Share

Bukan Pelakor
Bukan Pelakor
Author: Anna Noerhasanah

Bab 1. Kesalahan

“Mas, kamu kapan pulang? Aku sudah kangen,” ucap Melati dengan suara manja dan merajuk ketika menelepon Adam, suaminya.

“Iya, Sayang, sabar. Di sini masih banyak urusan.” Suara Adam terdengar berwibawa.

Mendengar suara Adam, membuat Melati semakin merindukan suaminya. Meskipun mereka belum menikah secara resmi, tetap Melati tak peduli. Melati merasa yakin kalau Adam, suatu saat akan meresmikan hubungan mereka.

“Kamu nggak bohong, kan, Mas? Bukan karena di situ kamu punya selingkuhan?” tanya Melati mengintimidasi.

“Nggak Sayang, aku mana berani selingkuh dari kamu. Kamu istriku yang paling kusayang,” ucap Adam.

“Masak? Kalau gitu cepat pulang dong.” Melati merajuk lagi pada Adam.

“Pa, siapa? Kok, lama sekali?” Tiba-tiba Melati mendengar ada suara seorang wanita di seberang. Membuat wanita itu mengerutkan keningnya.

“Mas lagi di mana? Kok, aku dengar ada suara wanita?” tanya Melati.

“Eh, ini, Mas lagi di luar rumah, Sayang. Itu suara ibu-ibu di tetangga sebelah,” jawab Adam.

Melati berkerut, tetapi dia tidak mempertanyakan lagi.

“Udah dulu, ya, Sayang. Ini ada panggilan tertunda dari teman kerja,” lanjut Adam kemudian.

“Ok, Mas. Kalau urusannya udah selesai cepat pulang, ya, aku kangen banget.” Suara manja Melati.

“Tenang Sayang,” ucap Adam.

Melati dan Adam memang menjalani hubungan jarak jauh, tetapi Melati yakin dan percaya kalau Adam tidak akan pernah macam-macam.

Setelah mengakhiri telepon dari Adam, Melati pun memutuskan untuk keluar. Melati merasa bosan di dalam rumah terus menerus. Karena hari masih sore, dia pun pergi mencari makan, Melati mengendarai motor maticnya.

Tak perlu waktu lama, tibalah Melati di salah satu warung masakan padang. Saat hendak masuk, tiba-tiba ada yang menepuk pundaknya.

“Melati,” ucap wanita itu.

Melati kaget bercampur bahagia, karena dia bisa bertemu kembali dengan Reina, sahabatnya. Reina sahabat Melati saat masih bekerja di kafe, sekarang mereka sama-sama sudah tidak bekerja di tempat itu lagi.

“Reina, ya Allah, gimana kabar kamu? Lama nggak ketemu lo. Makin cantik aja sekarang, tinggal di Sidoarjo.” Melati menatap Reina tanpa kedip.

“Alhamdulillah aku baik. Kamu gimana?” tanya Reina balik.

Lalu, mereka pun mengobrol sambil masuk ke warung masakan padang. Sambil menunggu pesanan mereka pun mengobrol banyak hal. Reina sedang pulang ke Surabaya karena ibunya sakit, sementara suaminya tidak ikut karena kerjaannya tidak bisa ditinggal.

“Kamu sendiri udah nikah belum?” tanya Reina sambil tersenyum.

“Sudah dong. Kamu ingat Mas Adam, kan? Pacar aku waktu itu,” ucap Melati bersemangat.

“Iya ingat, kenapa? Kamu nikah sama dia?” Reina menatap Melati dengan intens.

Ditatap seperti itu, Melati pun merasa heran.

“Iya, aku nikah sama dia, tapi masih siri, insyaallah secepatnya nikah resmi.” Melati menceritakan pernikahannya dengan Adam dengan sangat antusias.

“Hah? Kenapa kamu mau, Mel? Kamu udah kenal dan tahu dia?” tanya Reina. “Terus sekarang Adam itu di mana?” lanjut Reina. Sebab, Reina merasa ada yang tidak beres dengan suami sahabatnya itu.

“Ya, kan, Mas Adam orangnya baik. Terus dia juga perhatian dan sayang. Dia sekarang di Sidoarjo, karena memang kerjaannya di sana. Pulang ke sini paling satu bulan sekali.” Melati menjawab dengan jujur.

“Kamu yakin Adam orang baik?” tanya Reina lagi.

“Ya iya pasti itu. Memang kenapa? Mas Adam juga janji bakal ngeresmiin pernikahan kami, kok,” jawab Melati dengan polos.

“Haduh, Melati, kalau dia pria baik-baik, dia pasti akan langsung menikahimu secara resmi di mata negara, bukan cuma secara agama doang. Nggak akan ada nikah siri itu. Coba kamu tantang suruh dia datang untuk melamar kamu bersama keluarganya, dan menikahimu secara resmi.” Reina menatap Melati. Reina sangat menyayangkan sikap Melati yang begitu polos.

“Mas Adam, nggak bisa untuk saat ini, dia aja udah 2 bulan nggak pulang karena katanya di sana masih ada urusan yang nggak bisa ditinggal.” Melati menatap Reina dengan pandangan heran.

Reina tak menjawab apa pun. Lalu, dia menyodorkan ponselnya pada Melati. Melati merasa heran karena Reina tiba-tiba memberikan ponselnya padanya.

“Ini apa?” tanya Melati.

“Coba kamu lihat dulu,” ucap Reina sambil menyodorkan ponselnya pada Melati.

Melati pun menurut pada Reina. Lalu, matanya terbelalak saat melihat sesuatu yang tak disangka di ponsel Reina. Melati menatap Reina tak percaya sambil menutup mulutnya.

“Apa? Kok bisa, sih?” Melati menatap Reina tak percaya.

Melati hanya menggelengkan kepalanya dan matanya berkaca-kaca karena melihat hal yang sama sekali tak terduga di ponsel sahabatnya.

"Nah, makanya aku tuh tanya kamu. Kamu beneran udah nikah sama Adam?” tanya Reina lagi.

“Iya, aku beneran udah nikah sama Mas Adam, meskipun masih nikah secara agama saja.” Melati menjawab dengan yakin.

“Tapi, di HP-mu tadi ....” Melati menutup mulutnya lagi, sungguh dia tak sanggup melihat semua itu.

Melati hanya terdiam. Lalu, dia meminta Reina mengirimkan foto tersebut. Saat mereka sedang termenung, pesanan sudah siap. Melati menerima bungkusan masakan padangnya, dia tadi sengaja memesan untuk dibungkus. Rasa lapar pun seketika hilang setelah melihat foto yang dikirim oleh Reina tadi.

“Makasih, Rei. Aku pulang duluan.” Melati terlihat tak bersemangat.

“Iya sama-sama Mel.” Reina menepuk pundak Melati dengan lembut.

Melati hanya mengangguk sambil tersenyum. Dia langsung berpamitan dan mengendarai motornya. Setelah sampai di rumah kontrakannya, dia langsung mengempaskan tubuhnya di kursi. Kenangan beberapa waktu lalu, berkelebat di depan mata.

Adam dan Melati saling mengenal saat dulu Adam sering mampir ke kafe tempatnya bekerja. Awalnya, Melati hanya menganggap Adam sebagai teman biasa. Seorang customer yang harus dilayani. Namun, entah bagaimana mulanya, Adam mengajak berkenalan. Melati menyambutnya, karena Adam mengaku masih single.

Beberapa bulan selanjutnya mereka merasa cocok, bahkan sampai pada tahap nyaman. Begitu juga yang Adam katakan kepada Melati. Adam bilang ingin menjalani hubungan yang serius, bukan hanya sekadar berpacaran. Entah, apa yang ada dalam pikiran Melati, tanpa mencari tahu siapa Adam yang sebenarnya, langsung saja menerima tawarannya.

Mereka menikah secara siri, tidak ada yang tahu, sekali pun keluarga mereka. Ayah Melati sudah meninggal karena itu mereka menggunakan wali hakim. Apalagi Melati sedang merantau ke Surabaya, keluarga di Malang tidak ada yang tahu. Biarlah nanti setelah Adam sudah siap, Melati akan memberi tahu ibunya.

Melati menarik napas dalam, dia kembali melihat foto yang dikirim Reina tadi. Sesuatu yang sama sekali tak pernah diduga oleh Melati.

“Siapa sebenarnya kamu Mas Adam? Aku harus mencari tahu siapa kamu, Mas.”

Saat Melati sedang berpikir, tiba-tiba ponselnya berdering dan terlihat nomor asing di layar. Melati mengernyitkan dahinya, tetapi dia menerima telepon tersebut. Betapa kagetnya dia ketika mendengar sesuatu yang sama sekali tak diduganya.

“Apa? Kamu siapa?”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status