Yah, seharusnya kau memperhatikan kondisimu, kau terlihat kelelahan. Aku paham kau ingin membantu temanmu, tapi kamu tidak bisa melakukannya k

  • Budak Cinta Mrs. CEO   Tidak Lama

    Apa-apaan ini?' Ryu tertunduk diam menahan kesal sebelum mulai bicara, "Apa kau pernah dengar tentang 'hormon gila pria'?" lirihnya bertanya. "Pernah. Itu saat mereka mendapat rangsangan tertentu, bukan?" "Kadang saat lelaki kelelahan, dia bisa tegang dengan sendirinya. Itulah yang terjadi padaku saat di kereta, itu bukan seperti kau yang membuatku tegang atau semacamnya. Dan aku bukan penjahat kelamin, kau pasti menyadari semua itu, kan?" jelas Ryu menegaskan. "Sebaliknya, orang yang terangsang itu justru kau. Kau cuma ingin memutar balikkan fakta dan menuduhku jadi tersangka. Tapi tinggal dengan orang itu ... bahkan memintaku memijatmu. Aku tak tahu mana penjahat kelamin atau yang mesum di sini! Faktanya, mungkin kau sengaja mengintipku di kamar mandi kemarin!" lanjut Ryu menuduh. Momo hanya diam saja menyimak, menahan suara tak mengatakan apa pun. Namun, bagi Ryu, hal itu justru lebih menakutkan dibanding gadis itu membalas tuduhannya

  • Budak Cinta Mrs. CEO   Sentuhan

    "Apa? Kok, tidak bisa?" Saat Ryu akan menjelaskan alasannya, seseorang mendorong lelaki itu dari belakang hingga ia harus menempelkan tubuhnya ke dada Momo. Paha Ryu bahkan menyusup di antara paha Momo dan menyentuh selangkangannya. Namun, Momo seolah tak peduli dan mencoba memohon lagi. "Tolonglah. Tolong biarkan aku menyewa kamarmu," pinta Momo menatap Ryu dengan wajah sedih penuh harap. Tatapan itu berdampak kuat pada mental Ryu. "Ini, kan ...? Mirip di film-film ... yang ada yang sales sedang jualan," batin Ryu. Imajinasi nakalnya mulai berkeliaran, membayangkan Momo menyerahkan tubuhnya demi mendapatkan sebuah kamar. "Sial ...! Anuku bangun. Apa dia menyadarinya. Apa dia serius, tinggal serumah dengan seorang lelaki yang bisa saja hilang kendali?" batin Ryu bertanya-tanya. Meskipun kemarin Momo terlihat sangat percaya diri, kali ini dia tampak begitu lemah. Ryu kasihan melihatnya, merasa ingin menolong, tapi membantu

  • Budak Cinta Mrs. CEO   Meremas

    "Hei, apa kau serius bilang kalau aku yang terangsang?" Nada bicara Momo terdengar berat. "Eh? Ti- tidak." Ryu coba mengelak, menarik kembali ucapannya. "Kau yakin tidak akan tegang meski kau menyentuhku?" Momo bertanya lagi. "Be- benar." Ryu menjawab singkat, mulai menyesali perkataan sebelumnya. "Baiklah. Ayo kita taruhan! Sentuh aku sepuasmu," tantang Momo. "Apa? A- apa kau bilang? Taruhan?" tanya Ryu gugup. "Aku kesal, kau ngoceh terus dari tadi dengan alasan konyol." "Bukan. Tadi itu bukan alasan." "Cukup! Ayo kita jadikan kesempatan ini untuk menyelesaikan segalanya. Aturannya mudah saja. Selama sepuluh menit, kau boleh menyentuh bagian mana saja di tubuhku. Kalau aku mulai mendesah, kau yang menang. Tapi kalau kau tegang sebelum aku mendesah, aku yang menang," tutur Momo menjelaskan. Mereka bukan pasangan kekasih, bahkan baru kenal beberapa jam yang lalu. Semua berawal di hari sebelumnya, kehidupan R

  • Budak Cinta Mrs. CEO   Hiatus

    Hiatus Hiatus Hiatus Haiatus Hiatus Hiatus Hiatus Haiatus Hiatus Hiatus Hiatus Haiatus Hiatus Hiatus Hiatus Haiatus Hiatus Hiatus Hiatus Haiatus Hiatus Hiatus Hiatus Haiatus Hiatus Hiatus Hiatus Haiatus Hiatus Hiatus Hiatus Haiatus. Hiatus Hiatus Hiatus Haiatus Hiatus Hiatus Hiatus Haiatus Hiatus Hiatus Hiatus Haiatus Hiatus Hiatus Hiatus Haiatus Hiatus Hiatus Hiatus Haiatus Hiatus Hiatus Hiatus Haiatus Hiatus Hiatus Hiatus Haiatus Hiatus Hiatus Hiatus Haiatus. Hiatus Hiatus Hiatus Haiatus Hiatus Hiatus Hiatus Haiatus Hiatus Hiatus Hiatus Haiatus Hiatus Hiatus Hiatus Haiatus Hiatus Hiatus Hiatus Haiatus Hiatus Hiatus Hiatus Haiatus Hiatus Hiatus Hiatus Haiatus Hiatus Hiatus Hiatus

  • Budak Cinta Mrs. CEO   Menerobos

    "Jalan ini sengaja dibuat hingga terlihat seperti jalan buntu, tapi aku yakin ada sesuatu di balik dinding ini," sambung Gabriel."Kalau ini pintu, apa bisa dibuka dari luar?" Abi mencoba menggeser beton itu sekuat tenaga."Sepertinya tidak. Tempat seperti ini bukanlah tempat di mana siapa saja bisa meluar masuk.""Kau benar," sambung Hart membenarkan ucapan Gabriel. "Kita hanya menunggu sampai mereka membuka pintu ini," lanjutnya."Kau yakin wanita itu di dalam sana?""Aku tidak meragukan pelacak yang diberikan Jack, dan pelacak menunjuk titik ini," jawab Hart."Sebaiknya kita di dalam mobil."Seperti yang disarankan Gabriel, empat lelaki itu dengan sabar menunggu di dalam mobil, berharap pintu tebal itu segera terbuka.Gabriel mematikan lampu serta mesin mobilnya, menyamarkan mereka dalam kegelapan."Bangunkan aku kalau pintunya terbuka." Betha mulai bosan menunggu dan berniat tidur.Sesaat setelah lelaki besar

  • Budak Cinta Mrs. CEO   Britavia Raya

    Britavia merupakan negara kerajaan di benua selatan dengan wilayah yang tidak terlalu luas. Namun, Britavia adalah negara paling maju di dunia dari bidang teknologi dan ilmu pengetahuan. Raja sebelumnya, yakni kakek Hart menjalankan sebuah proyek pengembangan teknologi tinggi. Para ilmuan dan mekanik dari Britavia menciptakan pasukan robot yang dapat dikendalikan seorang pilot layaknya pesawat. Tujuan pesawat robot itu diciptakan hanya untuk pertahanan, sebab desas-desus akan pecahnya perang dunia mulai terdengar. Namun, belum cukup setahun Argus berkuasa, perang dunia langsung pecah. Britavia dengan pasukan robotnya mendominasi setiap pertempuran. Britavia mengusai seluruh benua selatan, menyatukan benua paling kecil itu dalam satu negara kerajaan di bawah bendera Britavia Raya, menjadikan Britavia sebagai negara paling luas Argus belum puas dengan itu, invasinya terus berlanjut hingga menguasai satu benua di utara Britavia. Tersisa tiga benua besar

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status