Share

Kopi Selamat Datang

Happy reading, guyss...

Limosin putih perlahan masuk pekarangan rumah, mengalihkan perhatian Hart yang sedang berbincang dengan Ali sambil menikmati kopi dia balkon lantai dua.

"Permisi," pamit Ali, ia harus segera turun untuk menyambut Liana.

"Akhirnya, dia datang juga," gumam Hart, ia terlihat sudah siap untuk segalanya.

"Ali, suruh pelayan menyiapkan satu kamar untukku!" Liana berlalu di hadapan Ali, wanita itu langsung menuju sofa dan membuang tubuhnya di sana.

Ali melangkah mendekati ujung sofa di mana Liana duduk, "Anda ingin kamar yang mana, Nona?" tanyanya.

"Bekas kamarku. Cepatlah, aku ingin segera istirahat." Liana meregangkan seluruh tubuhnya yang kelelahan.

Rumah yang mereka tempati sakarang adalah rumah lama milik almarhum orang tua Liana, terletak cukup jauh dari hiruk-pikuk kota Olympus. Sudah lama Liana tidak berkunjung, bangunan itu ditinggal dan dibiarkan kosong begitu saja.

Tempat yang kemudian menjadi pilihan untuk menawan Hart atas saran Ali. Malam itu Liana kembali setelah cukup lama tidak menginjakkan kakinya di rumah masa kecilnya.

"Maaf, Nona. Saya tidak tahu kalau Anda akan menginap di sini malam ini," pinta Ali.

"Aku berniat untuk kembali dan tinggal di sini."

"Oh iya, Ali. Mana pemuda itu?" Liana bersandar dengan mata tertutup, meluruskan kakinya yang diletakkan di atas meja.

"Aku di sini," sela Hart dari ujung tangga.

Liana sedikit terkejut membuka mata dan berbalik menatap ke arah suara berat itu berasal, begitu pun dengan Ali.

"Hart," tegur Ali yang tak menyadari pemuda itu saat turun dari atas.

"Apa aku mengganggu kalian?" tanya Hart dengan rasa sesal.

"Ya ... kau mengganggu tidurku." Liana kembali memejamkan matanya.

"Maafkan aku, tapi aku kehabisan kopi. Aku selalu membutuhkannya jika tidak sedang melakukan apa-apa." Hart membalik cangkirnya yang kosong.

"Mintalah pada pelayan di sana, jangan minta padaku," saran Liana masih dengan mata tertutup.

"Sejujurnya, aku ingin sekali mencoba kopi buatanmu, tapi tampaknya saat ini kau terlalu lelah untuk meracik secangkir kopi. Mungkin lain kali saja." Hart melangkah ke arah dapur.

"Lupakan keinginan anehmu itu!"

"Mau kubuatkan juga untukmu, kopi bisa membuatmu lebih tenang," tawar Hart yang berteriak dari arah dapur.

"Ali, kenapa tidak suruh pelayan saja membuatkan kopi untuknya?" bisik Liana.

"Mereka baru selesai menyiapkan kamar untukmu, Nona," jawab Ali tepat saat ia melihat kedua pelayannya baru saja turun lewat tangga.

"Oh iya! Aku lupa," gumam Liana seraya bangkit dari duduknya yang lusuh.

Hart melihat wanita itu beranjak dan akan ke atas, "Bagaimana dengan tawaranku, Nona!" teriaknya.

Liana menghentikan langkahnya sesaat sebelum kakinya mendaki anak tangga pertama, ia berbalik dan kembali ke tempat duduk semula.

Hart tersenyum melihatnya kembali, ia mengerti jika wanita itu siap untuk mencicipi kopi buatannya, meskipun jelas dipaksakan.

"Cepatlah!" lirih Liana, tapi suara kecilnya masih dapat didengar Hart.

"Bersabarlah, Nona. Tidak ada kopi nikmat yang instan." Hart yang masih sibuk meracik kopi dengan espresso tua.

"Beres," gumam Hart, lima cangkir kopi telah selesai dibuatnya.

Dengan langkah tegas dan penuh percaya diri, Hart membawa semuanya ke ruangan tengah menggunakan nampan berbahan kayu.

"Silakan dicicipi, Nona." Hart menyuguhkan cangkir pertama pada Liana.

"Ini untukmu, Paman." Hart menatap ke arah Ali saat meletakkan cangkir kedua.

Lalu Hart berjalan mendekati dua wanita yang juga berdiri di sana, "Silakan," tawarnya.

Kedua pelayan saling menatap, lalu memandang ke arah Ali yang kini duduk dan bersiap mencoba kopi buatan Hart.

"Ambillah," kata Ali mengizinkan.

"Yang terakhir milikku." Hart mengambil cangkir terakhir, meletakkan nampan di atas meja lalu duduk di samping Liana.

Liana meliriknya.

"Sempurna," ungkap Hart puas.

"Jika hanya menatapnya, bagaimana kalian bisa menikmati rasanya." Hart menguk seduhan yang kedua.

Seketika mata Liana menyala, Ali terpejam dan kedua pelayan kembali saling menatap setalah mencicipi kopi hasil racikan Hart.

Ekspresi merka menunjukkan jika rasanya memang sempurna seperti yang diungkapkan Hart.

"Ngomong-ngomong, saya belum melihat ayah dan ibumu," tutur Hart polos.

Ali maupun Liana tidak menanggapi ucapannya sama sekali. Sepertinya mereka tidak ingin membicarakan hal itu.

"Bersiaplah! Malam inj akan ada pesta di kediaman Veronica," uangkap Liana setelah mencoba satu teguk kopi buatan Hart kemudian berdiri dan bergegas pergi.

"Bangunkan saya jam 7 malam," pesannya sebelum langkahnya menjauh.

"Apa saya akan bertemu orang tuanya di pesta itu?" tanya Hart yang masih penasaran.

"Tidak, kau tidak akan bisa bertemu mereka. Keduanya terbunuh sepuluh tahun yang lalau."

Kabar itu cukup mengejutkan untuk Hart, "Maaf," pintanya.

"Saya akan ke tempat Anda untuk mengambil pakaian. Kau tidak perlu ikut, tunggu dan bersiaplah!"

"Hemm, baiklah."

"Permisi," pamit Ali.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status