Share

Part 5 Maaf 1

(Bukan) Istri Pilihan

Part 3 Maaf

Salahku juga. Aku memaksakan diri memberikan sesuatu yang orang lain tidak mau.

Namun, tidakkah Mas Yoshi pun tidak bisa menjaga perasaanku? Andai dia buang puding ini, malah lebih aman bukan? Tidak akan ada yang tahu. Pasti aku mengira, Ayunda bisa menerima pemberianku.

Dengan hati yang tercabik, aku membawa Tupp*rware masuk ke dalam rumah. Kulihat puding belum basi dan kumasukkan ke dalam kulkas. Besok aku akan memakannya.

Beberapa lauk aku keluarkan dari lemari penyimpan makanan. Kupanaskan sebentar, lalu menyiapkan makan malam.

Astaga! Kenapa aku tidak tanya dulu dia sudah makan apa belum. Ini kan sudah malam.

"Mas, sudah makan?" tanyaku pada suami yang kembali turun beberapa saat kemudian.

Mas Yoshi mengangguk dengan tatapan penuh rasa bersalah. Tanpa pikir panjang, segera kukembalikan piring ke dalam lemari makanan.

"Kamu belum makan?" tanya Mas Yoshi sambil menahan lenganku. "Ayo, mas temani. Mas makan habis maghrib tadi. Yuk, kita makan lagi."

"Aku nggak lapar," jawabku dengan suara bergetar.

Kulepaskan cekalan tangannya. Kala itu, dalam dada rasanya hendak meledak. Ada yang menyumbat di kerongkongan dan tak mampu tertampung lagi. Ingin marah, tapi suaraku tercekik di tenggorokan. Mereka pasti sudah makan bersama di rumah sakit.

"Maafkan mas, Sayang." Dia merangkulku erat.

"Nggak apa-apa." Kulepaskan rangkulannya. Kemudian kuambil ponselnya dari saku bajuku dan kuletakkan di atas meja. Sejauh ini aku tidak pernah 'kepo' dengan isi ponselnya. Aku selalu menahan diri untuk tahu, meski benda itu selalu tergeletak begitu saja. Tanpa memakai password.

Aku tidak akan membahas masalah puding tadi. Dan ini kali terakhir aku memaksakan diri membuat sesuatu untuk putrinya. Aku tidak perlu penjelasan apapun. Karena semuanya akan sama seperti alasan sebelumnya.

"Nastasya." Kembali lenganku ditahan dengan cekalan yang lebih kuat.

Biasanya begini tangisku sudah tumpah, tapi kali ini tidak. Aku bisa menahannya meski dada rasanya hendak meledak.

"Maaf. Mas mengecewakanmu. Seharusnya mas ngasih tahu kamu tadi. Untuk pudingnya, akan mas taruh kulkas dan besok mas kasihkan ke Ayun. Tadi mas panik sampai pudingnya ketinggalan di mobil." Lelaki ini benar-benar menampakkan wajah penyesalan.

Tanpa menjawab. Aku melepaskan tangannya dan melangkah menaiki tangga. Kulihat Mas Yoshi keluar, mungkin untuk mengambil puding. Padahal sudah kutaruh kulkas. Biarlah dia tahu sendiri, tak perlu aku ngasih tahu padanya. Rupanya dia yang sengaja tidak memberikan pada Ayunda.

Aku tetap diam meski dia memelukku sepanjang malam, meminta maaf berkali-kali sampai dia tertidur. Dan aku tidak bisa tidur hingga dini hari.

Lelah sekali dengan semua ini. Apa yang sebenarnya terjadi di belakangku? Benarkah ini demi anak? Demi anak sampai tidak tahu bagaimana menjaga perasaan istrinya. Mungkin dalam bidang akademis aku bodoh, tapi aku punya perasaan. Sama seperti mereka.

Mas Yoshi ini lelaki pertama yang dekat denganku. Sejak remaja tidak ada yang berani mendekatiku. Walaupun orang bilang aku cantik. Tapi mereka takut karena tahu aku dari keluarga mana. Alhasil aku tidak pernah pacaran. Mama juga membatasiku bergaul dengan lawan jenis. Bukan apa-apa, beliau hanya khawatir aku yang bodoh ini akan mendapatkan suami yang tidak setara dengan keluarga kami.

Makanya Mas Yoshi adalah lelaki pertama yang membuatku jatuh cinta. Kupikir aku akan tenang hidup bersamanya yang pernah gagal dalam berumah tangga.

Istrinya selingkuh makanya mereka bercerai. Namun setelah berpisah, ternyata itu hanya berita bohong. Apa Mas Yoshi menyesal telah menceraikan Mbak Mayang? Menyesal karena percaya fitnah.

Kalau mereka menyesal bercerai, lalu aku bagaimana? Tetap menjadi boneka di sini?

"Jangan memaksakan diri jika kamu nggak sanggup, Nak. Sudah cukup lama kamu besabar. Kamu berhak bahagia, Cantik." Aku ingat ucapan Bu Eri beberapa waktu yang lalu. Saat aku bercerita padanya.

Perempuan yang dibilang mama sebagai selingkuhan papa ini ternyata orang yang peduli padaku daripada mama kandungku sendiri. Dia istri kedua yang memberikan nasehat padaku seperti itu. Kalau kedengaran mama, pasti beliau menertawakannya. Ucapan bijak dari seorang pelak0r.

***L***

Paginya aku melakukan aktivitas seperti biasa. Meski rasanya enggan untuk memasak pagi ini. Kenyataan semalam membuatku malas. Namun tanganku bekerja dengan cekatan. Perkakas, bumbu dapur, sudah menjadi sahabat setiaku.

Mas Yoshi turun dengan pakaian rapi. Dia tersenyum dan mengecup rambutku. Seperti biasa aku melayaninya sarapan.

"Siapkan pudingnya, nanti mas mampir sebentar ke rumah sakit," perintahnya sambil menatapku.

"Nggak usah, Mas. Sudah kubuang."

"Kok dibuang?"

"Sudah basi."

"Tadi malam kan sudah kamu masukkan kulkas?"

"Seharian di dalam mobil. Pasti basi juga akhirnya. Sudah terlambat dimasukkan ke kulkas." Aku menjawab tanpa menatap ke arahnya. Dengan cepat menghabiskan sarapan dan bangkit dari sana tanpa menunggunya selesai makan.

"Maafkan mas, Nastasya."

"Nggak apa-apa," jawabku sambil mencuci perkakas di kitchen sink.

Dia menyusulku sambil membawa piringnya yang sudah kosong. "Jam sepuluh nanti, mas tunggu kamu di dokter Sonia."

Aku mengangguk samar tanpa menoleh. Mas Yoshi masih mematung di sebelahku. Menatap entah dengan pandangan bagaimana. Aku rasanya sudah lelah dengan semua ini. Apalagi saat ingat ada sepupunya yang pernah bilang, "Yosh, kenapa kamu nikah sama anak kecil?"

Usiaku yang menginjak angka dua puluh satu dikatai anak kecil. Namun mama mertua membelaku. Dia sangat sayang dan baik padaku sebenarnya.

"Sayang, kamu marah?"

"Ya, aku marah." Tak perlu lagi aku menutupi kata hati. Sudah seharusnya aku bersuara.

"Mas benar-benar minta maaf."

Kubiarkan dia melingkarkan lengannya di pinggangku. Beberapa menit kemudian pamitan setelah memberikan ciuman.

Biasanya kuantar sampai garasi atau teras. Tapi kali ini aku tetap bertahan di dapur. Kudengar dia membunyikan klakson lantas mobilnya menjauh.

Sepi.

Seperti orang kesurupan, aku menangis sambil membersihkan dapur. Lalu duduk termenung di ruang makan.

Komen (6)
goodnovel comment avatar
Tumin Neng
tak ada niat buat mengikuti apa tuh istri ...
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
g pernah simpati sedikitpun sama wanita dungu yg cuma bisa menye2 dlm hati. bodoh koq dibanggain. harusnya ounya kemampuan yg bisa dibanggain selalin jadi babu dan pemuas nafsu suami mu.
goodnovel comment avatar
Siti Juli
aku ikutan nyesek mba Liz
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status