Bukan cinta pilihan

Bukan cinta pilihan

last updateLast Updated : 2025-05-14
By:  jeannaUpdated just now
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Not enough ratings
10Chapters
6views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Nayla tidak pernah percaya pada cinta yang dijodohkan. Baginya, cinta harus tumbuh dari hati, bukan dari kesepakatan orang tua. Tapi segalanya berubah saat ia dipaksa menerima lamaran dari Arvin, pria asing yang terlalu tenang, terlalu rapi, dan terlalu misterius untuk selera Nayla. Arvin pun tak menginginkan pernikahan ini. Masa lalunya masih menyisakan luka, dan hatinya belum siap membuka ruang untuk cinta baru. Namun karena rasa hormat pada keluarga dan masa depan yang terus mendesak, ia setuju. Dua orang asing. Satu cincin. Sebuah kesepakatan. Mereka sepakat untuk tidak saling mencintai. Tapi siapa sangka, dalam diam, perhatian kecil mulai tumbuh. Dalam perdebatan, rasa mulai mengakar. Namun, ketika masa lalu Arvin kembali mengetuk pintu, dan keraguan Nayla memuncak, akankah kesepakatan mereka cukup kuat untuk menjelma menjadi cinta yang nyata?

View More

Chapter 1

Cincin tanpa tanya

Hujan sore itu turun perlahan, seperti enggan benar-benar jatuh dari langit yang kelabu. Rintiknya menari di atas genteng, menciptakan irama lembut yang mengiringi langkah Nayla menuruni angkot. Jaket denim yang ia kenakan sudah mulai lembap, dan udara dingin menyusup masuk, menusuk kulitnya diam-diam. Ada sesuatu di udara hari ini yang membuat jantungnya lebih cepat berdetak, meski ia belum tahu kenapa.

Biasanya, pulang ke rumah adalah bagian paling tenang dari harinya. Tapi sore ini, rumah itu terasa seperti tempat asing yang menunggunya dalam diam.

Saat Nayla mendorong pintu pagar yang sedikit berderit, aroma bunga sedap malam menyeruak dari dalam rumah, aroma yang biasanya menyambut hangat, kini justru memunculkan kecemasan yang tak bisa dijelaskan. Rumah itu terlalu sunyi. Tak ada suara tawa, tidak juga suara piring beradu di dapur. Hanya hening.

Langkah kakinya terhenti sesaat di ambang pintu, sebelum akhirnya ia melangkah masuk. Meja makan tertata rapi, bahkan taplaknya diganti, hal yang jarang sekali terjadi tanpa alasan khusus. Kedua orang tuanya duduk berdampingan di ruang tamu, tidak seperti biasanya yang sibuk masing-masing di kamar atau ruang kerja.

“Nay, duduk dulu, Nak,” ucap Bu Diah sambil tersenyum. Tapi senyum itu tidak seutuh biasanya. Ada sedikit getar di ujung bibirnya, seolah menyimpan sesuatu yang belum siap diceritakan.

Nayla menggantungkan tas di gantungan dekat pintu, lalu berjalan pelan ke arah sofa. Duduknya ragu-ragu, sementara matanya memandangi Papa dan Mama bergantian. Keduanya tampak serius, namun berusaha terlihat tenang.

“Kenapa? Ada apa?” tanyanya, pelan tapi jelas. Firasatnya sudah tak bisa ditenangkan lagi.

Pak Hadi menghela napas pelan, matanya memandang putrinya sejenak sebelum berbicara.

“Kami mau bicara tentang seseorang…”

Nayla mengerutkan dahi. “Seseorang?”

“Namanya Arvin. Anak dari Om Bram dan Tante Rika. Kamu masih ingat mereka, kan? Dulu sering main ke rumah waktu kamu kecil.”

Nayla mengangguk samar, ingatan itu terlalu jauh. Wajah-wajah dari masa lalu itu kabur dalam pikirannya.

“Begini, Nay…” lanjut Bu Diah dengan suara yang lebih lembut dari biasanya. “Kami sudah lama ngobrol dengan orang tuanya Arvin. Dan… kami ingin mengenalkan kalian. Lebih serius.”

“Serius?” suara Nayla nyaris hanya bisikan. “Ini... semacam perjodohan?”

Tidak ada jawaban langsung. Hanya keheningan yang menjawab lebih dulu.

Akhirnya Pak Hadi berkata, “Kami ingin kamu coba bertemu dulu. Bukan untuk langsung menikah. Tapi kenali dulu siapa dia. Kalau setelah itu kamu tetap merasa ngga nyaman, kami nggak akan memaksa.”

Tapi Nayla tahu, kalimat “kami tidak akan memaksa” bukan berarti tak ada tekanan. Ia juga tahu, orang tuanya bukan tipe yang sembarangan mencampuri hidupnya. Jika mereka sampai bicara sejauh ini, pasti ada hal penting yang tak mereka ungkapkan.

Hening menyelimuti ruang tamu beberapa lama. Di luar, hujan masih turun, mengisi keheningan dengan suara rintik yang monoton.

Tiga hari berlalu seperti angin yang membawa kabut pelan, namun meninggalkan bekas. Mendung masih menggantung ketika sebuah mobil hitam berhenti di depan rumah. Dari balik tirai jendela ruang tamu, Nayla memperhatikan diam-diam.

Seorang pria turun dari mobil itu. Kemeja putih bersih menempel rapi di tubuhnya. Posturnya tegap, langkahnya tenang. Wajahnya tidak asing, tapi juga bukan sosok yang pernah Nayla bayangkan akan berdiri di hadapan rumahnya.

Arvin.

Ia tampak seperti pria yang tidak mudah terbaca. Matanya tajam, tapi tidak menghakimi. Wajahnya tenang, tapi ada kesan letih di sudut matanya, seperti.... seseorang yang menyimpan banyak hal namun memilih tak membicarakannya.

Pertemuan itu terjadi di ruang tamu yang sama, dengan teh hangat dan cake kecil sebagai perantara. Mereka berbincang seperlunya. Arvin sopan, tutur katanya tertata, tidak kaku tapi juga tidak berlebihan. Ia berbicara seperti seseorang yang sudah lama terbiasa menahan jarak.

Nayla tidak bisa menebak pria itu. Tapi satu hal yang ia tahu, Arvin bukan tipe yang datang dengan cerita manis atau janji yang tidak berdasar. Ia hadir seperti sebuah pernyataan yang belum selesai dibaca.

Saat suasana mulai mengendur, Arvin menoleh padanya.

“Kalau ngga keberatan, bisa bicara sebentar?” tanyanya.

Nayla mengangguk, meski hatinya belum benar-benar siap.

Mereka pindah ke halaman belakang, tempat angin sore meniup dedaunan yang gugur, dan langit masih menggantung kelabu. Burung-burung kembali ke sarangnya. Suasana itu, entah mengapa, cocok dengan situasi mereka.

“Saya tahu ini pasti berat buat kamu,” ujar Arvin lebih dulu. Suaranya tenang, jujur. “Dan buat saya juga tidak mudah.”

Nayla menatapnya, tak menjawab.

“Saya tidak percaya cinta bisa dipaksakan,” lanjutnya. “Tapi saya percaya... kadang, ada hal-hal dalam hidup yang bisa tumbuh. Kalau diberi waktu dan keinginan.”

Nayla masih terdiam. Angin menggerakkan helai rambutnya pelan.

“Kamu serius mau menikah dengan orang asing?” tanyanya akhirnya, suaranya pelan tapi dalam.

Arvin menatapnya langsung, tak ada ragu di matanya. “Saya serius ingin mencoba mengenal kamu. Bukan karena saya dipaksa, tapi karena saya rasa... mungkin kita sama-sama butuh seseorang yang bisa saling mengerti, walaupun memerlukan banyak waktu"

Jawaban itu tidak membuat semuanya menjadi jelas. Tapi Nayla mengerti, ia sedang bicara dengan seseorang yang sama bingungnya dengan dirinya, tapi mencoba tidak lari.

Dan sore itu, saat langit belum benar-benar gelap, saat hujan belum sepenuhnya berhenti, sesuatu yang asing melingkar di jari manis Nayla. Cincin sederhana, tanpa kata, tanpa janji manis.

Hanya sebuah kesepakatan sunyi, antara dua orang asing yang mencoba memahami takdir yang datang terlalu cepat.

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
10 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status