Share

Bukan Istri Impian
Bukan Istri Impian
Author: Auristella

01. Ditolak Lagi

"Sudah saya bilang kamu tidak usah membuatkan saya makanan. Saya biasa sarapan sama Mauren. Apa kamu tuli?" Suara bariton itu menggema ke seluruh ruangan.

Para pelayan menunduk takut, beberapa yang lain berpura-pura tidak mendengar bos mereka yang sedang marah.

Sementara itu, seorang wanita dengan perut buncitnya hanya menghela napas pelan. Ini sudah ke seribu kalinya suaminya menolak 'makanan' yang sudah susah payah ia buat.

"Oke--"

"Jalang. Berkali-kali saya bilang. Kalau saya tidak mau melihat kamu di pagi hari! Saya muak melihat wajah kamu! Kamu itu pembawa sial!" maki Mahen cepat.

"Mas, tap--"

"Diam kamu! Diam! Saya sudah pernah bilang bukan, kalau setiap pagi saya tidak ingin melihat wajah kamu."

"Maaf."

"Mulai besok, jangan muncul di hadapan saya lagi. Entah itu pagi, siang atau sore!" titah Mahen tak bisa dibantah.

Wanita itu hanya bisa menatap suaminya dengan mata yang berkaca-kaca. Dadanya sesak menahan luka yang terus tergores, bak tergores sembilu. 

"Dengar pelayan semua! Mulai besok, jangan izinkan si jalang ini masuk ke rumah ini! Jika ada yang melanggar, maka akan saya pecat! Paham?" tanya Mahen pada beberapa pelayan yang berdiri ketakutan. 

"Apa kalian mengerti?" tanya Mahen sekali lagi dengan suara menggelegar.

"Mengerti Tuan," jawab mereka serempak.

Seakan tak puas memakai istrinya, Mahen membanting hampir semua piring berisi makanan yang sudah dibuat istrinya dengan susah payah.

PRANG

PRANG

Makanan itu kini berserakan di lantai, teronggok menjadi sampah. Padahal makanan itu belum sampai sepuluh menit terhidang. Para pelayan tidak ada yang berani mendekat atau membantah.

"Aku tidak Sudi memakan makanan dari wanita jalang."

Setelah mengatakan itu Mahen segera pergi begitu saja tanpa pamit pada istrinya. Tak lupa sebelum pergi, ia melayangkan tatapan mematikan pada istrinya.

Si wanita hanya bisa pasrah dengan kelakuan suaminya. Ia tidak bisa membantah atau melakukan apa pun untuk membela dirinya sendiri. Sambil mengusap air matanya, ia menatap punggung suaminya yang semakin lama semakin menjauh.

"Nyonya," panggil Bi Murni.

Wanita paruh baya itu memeluk dan mengusap bahu Maura pelan. Sedangkan pelayan lain ada yang iba, ada pula yang tersenyum penuh arti. Maura, istri dari Mahen menumpahkan tangisnya dipelukan Bi Murni.

"Nyonya sabar ya, Tuan masih belum bisa menerima pernikahan ini," ujar Bi Murni menenangkan. 

"Iya Bi, aku ngerti," jawab Maura pelan.

Wanita dengan rambut sebahu itu menghapus air matanya. Ia menatap sendu makanan yang sudah ia buat untuk suaminya kini tergeletak di lantai.

"Sabar ya Nya, mungkin suatu saat nanti Tuan bisa mencintai Nyonya," hibur Bi Murni.

Maura tak menjawab. Sebenarnya ia tak mengharapkan cinta Mahen. Dari awal, ia hanya ingin membuat Mauren menderita. Ia merebut Mahen untuk membuat adik kembarnya menderita. Tetapi sekarang ia sadar semuanya salah, pernikahan ini juga salah.

Bukan Mauren yang menderita, tetapi malah dirinya sendiri. Ternyata merebut Mahen, tidak mematikan kebahagiaan Mauren. Nyatanya kini malah hidupnya bak di neraka.

"Heh Bi. Dia itu Jalang. Bener kata Tuan, calon suami adiknya sendiri kok diembat. Nggak tahu diri. Udah salah masih aja dibela!" sinis Dini. Salah satu pelayan senior selain Bi Murni.

"Kamu ini dijaga ya ngomongnya. Jangan sembarangan," bela Bi Murni tak suka.

Maura menarik tangan Bi Murni agar tak menjawab perkataan Dini.

"Loh memang nyatanya begitu. Tuan Mahen itu rencananya mau menikah sama Non Mauren. Eh, dia ngerayu, ngejebak Tuan Mahen pake obat perangsang. Jadi hamil deh. Apa Bibi pikir itu wanita baik?"

Bi Murni terpaku. Wanita paruh baya itu tak bisa menjawab. Pada kenyataanya, yang Maura lakukan salah. Dulu, ia juga sangat menyukai Mauren. Tetapi entah mengapa yang menikah malah Maura, bukan Mauren.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status