"Jangan menunjukkan raut wajah menjijikkan mu itu, kak. Aku mual melihatnya." Helena berkata dengan nada mengejek.
Aku memandang Helena yang kini sikapnya bertolak belakang dari sebelumnya. "Kamu benar Helena?" tanyaku terdengar konyol. "Aku selalu memperlakukan mu dengan baik. Bahkan saat pertama kali kamu datang ke rumah, memohon diberikan izin untuk tinggal sementara, aku langsung mengizinkan mu. Tapi ini balasan mu kepadaku?" Helena tersenyum mendengarnya. "Ya itu salahmu sendiri, gampang percaya dengan orang baru. Kamu juga terlalu bodoh soal cinta, kak. Kamu juga buta dengan sikap Gama yang sering kali memperhatikan ku dan menganggapnya hal wajar, seperti bentuk perhatian seorang kakak kepada adiknya. Padahal sudah jelas tatapan perhatian yang Gama tujukan padaku adalah bentuk dari rasa cinta. Tapi baguslah, dengan begitu rencanaku untuk menguasai hartamu bisa berjalan dengan mudah. Semua berjalan sangat mulus, dan sekarang hidupmu sudah miskin. Nasib kita sudah berbanding terbalik. Sekarang akulah nyonya di rumah ini. Aku juga istri dari pemilik perusahaan. Sedangkan kamu sekarang hanya sampah yang tidak ada gunanya." Helena tidak sungkan dan takut lagi mengatai diriku sesuka hati. "Oh iya, ada satu hal lagi yang kamu harus tahu." kata wanita itu sembari berjalan mendekati aku. "Keluargamu tercinta mungkin saat ini tengah berjuang antara hidup dan mati. Jika prediksi ku benar, harusnya mobil yang mereka naiki sudah masuk jurang dan meledek." bisik Helena membuat dadaku terasa sesak. "BOMM... Mereka mati dengan tubuh hancur." sambungnya dengan gerakan tangan bak bunga mekar. Dengan gerakan spontan aku berhasil menarik tangan Helena dan mencekik lehernya. "Jangan bicara sembarangan, Helena. Kamu itu tidak tahu diri, sudah menumpuk hidup dan mengambil milikku tapi masih saja menyumpahi keluarga ku mati dengan cara mengenaskan." Helena memukul tanganku supaya aku melepaskan cengkraman di lehernya. "Lepaskan aku sialan." ujarnya kesulitan berbicara. "Aruna, lepaskan Helena." Gama menarik rambutku dan mendorong ku hingga terbentur meja kayu. "Arkhhhh.... " Aku berseru, punggungku terasa nyeri akibat benturan cukup keras. "Helena sayang, kamu tidak apa kan? Mana yang sakit?" Gama membantu Helena berdiri sembari memeriksa keadaannya. Aku tersenyum kecut melihat mereka. Ternyata Gama benar-benar mencintai Helena, terbukti pria itu lebih khawatir pada Helena daripada denganku. "Dasar wanita murahan, berani sekali kamu mencelakai Helena." bentak Gama padaku. "Jika terjadi sesuatu pada Helena dan calon bayi kami, akan aku buat hidupmu sengsara." ancamnya tidak berperasaan. PLAKKKK Tiba-tiba Helena mendaratkan tamparan di wajahku. "Itu balasan karena kamu berani mencekik ku." kata wanita itu dengan tatapan penuh kebencian. "Harusnya sejak dulu aku membunuhmu, kak. Aku benci melihat hidupmu penuh dengan kesempurnaan. Aku benci melihatmu dicintai oleh keluarga." ungkapnya tidak terbendung. "Sekarang aku paham kenapa keluarga pihak ibuku dulu tidak ada yang mau menampung mu, Helena. Itu karena sifat buruk mu. Andai aku percaya dengan mereka, sudah pasti hari ini kamu tidak menghancurkan rumah tanggaku." Aku baru sadar, jika menampung seorang parasit yang sangat merugikan. "Terlambat, semua sudah terlambat kak. Gama memang sudah cinta denganku. Kekayaan mu juga sudah menjadi milik mami berdua, dan keluargamu sudah pergi ke alam baka. Sekarang hidupmu sudah hancur, tidak memiliki siapa-siapa. Aku senang melihatmu seperti ini." ujar Helena tertawa bahagia. "Pejagaa.... " teriak Helena dengan keras. "Seret wanita ini keluar dari rumah ku. Jangan biarkan di masuk karena bisa mengacaukan pesta pernikahan ku dan Gama. Ingat ya, buang jauh-jauh wanita ini. Ingat ya, mulai detik ini hanya aku nyonya di rumah ini." Dua orang pria bertubuh besar berlari masuk dan langsung menarik tubuhku tanpa rasa kemanusiaan. "Lepaskan aku. Ini rumah ku, bukan rumah kalian." jelas aku tidak terima diperlakukan seperti ini. Apa hak mereka mengusirku dari rumah sendiri. Aku harus mempertahankan hakku. "Sudah aku katakan, kamu sekarang wanita miskin. Seluruh kekayaan mu sudah jadi milikku dan Gama. Kami sudah merubah seluruh kepemilikan harta yang kamu punya." kata Helena memeluk mesra Gama. "Apa yang menjadi milikmu sudah menjadi milikku." tambahnya tersenyum puas. "Jahat, kalian manusia jahat. Tidak punya rasa malu, tidak berperasaan. Aku membenci kalian berdua." Sakit sekali melihat orang yang ku cintai ternyata mencintai wanita lain. Kecewa juga melihat orang yang sudah diusahakan hidup dengan baik malah mengambil apa yang ku miliki. Antara percaya dan tidak, namun tindakan mereka benar-benar membuatku harus menerima kenyataan ini. "Gama, dua tahun lamanya kita menjadi pasangan suami istri. Tidakkah ada sedikitpun rasa cinta untukku dihatimu?" tanyaku kembali memastikan. "Selama ini kamu selalu bersikap bak suami idaman yang sangat meratukan aku. Bahkan saat tahu aku hamil, kamu berusaha menjadi suami siaga. Sungguh aku tidak percaya jika kamu tidak mencintai ku." "Aku hanya berpura-pura, Aruna. Jika tidak begitu mana. mungkin kamu bisa percaya denganku dan mengizinkan aku mengelola perusahaan. Sudahlah, terima saja kenyataan jika kamu memang tidak layak untuk aku cintai. Helena lebih menyenangkan daripada kamu." jawab Gama dengan wajah bahagia. "Berhentilah berharap pada suamiku, kak. Lebih baik sekarang pikirkan nasib keluargamu. Cepat siapkan pemakaman yang layak untuk mereka. Itu juga jika jasadnya utuh." ujar Helena dengan nada mengejek. Aku berharap ucapan Helena sebuah kebohongan. Dia hanya sedang berusaha membuatku lemah. "Bye, mantan istri." Gama melambaikan tangan saat kedua penjaga membawaku semakin jauh dari rumah ini. BRUKKKK Aku kembali di dorong begitu saja oleh kedua penjaga ini. Perutku semakin terasa sakit, dan sakitnya bukan nyeri biasa. "Nyonya Aruna, mobil tuan besar mengalami kecelakaan 30 menit yang lalu. Beritanya sudah tersebar dan kemungkinan penumpangnya meninggal semua. Aku hanya bisa memberitahu itu, selebihnya usaha sendiri. Aku sarankan Anda segera pergi dari sini sebelum Nyonya Helena dan Tuan Gama berubah pikiran untuk kembali mencelakai mu." kata salah seorang penjaga lalu menutup pintu gerbang dan menguncinya. Segera ku raih telepon yang terjatuh ketika aku di dorong oleh dua penjaga tadi. Kubuka portal berita dan benar saja terlihat jelas video mobil masuk jurang. Meski hanya terlihat sedikit plat kendaraan yang terlepas di bahu jalan, jelas aku mengenalinya. Itu mobil ayahku. Tadi mereka berencana menyusul ku kesini untuk merayakan rumah baru milikku. Namun baru setengah perjalanan, mobil yang dikendarai mengalami kecelakaan. Berdasarkan keterangan yang disampaikan wartawan, mobil melaju dengan kecepatan tinggi dan menerobos pembatas jurang, berakhir terjun bebas hingga terdengar suara ledakan. "Ayah, Kak Rei, Kak Luz, Mecca... " panggil ku dengan pilu. "Arkhhh.... " Tiba-tiba kembali kurasakan sakit tak tertahankan. "Darah... " ujarku lirih. Terlihat darah membasahi celana ku. Aku memegang perutku, mengusap dengan sangat lembut berharap mengurangi rasa sakit. Tidak ada seorang pun lewat, aku bingung ingin meminta bantuan kepada siapa. Berteriak juga sudah tidak ada tenaga. "Anakku... Tolong bertahan lah nak." Tidak sanggup lagi, aku merasa sangat lemah sekali. Entah berapa lama tidak sadarkan diri, tiba-tiba saat membuka mata sudah berada di lobby rumah sakit. Seorang sopir taxi menemukanku terkapar dipinggir jalan dan langsung membawaku kesini. Sungguh aku berhutang budi dengan beliau. Jika diberikan kesempatan, aku pasti akan membalas perbuatan baiknya.Helena benar-benar dibuat tersiksa oleh Gama yang terus bergerak di atas tubuhnya. Keringat membanjiri keduanya, teriakan Helena pun tidak membuat Gama menghentikan aktivitasnya. Kegiatan panas mereka kali ini terasa sangat menyiksa Helena. Tidak ada perasaan senang dan nyaman karena dilakukan dengan cara dipaksa."Hentikan Gama, kau gila ya ingin membuatku mati kelelahan?" teriak Helena dengan air mata yang hampir mengering. Sudah hampir 1 jam lamanya dia dibawah kendali pria ini. Gila tertawa mendengarnya, seakan bahagia melihat mantan kekasihnya tersiksa karena ulahnya. "Ya, aku memang gila, Helena. Sejak kau menghancurkan keluargaku, semua menjadi berantakan. Mama dan papa memutuskan berpisah, soalnya papa hilang entah kemana sebelum mereka resmi bercerai. Perusahaan ku bangkrut, membuat mama mengalami depresi. Sedangkan aku, demi mendapatkan hidup layak harus menjadi pasangan wanita yang usianya jauh di atasku. Itu semua karena ulahmu, Helena. Aku sengsara sedangkan kau bahagia
"Helena ada disini bukan? Sejak tadi dia mengawasimu." bisik Jeff membuat Aruna menatap waspada. "Jangan menunjukkan kewaspadaan mu, Ru. Karena itu membuat musuh akan semakin berhati-hati dalam bertindak." ujar Jeff membuat Aruna menghembuskan napas pelan. Memang sejak mereka dekat, keduanya mulai saling terbuka dengan masalah yang ada. Jadi wajar Jeff tahu tentang masalah Aruna dan Helena. "Kamu turut mengawasinya?" tanya Aruna dengan tatapan penuh selidik. Pria itu menggelengkan kepala sembari tersenyum tipis. "Lebih tepatnya aku mengawasimu, demi keselamatan mu." jawab Jeff membuat hati Aruna seperti berbunga-bunga. Namun segera gadis itu menepis perasaan senangnya karena teringat sesuatu. "Jangan berlebihan Jeff, Charlotte sudah menikah dengan Teo. Dia tidak akan lagi mengganggu ku." "Tidak ada yang tahu niat buruk seseorang seperti apa, Ru. Alangkah lebih baiknya kita berjaga-jaga. Seperti kamu yang tetap waspada pada Helena, meski kalian harusnya sudah tidak ada urus
Aruna menghela napas panjang lalu berbalik, melangkah kembali ke pintu masuk gedung. Ia berencana mencari informasi siapa pengusaha muda yang masih misterius ini. Sayangnya tidak satupun orang yang ditanyai memberikan informasi jelas pada Aruna. Beberapa mengatakan jika orang ini tidak pernah menampakkan diri ke khalayak umum sehingga malam ini adalah keberuntungan bagi mereka yang penasaran dengan sosoknya. Merasa tidak puas, Aruna berniat menelpon teman lamanya yang sudah lama terjun di dunia bisnis dan telah lama menetap di Amerika, sesuai negara asal sosok yang tengah ia cari identitasnya. Baru saja hendak menelpon, sebuah suara memanggilnya dari arah pintu. "Aruna! " Ia menoleh. Kak Rei berdiri di ambang pintu, wajahnya tampak kebingungan. "Kamu dari tadi kakak cari. Ayo, acara akan di mulai sebentar lagi. Semua tamu VIP sudah duduk ditempatnya." Aruna menelan kecewa, dan untuk sekarang biarkan Kak Rei tidak tahu dulu jika dirinya melihat Helena. "Baik, kak." Kak R
Jam menunjukkan pukul 8 malam, alunan suara biola menggema indah di ballroom hotel, suasananya ramai. Namun bagi Aruna ini tidak menyenangkan, seakan dejavu dengan kejadian di kehidupan lalu. Sedetik kemudian Arana mengalihkan pandangan ke arah panggung acara. Mencoba meneliti lebih jauh apakah ada hal yang mencurigakan di sana. "Aku tidak akan mengulang lagi kejadian memalukan itu." batinnya dengan sorot mata dingin. Ingatan Aruna terasa dipenuhi kejadian buruk yang menimpanya. Acara ulang tahun Perusahaan Giancarlo mendadak berantakan karena sebuah insiden besar. Nyonya Gian mendadak jatuh dari tangga saat hendak naik panggung. Dan orang tertuduh menjadi penyebabnya adalah dirinya sendiri, karena saat itu Aruna berada di belakangnya. Mengapa bisa terjadi? Tentu saja karena Helena. Entah apa yang dilakukan Helena sehingga bisa mempermalukan dirinya. Namun yang jelas, saat itu Helena juga ada di belakangnya. Dan malam ini, jika tidak benar semua masih sama seperti yang lalu, Arun
Meski terlihat janggal dengan jawaban yang Aruna berikan, Jeff mengangguk saja. Ia tak mau terlalu memaksa gadis ini, takut Aruna malah menjauhinya. Bagi Jeff, rencana Aruna terkesan sempurna. Semua alur kejadian sesuai dengan prediksinya. Namun perihal semua diketahui oleh Aruna karena pemberitahuan Charlotte jelas menyisakan tanda tanya besar bagi Jeff. Secara logika, tidak mungkin Charlotte mau membuka rahasianya sendiri terlebih pada Aruna yang dianggap musuh. Lama mengenal Charlotte, membuat Jeff paham bagaimanapun sifat Charlotte sebenarnya. Tapi baiklah, lagi dan lagi Jeff memilih tidak bertanya lebih jauh. Dia hanya berharap, apapun yang dipikirkan Aruna atau yang dikahwatirkan gadis ini, dia bisa selalu dilibatkan. Cukup jelas bukan keinginan Jeff? Dari sini saja bisa ditebak jika sedari awal Jeff memiliki ketertarikan pada Aruna. Gadis yang selama ini dia cinta adalah Aruna. Namun untuk sekarang bukan waktu yang tepat bagi Jeff mengungkapkan perasaannya. Terlebih setelah
"Aku tidak mengira kamu bisa membuat rencana sedetail ini. Bisa menebak apa yang Charlotte rencanakan, menyiapkan salinan rekaman CCTV, bahkan menghubungi Carl. Sejujurnya aku penasaran, bagaimana kamu bisa terpikir seperti ini, Ru?" Bukan tanpa alasan Jeff bertanya seperti ini, tingkah laku Aruna mendadak berubah h-3 jam sebelum acara ulang tahun mamanya dimulai. Aruna yang sebelumnya tampak ceria, menyapa papa, mama dan beberapa kerabat lainnya, setelah itu menarik Jeff ke tempat sepi. Ia pikir, Aruna ingin menghirup udara segar setelah menyapa orang-orang di dalam. Namun siapa sangka gadis ini malah mengatakan sesuatu yang cukup membuat Jeff terkejut. "Charlotte pasti akan datang." ujar Aruna dengan wajah sedikit tegang. Jeff mengerutkan keningnya. "Tidak mungkin, mama hanya mengundang Om Saddam dan Daisy, adik Charlotte, yang memang memiliki hubungan baik dengan mama." jawabnya cukup yakin, mengingat ia sudah memeriksa daftar undangan yang akan hadir malam ini. "Dia akan datan