Adam terkekeh mendengar pertanyaan Aisyah.
“Mama ini ada-ada saja, ya nggaklah Ma. Udah sekarang Papa mau siap-siap aja, daripada Mama nuduh yang macem-macem.” Adam menangkup kedua pipi Aisyah, setelah itu berdiri dan mengambil tas besar untuk diisi baju-bajunya.Aisyah pun mengikuti Adam, dia membantu Adam menyiapkan untuk besok.“Mama harap Papa nggak bohong,” ucap Aisyah lagi. “Kita udah 8 tahun menikah dan sudah punya anak, Pa. Mama nggak mau Anindya jadi korban keegoisan Papa.” Aisyah berkata sambil menata baju-baju Adam.Adam hanya terdiam mendengar perkataan Aisyah, entah kenapa Aisyah selalu berkata seperti itu. Mungkinkah Aisyah curiga padaku? Adam bertanya dalam hati. Namun, dia tak lagi membalas perkataan Aisyah, Adam tak mau Aisyah semakin curiga.Maafkan aku, Aisyah, Melati, kalian sudah menjadi korban keegoisanku, ucap Adam dalam hati. Adam menarik napas dalam.Keesokan harinya, Melati menanti kehadiran Adam. Wanita itu mempersiapkan untuk menyambut suaminya tercinta. Rasa curiga pun entah kenapa tiba-tiba menguap. Melati tak peduli lagi akan ucapan Reina kemarin.“Ingat Mel, sebelum kamu mendengar ataupun melihat sendiri, jangan pernah percaya terhadap apa pun yang dikatakan orang lain. Sekalipun itu sahabatmu.” Melati mencoba meyakinkan dirinya sendiri.Foto yang diminta dari Reina kemarin, nanti akan dia perlihatkan pada suaminya. Dia ingin tahu reaksi dari suaminya.Hari ini, Melati merasa waktu begitu lama. Berkali-kali melihat ke arah benda bulat yang menempel di dinding, dia merasa waktu tidak bergerak. Melati menarik napas dalam. Dia pun mencoba menghubungi Adam untuk memastikan apakah Adam jadi pulang atau tidak. Melati tahu, Adam memang asli Sidoarjo. Di sini hanya perusahaan cabangnya dan ada Melati. Melati sering meminta Adam untuk ikut pulang ke Sidoarjo, tetapi Adam melarangnya. Dengan alasan Adam akan sering ke Surabaya, jadi tak perlu pulang ke Sidoarjo. Melati pun menurut saja apa mau Adam, tanpa bertanya-tanya hal lain.Tak lama kemudian, terdengar pintu rumahnya diketuk. Melati pun segera bergegas membukanya. Melati memang sengaja untuk tidak masuk bekerja hari ini, dia sengaja untuk izin untuk menyambut sang suami.Melati membuka pintu dengan wajah bersinar dan dia langsung tersenyum saat melihat siapa yang datang. Melati pun langsung memeluk Adam dengan erat.“Mas, aku kangen banget sama kamu,” ucap Melati dengan manja.“Aku juga.” Adam membalas pelukan Melati dengan begitu hangat. Lalu, Adam mengurai pelukan dan mengecup kening Melati dengan lembut. Kemudian, dia menatap Melati dengan mesra.“Aku nggak diajak masuk? Masak dibiarkan di luar gini?” tanya Adam sambil tersenyum.“Ayuk Mas, masuk. Kan, ini juga rumah Mas, masak iya harus aku ajak.” Melati tersenyum.Lalu, dia membawa tas besar Adam yang tergeletak di lantai. Melati terlihat bahagia saat melihat bawaan Adam begitu banyak. Melati membawa ke dalam kamar, sedangkan Adam duduk di kursi ruang tamu. Dia mengempaskan badannya ke kursi sambil menarik napas dalam. Lalu, ponselnya berdering, saat melihat nama yang tertera di layar, dia pun urung mengangkatnya karena bertepatan dengan Melati yang duduk di sampingnya. Adam langsung memencet tombol berwarna merah dan segera menonaktifkan ponselnya. Melati mengerutkan kening saat melihat apa yang dilakukan Adam.“Kok, dimatikan Mas? Siapa barusan yang telepon?” tanya Melati.“Ah, nggak penting. Aku nggak mau ada yang ganggu kebersamaan kita. Apalagi kita lama, nggak ketemu.” Adam menjawab sambil mencoba tersenyum. Senyum yang dipaksakan. Melati bisa menangkap keanehan pada Adam. Namun, dia segera menepis hal-hal buruk tersebut.“Oh, kirain siapa.” Melati tersenyum, lalu menggelayut manja di lengan Adam.Melati pun ingin menghabiskan waktu bersama Adam dan tak ingin ada yang mengganggu.“Mas, aku harap kamu nggak membohongi aku, ya?” Melati mendongak ke arah Adam.“Berbohong soal apa Sayang? Nggak, kok, aku nggak pernah berbohong pada kamu.” Adam membelai rambut Melati dengan lembut.“Aku harap nggak ada yang disembunyikan dari aku Mas,” ucap Melati lagi.“Apa yang aku sembunyikan dari kamu?” Adam pura-pura tidak mengerti.Kemudian, Melati pun bangkit dan mengambil ponselnya. Dia ingin memperlihatkan sesuatu pada Adam.“Lihat ini Mas,” ucap Melati sambil menyodorkan ponselnya.Adam pun menerima ponsel yang diulurkan Melati. Dia masih bingung dan pura-pura tidak mengerti.“Ini apa?” tanya Adam lagi.“Coba Mas lihat, foto yang ada di ponselku itu. Itu aku dikirim Reina. Lihat itu, laki-laki itu kamu, kan?” tanya Melati dengan tatapan tajam.Adam pun melihat foto yang ditunjukkan Melati. Dia terlihat kaget, tetapi segera menyembunyikan rasa kagetnya.“I-iya, ini aku.” Adam menjawab dengan terbata-bata.“Terus wanita dan bocah perempuan itu siapa? Kenapa bisa sama kamu Mas?” tanya Melati dengan suara bergetar. Melati takut mendengar jawaban yang menyakitkan.“Di-dia, teman aku, iya, teman aku.” Akhirnya, Melati mendengar jawaban dari Adam. Melati menarik napas lega. Namun, dia masih ragu.“Tapi, kenapa dia kelihatan begitu manja pada kamu, Mas?” tanya Melati lagi.“Ya, karena aku sudah menganggap dia seperti anakku sendiri. Dia jadinya dekat dengan aku.” Adam menatap Melati dengan tersenyum.“Udah, ya, kamu nggak usah mikir aneh-aneh dan macem-macem. Aku nggak mungkin bohong sama kamu,” ucap Adam lagi sambil membelai rambut Melati.Melati pun menarik napas dalam. Lalu, Adam seperti sedang menghapus foto yang ada di ponsel Melati.“Loh, kenapa kamu hapus Mas?” tanya Melati.“Ya, buat apa? Nggak ada gunanya juga, yang ada nanti kamu malah semakin marah dan kesal.” Adam tersenyum menatap Melati.Melati pun hanya mengangguk. Dia membenarkan apa yang diucapkan Adam.“Sekarang gimana kalau kita jalan-jalan menikmati sore. Sekalian cari makan, aku lapar, dari tadi nggak ditawari makan,” ucap Adam sambil memegang perutnya. Melati pun nyengir melihat ke arah Adam.“Ya, maaf aku emang sengaja nggak masak, biar kamu bisa ajak aku keluar.” Melati tersenyum menatap Adam.“Ya udah gih ganti baju, dandan yang cantik!” perintah Adam.“Siap,” sahut Melati.Lalu, Melati pun melangkah menuju kamarnya. Sementara Adam menghidupkan ponselnya kembali. Saat dihidupkan kembali ada banyak pesan dari Aisyah. Adam tidak membacanya, tetapi dia mengarsipkan pesan dari Aisyah. Adam tak ingin diganggu siapa pun saat bersama dengan Melati, dia juga tak mau Melati curiga. Adam tak bisa jika harus kehilangan Melati. Pria itu sudah telanjur jatuh hati dengan Melati. Bahkan, dia pun berniat akan segera meresmikan pernikahannya, hanya saja menunggu waktu yang pas.Namun, sebelum itu Adam mengirim pesan pada Aisyah.“Maaf, Ma, ponsel Papa tadi mati. Maaf ya, Papa lagi sibuk banget di sini. Maaf kalau nggak bisa selalu hubungi Mama.” Pesan pun terkirim. Lalu, Adam pun segera menyimpan ponselnya. Adam tak mau Melati tahu dan curiga.“Ayuk Mas, udah siap nih,” ucap Melati yang tiba-tiba sudah muncul.“Aduh kamu bikin kaget aja,” ucap Adam sambil tersenyum. Dia langsung mengantongi ponselnya.Kemudian, dia melihat Melati yang tampak begitu memukau dan cantik.“Kamu memang cantik sekali, Sayang. Jangan pernah tinggalin aku.” Adam mengecup kening Melati dengan lembut. Sebenarnya, dia ingin melakukan yang lebih dari sekadar mencium kening, dia begitu merindukan kehangatan dari Melati.Melati begitu cantik dan dia begitu asyik, berbeda dengan Aisyah, batin Adam. Adam menarik napas dalam. Dia heran, kenapa mulai membanding-bandingkan Aisyah dengan Melati? Adam pun menggeleng-gelengkan kepalanya. Mereka memiliki keunikan sendiri. Aisyah tak mungkin ditinggalkannya karena dia sudah memberikan kebahagiaan untuk Adam.“Mas, ayo. Kok, jadi ngelamun? Kamu mikirin apa?” tanya Melati.“Eh, iya, ayuk. Nggak mikirin apa-apa, cuma terpesona dengan kecantikan kamu,” goda Adam.“Ish, gombal. Jangan sampai hal ini kamu ucapin ke setiap wanita,” ancam Melati.“Nggak dong Sayang. Hanya kamu satu-satunya wanita yang aku sayang dan cinta.” Adam menatap Melati dengan lembut. Melati pun langsung meleleh mendengar apa yang dikatakan Adam.Lalu, mereka pun segera keluar dari rumah. Mereka segera masuk ke mobil. Di dalam perjalanan tak henti-hentinya Melati memandang ke arah Adam. Dia begitu terpesona dengan ketampanan suaminya itu. Dia pun berharap suaminya segera menikahinya secara resmi.Merasa diperhatikan, Adam pun jadi salah tingkah.“Kamu kenapa mandang aku kayak gitu?” tanya Adam.“Habis kamu ngangenin.” Melati tersenyum. “Cepet resmiin hubungan kita dong Mas,” lanjut Melati.“Sabar Sayang, semua butuh proses,” jawab Adam.Melati kesal setiap kali dia meminta agar segera diresmikan, selalu itu jawaban Adam. Melati juga penasaran, kenapa Adam sama sekali tak mengenalkan keluarganya pada Melati.“Sabar sampai kapan? Sampai lebaran monyet? Kita udah 6 bulan menikah Mas, tapi kamu sama sekali belum pernah sama sekali mengajakku untuk bertemu keluarga kamu. Jangan buat aku jadi mikir aneh-aneh dong!” protes Melati.“Nanti pasti aku ajak bertemu keluargaku, kok. Kamu sabar dulu, ya?” Adam mencoba memberi pengertian pada Melati.Melati pun terdiam, dia tak lagi mengeluarkan kata-kata. Lalu, sampailah mereka di salah satu tempat makan ternama di Surabaya. Adam pun segera turun dan membukakan pintu mobil untuk Melati. Melati pun merasa seperti ratu. Adam begitu menyayangi Melati, selalu memperlakukan seperti ratu jika sedang bersama.Lalu, mereka pun masuk ke dalam sambil bergandengan tangan. Dan tak sengaja berpapasan dengan seorang pria, yang langsung menyambut Adam sambil tersenyum.“Hai Bro, ketemu di sini,” sapa pria tersebut.Adam pun langsung salah tingkah dan segera melepas genggaman tangannya. Melati mengernyit melihat perubahan sikap Adam.“Eh, iya, kamu ngapain di sini?” tanya Adam.“Biasa lagi nyusul istriku, dia kemarin pulang karena jenguk makanya yang sakit.” Pria itu tersenyum.“Mas, ayuk.” Tiba-tiba datang seorang wanita yang Melati kenal.“Melati!” seru Reina.“Hei Reina! Ini suami kamu?” tanya Melati“Iya, Mas ini lo Melati yang aku ceritakan itu.” Reina berkata pada pria yang tadi menyapa Adam.Pria itu hanya mengangguk dan tersenyum pada Melati.“Hebat kamu, Bro,” ucap pria itu pada Adam. “Ingat anak istri di rumah,” bisik pria itu pada Adam. Adam langsung kaget. Lalu, menoleh pada Melati. Dia khawatir Melati mendengar perkataan temannya itu. Namun, Adam merasa lega saat melihat Melati sedang bercakap-cakap dengan Reina.“Hati-hati Bro, ingat hidup tak selamanya bahagia. Duluan ya? Jaga wanita ini baik-baik,” ucap pria itu yang membuat Melati mengernyit. Adam hanya tersenyum kecut.Sepeninggal Reina dan suaminya, Melati menatap Adam dengan pandangan yang sulit diartikan.“Suami Reina ternyata kenal baik sama kamu ya Mas?” tanya Melati.“Iya, aku nggak tahu kalau dia suami sahabatmu,” sahut Adam.“Terus maksud dia tadi apa? Dia tadi kayak bisik-bisik padamu Mas.” Melati menatap Adam dengan dalam.“Ah, bukan apa-apa. Udah ah, nggak usah dengerin omongan Dani tadi.” Adam pun mengajak Melati untuk masuk.Melati pun tak lagi berpikir macam-macam lagi. Mungkin mereka membahas masalah cowok, pikir Melati.Hari Minggu, Melati sengaja tidak membangunkan Adam karena memang libur. Saat di Surabaya begini, Adam tidak terlalu sering pergi ke kantornya, karena memang hanya kantor cabang. Adam hanya memantau sesekali. Melati pun masuk kembali ke kamar sambil membawa secangkir kopi untuk Adam. Terlihat Adam menggeliat. Lalu, matanya mengerjap dan tersenyum saat melihat wajah cantik Melati. “Udah bangun Mas?” Melati melangkah ke ranjang dan duduk di pinggir ranjang.Adam duduk dan bersender di dinding, lalu meraih tubuh Melati dan memeluknya. Lalu, mencium kedua pipi Melati bergantian.“Terbangun karena mencium aroma kopi yang harum. Dan langsung nggak ngantuk karena lihat wajah istriku yang udah seger ini.” Adam mencubit hidung Melati dengan gemas.“Ish, apa sih Mas? Gombal tahu! Udah sana mandi dulu, bau kecut,” seru Melati.“Iya, sebentar. Aku minum kopi dulu biar segar.” Adam tersenyum genit pada Melati.Melati hanya membalas dengan senyuman. Wanita itu menatap wajah tampan suaminya yang s
“Mel, kamu kenapa? Coba bicara baik-baik, yang tenang.” Adam berusaha membujuk Melati.“Nggak ada yang perlu dibicarakan baik-baik Mas! Aku benci kamu! Benci!” teriak Melati.Adam benar-benar bingung dengan sikap Melati yang tiba-tiba marah-marah tidak jelas. Lalu, Melati kembali masuk ke kamar, lalu kembali dengan membawa ponsel Adam. Lalu, Melati menunjukkan sesuatu yang membuatku tak bisa berkutik.“Mama Aisyah. Siapa dia Mas? Istrimu, kan?” tanya Melati dengan suara bergetar.Adam hanya bisa terdiam. Dia tak tahu harus menjawab apa. Adam tak bisa lagi mengelak. “Kamu nggak bisa jawab, Mas? Dasar penipu kamu! Kamu bilang aku satu-satunya istrimu, satu-satunya wanita yang kamu cinta! Terus wanita bernama Aisyah ini apa nggak kamu cintai?” Melati menatap tajam Adam.Lalu, Melati kembali menunjukkan sesuatu yang membuat Adam membeku.“Lihat ini Mas! Ini yang kamu bilang sahabatmu dan anaknya? Kalian terlihat bahagia sekali. Keluarga yang begitu harmonis.” Melati tersenyum kecut. Tanp
Suara Aisyah saat di telepon terus terngiang di telinga Melati. Dia benar-benar merasa menjadi seorang penjahat. Melati melihat foto yang dikirimkan Reina ke HP-nya. Foto Adam dengan seorang wanita berjilbab, serta bocah perempuan kecil. Mereka tampak seperti keluarga bahagia. Kemudian, Melati mengirimkan pada Adam. “Mas, lihatlah, kalian seperti keluarga bahagia. Bagaimana perasaan istri pertamamu jika tahu kamu di sini berselingkuh?” Air mata Melati menetes saat mengirimkan pesan itu pada Adam.Kebetulan Adam belum pulang ke Sidoarjo, dia sekarang masih di kantor cabangnya yang ada di Surabaya. Adam memang sudah berjanji akan menemani Melati sekitar dua bulanan.Kemudian, ponsel Melati bergetar, sebuah notifikasi pesan dari Adam masuk di ponsel Melati.“Sayang, kamu ngomong apa, sih? Itu cuma sebuah foto. Foto yang diambil diam-diam oleh sahabatmu. Asal kamu tahu, aku lebih bahagia bersama kamu, Melati. Aku nggak nyaman dengan Aisyah,” balas Adam.“Sudahlah, Mas, jangan membuatku s
Sesampai di rumah, Melati langsung disambut oleh Adam. “Sayang, aku nggak mau kamu kayak gini. Anggap saja aku hanya milikmu.” Adam meraih tangan Melati dan hendak menciumnya, tetapi Melati menolak. “Nggak usah pegang-pegang, Mas! Aku muak sama kamu! Talak aku, Mas! Bebaskan aku! Aku nggak mau menjadi pelakor!” sentak Melati. “Melati, aku nggak akan pernah menalakkmu! Aku sangat mencintaimu.” Adam terus membujuk Melati. Melati menatap Adam dengan tajam. “Kamu jangan egois, Mas! Jangan serakah!” sentak Melati. “Mel, beri aku waktu untuk mengatakan hubungan kita ini pada Aisyah. Aku akan menceraikan dia. Aku nggak bahagia hidup dengannya. Aku lebih nyaman denganmu, Mel.” Adam merengkuh Melati. Melati berusaha melepas pelukan Adam, tetapi tak bisa. “Mel, jangan pernah memintaku untuk pergi. Aku nggak bisa kehilangan kamu, Sayang. Aku begitu mencintaimu,” ucap Adam. Lalu, dia mencium kening Melati. Melati akhirnya hanya bisa pasrah. Jika boleh jujur, Melati memang tak mau berpisah
Setelah Adam dan Melati berdebat, lagi-lagi Melati luluh. Adam pun pergi ke kamar mandi untuk membersihkan badan. Saat Adam masih di kamar mandi, ponsel Adam yang diletakkan di atas meja berdering. Melati mengernyit saat melihat nama yang tertera di ponsel Adam. Sama seperti beberapa waktu lalu. Awalnya, Melati ragu untuk menerimanya, tetapi karena tak kunjung berhenti, Melati pun menerimanya. “Halo,” ucap Melati, tapi tak ada jawaban. “Halo, ada yang bisa saya bantu?” tanya Melati lagi. Namun, tak ada jawaban. Melati yakin orang yang ada di telepon itu pasti syok karena mendengar suaranya, Melati ingin mengatakan yang sejujurnya, tetapi dia masih punya hati. Saat Melati ingin mengatakan sesuatu, tiba-tiba Adam mengambil ponselnya yang masih di telinga Melati. Dan langsung mematikan sambungan teleponnya. “Kenapa kamu ambil paksa teleponnya Mas? Oh, kamu takut kalau istri sahmu tahu kelakuan suaminya di sini?” tanya Melati dengan tatapan tajam. “Melati, nggak gitu. Tapi, bukan saa
Keesokan harinya, Adam pun pergi meninggalkan Melati. Meskipun Melati tak rela Adam pergi, tapi dia tak bisa menuntut lebih. Melati sadar dengan statusnya. Toh, Adam pulang ke Sidoarjo karena Anindya. Andai bisa, Melati ingin ikut ke Sidoarjo, toh Sidoarjo dan Surabaya tak terlalu jauh. Melati bisa juga PP dari tempat kerjanya ke Sidoarjo. Sayangnya Adam melarangnya. Mungkin dia takut Aisyah tahu.Adam pun meninggalkan Melati dengan rasa bersalah. Selama dalam perjalanan, pikiran Adam terpecah. Berkali-kali ponselnya berdering, tapi Adam abaikan. Karena Adam yakin itu telepon dari Aisyah.“Aisyah ini nggak sabaran banget, sih, jadi orang! Udah tahu aku nyetir, lagi di perjalanan. Udah tahu perjalanan dari Surabaya ke Sidoarjo berapa lama. Harusnya nggak usah telepon-telepon terus!” Adam terus menggerutu.Setelah berkali-kali berdering, akhirnya ponselnya pun berhenti. Adam merasa lega.Setelah kurang lebih 1 jam perjalanan, Adam sampai juga di rumahnya. Dia segera turun dari mobilnya.
“Siapa, Pa? Kenapa harus sembunyi saat telepon?” tanya Aisyah.Tentu saja Adam gelisah. Dia langsung mematikan sambungan teleponnya.“Ini lo orang perusahaan, tapi nggak penting-penting banget, kok, Ma. Udah, yuk nggak usah bahas yang lain. Bahas kita aja.” Adam mencoba tersenyum dan bersikap biasa.Aisyah pun menurut apa kata Adam. Mereka kembali ke balkon kamar dengan bergandengan tangan. Aisyah hanya berharap apa yang dikatakan Adam memang benar adanya, tidak berbohong.“Pa, aku hanya takut apa yang dibilang Bude benar adanya.” Aisyah menatap Adam ketika sudah berada di balkon.“Memang apa kata Bude, Ma?” tanya Adam.“Ya, kamu di sana punya selingkuhan, makanya betah di sana. Tapi, aku yakin kamu nggak kayak gitu. Kamu sangat mencintaiku dan menyayangi Anindya, jadi nggak mungkin kalau punya selingkuhan.” Aisyah tersenyum menatap Adam.“Nggak usah didenger apa yang dibilang Bude, Ma. Papa di sana itu kerja, ngurus perusahaan cabang.” Adam tersenyum.“Tapi, bisa nggak, kalau misal p
Sementara Melati, semenjak tahu kalau dirinya hanya istri simpanan, dia tak banyak menuntut. Meskipun Adam lama tak mengunjunginya, Melati pun tidak protes. Dia sadar diri. Melati juga merasa bersalah pada Aisyah. Seperti sekarang ini, jika Adam tidak menghubunginya, Melati tidak menghubunginya seperti dulu saat belum tahu status Adam. Sekarang, Melati harus bisa menghargai istri sah Adam. Meskipun hatinya teramat sakit jika mengingat Adam bersama istri sahnya. Akan tetapi, dia tak bisa berbuat banyak.“Mas, sampai kapan kita akan menjalani hubungan secara sembunyi begini? Aku istrimu juga,” ucap Melati pada dirinya sendiri.Melati menarik napas dalam, air matanya mengalir membasahi pipinya. Hati Melati begitu nyeri. Napasnya terasa sesak, tak sanggup lagi rasanya menjalani pernikahan ini. Berkali-kali Melati ingin menyerah dan pergi dari kehidupan Adam, tetapi pria itu selalu melarang. Dia tak mau kehilangan Melati, tapi juga takut berpisah dengan istri sahnya. Pria memang makhluk