Share

Bab 3. Menutupi Kebohongan

Adam terkekeh mendengar pertanyaan Aisyah.

“Mama ini ada-ada saja, ya nggaklah Ma. Udah sekarang Papa mau siap-siap aja, daripada Mama nuduh yang macem-macem.” Adam menangkup kedua pipi Aisyah, setelah itu berdiri dan mengambil tas besar untuk diisi baju-bajunya.

Aisyah pun mengikuti Adam, dia membantu Adam menyiapkan untuk besok.

“Mama harap Papa nggak bohong,” ucap Aisyah lagi. “Kita udah 8 tahun menikah dan sudah punya anak, Pa. Mama nggak mau Anindya jadi korban keegoisan Papa.” Aisyah berkata sambil menata baju-baju Adam.

Adam hanya terdiam mendengar perkataan Aisyah, entah kenapa Aisyah selalu berkata seperti itu. Mungkinkah Aisyah curiga padaku? Adam bertanya dalam hati. Namun, dia tak lagi membalas perkataan Aisyah, Adam tak mau Aisyah semakin curiga.

Maafkan aku, Aisyah, Melati, kalian sudah menjadi korban keegoisanku, ucap Adam dalam hati. Adam menarik napas dalam.

Keesokan harinya, Melati menanti kehadiran Adam. Wanita itu mempersiapkan untuk menyambut suaminya tercinta. Rasa curiga pun entah kenapa tiba-tiba menguap. Melati tak peduli lagi akan ucapan Reina kemarin.

“Ingat Mel, sebelum kamu mendengar ataupun melihat sendiri, jangan pernah percaya terhadap apa pun yang dikatakan orang lain. Sekalipun itu sahabatmu.” Melati mencoba meyakinkan dirinya sendiri.

Foto yang diminta dari Reina kemarin, nanti akan dia perlihatkan pada suaminya. Dia ingin tahu reaksi dari suaminya.

Hari ini, Melati merasa waktu begitu lama. Berkali-kali melihat ke arah benda bulat yang menempel di dinding, dia merasa waktu tidak bergerak. Melati menarik napas dalam. Dia pun mencoba menghubungi Adam untuk memastikan apakah Adam jadi pulang atau tidak. Melati tahu, Adam memang asli Sidoarjo. Di sini hanya perusahaan cabangnya dan ada Melati. Melati sering meminta Adam untuk ikut pulang ke Sidoarjo, tetapi Adam melarangnya. Dengan alasan Adam akan sering ke Surabaya, jadi tak perlu pulang ke Sidoarjo. Melati pun menurut saja apa mau Adam, tanpa bertanya-tanya hal lain.

Tak lama kemudian, terdengar pintu rumahnya diketuk. Melati pun segera bergegas membukanya. Melati memang sengaja untuk tidak masuk bekerja hari ini, dia sengaja untuk izin untuk menyambut sang suami.

Melati membuka pintu dengan wajah bersinar dan dia langsung tersenyum saat melihat siapa yang datang. Melati pun langsung memeluk Adam dengan erat.

“Mas, aku kangen banget sama kamu,” ucap Melati dengan manja.

“Aku juga.” Adam membalas pelukan Melati dengan begitu hangat. Lalu, Adam mengurai pelukan dan mengecup kening Melati dengan lembut. Kemudian, dia menatap Melati dengan mesra.

“Aku nggak diajak masuk? Masak dibiarkan di luar gini?” tanya Adam sambil tersenyum.

“Ayuk Mas, masuk. Kan, ini juga rumah Mas, masak iya harus aku ajak.” Melati tersenyum.

Lalu, dia membawa tas besar Adam yang tergeletak di lantai. Melati terlihat bahagia saat melihat bawaan Adam begitu banyak. Melati membawa ke dalam kamar, sedangkan Adam duduk di kursi ruang tamu. Dia mengempaskan badannya ke kursi sambil menarik napas dalam. Lalu, ponselnya berdering, saat melihat nama yang tertera di layar, dia pun urung mengangkatnya karena bertepatan dengan Melati yang duduk di sampingnya. Adam langsung memencet tombol berwarna merah dan segera menonaktifkan ponselnya. Melati mengerutkan kening saat melihat apa yang dilakukan Adam.

“Kok, dimatikan Mas? Siapa barusan yang telepon?” tanya Melati.

“Ah, nggak penting. Aku nggak mau ada yang ganggu kebersamaan kita. Apalagi kita lama, nggak ketemu.” Adam menjawab sambil mencoba tersenyum. Senyum yang dipaksakan. Melati bisa menangkap keanehan pada Adam. Namun, dia segera menepis hal-hal buruk tersebut.

“Oh, kirain siapa.” Melati tersenyum, lalu menggelayut manja di lengan Adam.

Melati pun ingin menghabiskan waktu bersama Adam dan tak ingin ada yang mengganggu.

“Mas, aku harap kamu nggak membohongi aku, ya?” Melati mendongak ke arah Adam.

“Berbohong soal apa Sayang? Nggak, kok, aku nggak pernah berbohong pada kamu.” Adam membelai rambut Melati dengan lembut.

“Aku harap nggak ada yang disembunyikan dari aku Mas,” ucap Melati lagi.

“Apa yang aku sembunyikan dari kamu?” Adam pura-pura tidak mengerti.

Kemudian, Melati pun bangkit dan mengambil ponselnya. Dia ingin memperlihatkan sesuatu pada Adam.

“Lihat ini Mas,” ucap Melati sambil menyodorkan ponselnya.

Adam pun menerima ponsel yang diulurkan Melati. Dia masih bingung dan pura-pura tidak mengerti.

“Ini apa?” tanya Adam lagi.

“Coba Mas lihat, foto yang ada di ponselku itu. Itu aku dikirim Reina. Lihat itu, laki-laki itu kamu, kan?” tanya Melati dengan tatapan tajam.

Adam pun melihat foto yang ditunjukkan Melati. Dia terlihat kaget, tetapi segera menyembunyikan rasa kagetnya.

“I-iya, ini aku.” Adam menjawab dengan terbata-bata.

“Terus wanita dan bocah perempuan itu siapa? Kenapa bisa sama kamu Mas?” tanya Melati dengan suara bergetar. Melati takut mendengar jawaban yang menyakitkan.

“Di-dia, teman aku, iya, teman aku.” Akhirnya, Melati mendengar jawaban dari Adam. Melati menarik napas lega. Namun, dia masih ragu.

“Tapi, kenapa dia kelihatan begitu manja pada kamu, Mas?” tanya Melati lagi.

“Ya, karena aku sudah menganggap dia seperti anakku sendiri. Dia jadinya dekat dengan aku.” Adam menatap Melati dengan tersenyum.

“Udah, ya, kamu nggak usah mikir aneh-aneh dan macem-macem. Aku nggak mungkin bohong sama kamu,” ucap Adam lagi sambil membelai rambut Melati.

Melati pun menarik napas dalam. Lalu, Adam seperti sedang menghapus foto yang ada di ponsel Melati.

“Loh, kenapa kamu hapus Mas?” tanya Melati.

“Ya, buat apa? Nggak ada gunanya juga, yang ada nanti kamu malah semakin marah dan kesal.” Adam tersenyum menatap Melati.

Melati pun hanya mengangguk. Dia membenarkan apa yang diucapkan Adam.

“Sekarang gimana kalau kita jalan-jalan menikmati sore. Sekalian cari makan, aku lapar, dari tadi nggak ditawari makan,” ucap Adam sambil memegang perutnya. Melati pun nyengir melihat ke arah Adam.

“Ya, maaf aku emang sengaja nggak masak, biar kamu bisa ajak aku keluar.” Melati tersenyum menatap Adam.

“Ya udah gih ganti baju, dandan yang cantik!” perintah Adam.

“Siap,” sahut Melati.

Lalu, Melati pun melangkah menuju kamarnya. Sementara Adam menghidupkan ponselnya kembali. Saat dihidupkan kembali ada banyak pesan dari Aisyah. Adam tidak membacanya, tetapi dia mengarsipkan pesan dari Aisyah. Adam tak ingin diganggu siapa pun saat bersama dengan Melati, dia juga tak mau Melati curiga. Adam tak bisa jika harus kehilangan Melati. Pria itu sudah telanjur jatuh hati dengan Melati. Bahkan, dia pun berniat akan segera meresmikan pernikahannya, hanya saja menunggu waktu yang pas.

Namun, sebelum itu Adam mengirim pesan pada Aisyah.

“Maaf, Ma, ponsel Papa tadi mati. Maaf ya, Papa lagi sibuk banget di sini. Maaf kalau nggak bisa selalu hubungi Mama.” Pesan pun terkirim. Lalu, Adam pun segera menyimpan ponselnya. Adam tak mau Melati tahu dan curiga.

“Ayuk Mas, udah siap nih,” ucap Melati yang tiba-tiba sudah muncul.

“Aduh kamu bikin kaget aja,” ucap Adam sambil tersenyum. Dia langsung mengantongi ponselnya.

Kemudian, dia melihat Melati yang tampak begitu memukau dan cantik.

“Kamu memang cantik sekali, Sayang. Jangan pernah tinggalin aku.” Adam mengecup kening Melati dengan lembut. Sebenarnya, dia ingin melakukan yang lebih dari sekadar mencium kening, dia begitu merindukan kehangatan dari Melati.

Melati begitu cantik dan dia begitu asyik, berbeda dengan Aisyah, batin Adam. Adam menarik napas dalam. Dia heran, kenapa mulai membanding-bandingkan Aisyah dengan Melati? Adam pun menggeleng-gelengkan kepalanya. Mereka memiliki keunikan sendiri. Aisyah tak mungkin ditinggalkannya karena dia sudah memberikan kebahagiaan untuk Adam.

“Mas, ayo. Kok, jadi ngelamun? Kamu mikirin apa?” tanya Melati.

“Eh, iya, ayuk. Nggak mikirin apa-apa, cuma terpesona dengan kecantikan kamu,” goda Adam.

“Ish, gombal. Jangan sampai hal ini kamu ucapin ke setiap wanita,” ancam Melati.

“Nggak dong Sayang. Hanya kamu satu-satunya wanita yang aku sayang dan cinta.” Adam menatap Melati dengan lembut. Melati pun langsung meleleh mendengar apa yang dikatakan Adam.

Lalu, mereka pun segera keluar dari rumah. Mereka segera masuk ke mobil. Di dalam perjalanan tak henti-hentinya Melati memandang ke arah Adam. Dia begitu terpesona dengan ketampanan suaminya itu. Dia pun berharap suaminya segera menikahinya secara resmi.

Merasa diperhatikan, Adam pun jadi salah tingkah.

“Kamu kenapa mandang aku kayak gitu?” tanya Adam.

“Habis kamu ngangenin.” Melati tersenyum. “Cepet resmiin hubungan kita dong Mas,” lanjut Melati.

“Sabar Sayang, semua butuh proses,” jawab Adam.

Melati kesal setiap kali dia meminta agar segera diresmikan, selalu itu jawaban Adam. Melati juga penasaran, kenapa Adam sama sekali tak mengenalkan keluarganya pada Melati.

“Sabar sampai kapan? Sampai lebaran monyet? Kita udah 6 bulan menikah Mas, tapi kamu sama sekali belum pernah sama sekali mengajakku untuk bertemu keluarga kamu. Jangan buat aku jadi mikir aneh-aneh dong!” protes Melati.

“Nanti pasti aku ajak bertemu keluargaku, kok. Kamu sabar dulu, ya?” Adam mencoba memberi pengertian pada Melati.

Melati pun terdiam, dia tak lagi mengeluarkan kata-kata. Lalu, sampailah mereka di salah satu tempat makan ternama di Surabaya. Adam pun segera turun dan membukakan pintu mobil untuk Melati. Melati pun merasa seperti ratu. Adam begitu menyayangi Melati, selalu memperlakukan seperti ratu jika sedang bersama.

Lalu, mereka pun masuk ke dalam sambil bergandengan tangan. Dan tak sengaja berpapasan dengan seorang pria, yang langsung menyambut Adam sambil tersenyum.

“Hai Bro, ketemu di sini,” sapa pria tersebut.

Adam pun langsung salah tingkah dan segera melepas genggaman tangannya. Melati mengernyit melihat perubahan sikap Adam.

“Eh, iya, kamu ngapain di sini?” tanya Adam.

“Biasa lagi nyusul istriku, dia kemarin pulang karena jenguk makanya yang sakit.” Pria itu tersenyum.

“Mas, ayuk.” Tiba-tiba datang seorang wanita yang Melati kenal.

“Melati!” seru Reina.

“Hei Reina! Ini suami kamu?” tanya Melati

“Iya, Mas ini lo Melati yang aku ceritakan itu.” Reina berkata pada pria yang tadi menyapa Adam.

Pria itu hanya mengangguk dan tersenyum pada Melati.

“Hebat kamu, Bro,” ucap pria itu pada Adam. “Ingat anak istri di rumah,” bisik pria itu pada Adam. Adam langsung kaget. Lalu, menoleh pada Melati. Dia khawatir Melati mendengar perkataan temannya itu. Namun, Adam merasa lega saat melihat Melati sedang bercakap-cakap dengan Reina.

“Hati-hati Bro, ingat hidup tak selamanya bahagia. Duluan ya? Jaga wanita ini baik-baik,” ucap pria itu yang membuat Melati mengernyit. Adam hanya tersenyum kecut.

Sepeninggal Reina dan suaminya, Melati menatap Adam dengan pandangan yang sulit diartikan.

“Suami Reina ternyata kenal baik sama kamu ya Mas?” tanya Melati.

“Iya, aku nggak tahu kalau dia suami sahabatmu,” sahut Adam.

“Terus maksud dia tadi apa? Dia tadi kayak bisik-bisik padamu Mas.” Melati menatap Adam dengan dalam.

“Ah, bukan apa-apa. Udah ah, nggak usah dengerin omongan Dani tadi.” Adam pun mengajak Melati untuk masuk.

Melati pun tak lagi berpikir macam-macam lagi. Mungkin mereka membahas masalah cowok, pikir Melati.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status