CINTA DI BALIK BENCI

CINTA DI BALIK BENCI

last updateLast Updated : 2025-02-01
By:  Zayba AlmiraCompleted
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel12goodnovel
10
4 ratings. 4 reviews
101Chapters
443views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Aurelia “Lia” Putri terpaksa pindah sekolah di tengah semester karena masalah keuangan keluarganya. Sekolah barunya adalah SMA Bina Cendekia, sekolah unggulan yang dipenuhi siswa-siswi ambisius. Tapi mimpi Lia untuk hidup tenang buyar sejak hari pertama, ketika ia tanpa sengaja membuat Aldean "Dean" Mahendra, ketua OSIS yang perfeksionis, marah besar. Dean adalah siswa teladan dengan otak cerdas, karisma tinggi, dan sikap dingin yang sering membuat banyak orang segan. Namun, di balik sikapnya yang angkuh, ia menyimpan luka dari masa lalu yang memengaruhi hubungannya dengan orang lain. Hubungannya dengan Lia dimulai dari perseteruan sengit, tapi siapa sangka bahwa perlahan kebencian itu berubah menjadi sesuatu yang jauh lebih rumit.

View More

Chapter 1

Bab 1

Lia duduk di kursi belakang mobil tua keluarganya, memandangi jalan yang tampak asing melalui jendela berdebu. Tangannya menggenggam erat tas ransel yang sudah usang, sementara suara kedua orang tuanya bergema samar di telinganya. Mereka berbicara tentang keuangan keluarga, tentang “peluang baru” di sekolah unggulan, tetapi Lia tidak mendengar.

Yang ada di pikirannya hanya satu hal: Kenapa aku harus pergi dari semua yang aku kenal?

Sekolah lamanya mungkin tidak megah, tetapi di sanalah ia merasa aman. Ia punya teman-teman yang tulus, guru yang ramah, dan lingkungan yang mendukung. Sekarang, ia harus menghadapi tempat baru, di mana semua orang tampaknya jauh lebih pintar, lebih kaya, dan lebih baik darinya.

Saat mobil berhenti di depan gerbang besar dengan logo SMA Bina Cendekia yang berkilau keemasan, Lia merasa seperti memasuki dunia yang bukan miliknya. Tangannya bergetar saat ia meraih gagang pintu mobil.

“Semangat ya, Lia,” kata ibunya, berusaha terdengar optimis. Lia hanya mengangguk tanpa berkata apa-apa.

Begitu melangkah masuk ke aula sekolah, Lia segera menyadari bahwa ia bukan hanya siswa baru; ia adalah seseorang yang terlihat tidak pada tempatnya. Seragamnya tampak lusuh dibandingkan seragam siswa lain yang rapi dan berkilau. Sepatunya yang sudah mulai memudar warnanya seolah berteriak, “Aku bukan bagian dari kalian.”

Matanya bergerak gelisah, mencari petunjuk tentang ke mana ia harus pergi. Ia melihat papan pengumuman di ujung aula dan memutuskan untuk mendekat. Namun, langkahnya terhenti ketika ia tanpa sengaja menyenggol meja piala besar yang diletakkan di tengah aula.

“Braakkk!”

Piala emas besar jatuh dan berguling ke lantai, menghantam dengan suara yang cukup keras untuk membuat semua orang di sekitar aula menoleh. Lia membeku di tempat, wajahnya pucat pasi.

“Oh, Tuhan… apa yang aku lakukan?” pikirnya panik.

Beberapa siswa mulai berbisik, sementara seorang pria dengan postur tinggi dan wajah serius melangkah maju. Ia mengenakan seragam yang sama dengan Lia, tetapi ada emblem khusus di dadanya—pertanda bahwa ia adalah seseorang yang penting di sekolah ini.

“Siapa yang berani menjatuhkan piala ini?” suaranya tegas, dingin, dan penuh otoritas.

Lia menelan ludah, merasa seluruh ruangan memandangnya. Ia ingin bersembunyi di bawah meja.

Dean, siswa teladan sekaligus ketua OSIS yang terkenal perfeksionis, berjalan mendekati meja piala dengan tatapan tajam. Matanya langsung mengunci pada Lia, yang masih berdiri terpaku dengan wajah bersalah.

“Kamu,” katanya, suaranya datar tetapi menusuk. “Kamu tahu piala ini adalah penghargaan tertinggi sekolah, kan?”

Lia mencoba menjawab, tetapi suaranya tersangkut di tenggorokan. Akhirnya, ia hanya menggeleng pelan.

Dean mendengus pelan, jelas tidak terkesan. “Piala ini melambangkan kerja keras seluruh siswa di sini. Tapi kamu? Di hari pertama, kamu sudah merusaknya. Hebat sekali.”

Lia merasakan panas di pipinya. Kata-kata Dean seperti cambuk yang memukul harga dirinya. Ia ingin menjelaskan bahwa itu tidak sengaja, tetapi nada suara Dean membuatnya terlalu takut untuk bicara.

“Sebaiknya kamu belajar berhati-hati, siswa baru,” lanjut Dean, lalu berbalik pergi tanpa menunggu jawaban.

Ketika Dean pergi, Lia merasa matanya mulai berkaca-kaca. Ia menunduk, mencoba menyembunyikan rasa malunya.

“Ini bukan salahku,” pikirnya keras-keras. Tapi bisikan di sekitarnya membuat perasaan bersalah itu semakin kuat.

“Siswa baru itu sembrono sekali.”

“Kasihan Dean. Dia pasti marah besar.”

“Dia terlihat gugup. Mungkin dia nggak cocok sekolah di sini.”

Kata-kata itu menembus seperti anak panah. Lia berusaha mengatur napasnya, tetapi dadanya terasa sesak. Ia menggigit bibir bawahnya, menahan air mata yang hampir tumpah.

“Kenapa harus begini?” gumamnya pelan.

Hari pertama di sekolah berjalan seperti mimpi buruk. Lia merasa semua orang memperhatikan setiap langkahnya, meskipun mungkin itu hanya perasaannya saja. Setiap kali ia melihat Dean di koridor, ia merasa tubuhnya mengecil. Ia ingin meminta maaf, tetapi sesuatu dalam cara Dean menatapnya membuatnya yakin bahwa permintaan maaf itu tidak akan berarti apa-apa.

Di kelas, ia juga merasa asing. Siswa-siswa di sekitarnya tampak begitu percaya diri, mengobrol tentang materi pelajaran yang bahkan belum pernah ia dengar sebelumnya. Lia merasa seperti ikan kecil yang dilemparkan ke dalam lautan hiu.

Ketika bel berbunyi tanda akhir pelajaran, Lia segera mengemasi barang-barangnya dan berjalan cepat ke gerbang. Ia hanya ingin pulang, meninggalkan semua tekanan ini.

Di rumah, ibunya menyambutnya dengan senyum lembut. “Bagaimana hari pertamamu, Lia?”

Lia ingin mengatakan bahwa semuanya baik-baik saja, tetapi suara gemetar yang keluar dari mulutnya berkata lain. “Aku… aku nggak tahu, Bu. Aku rasa aku nggak cocok di sana.”

Ibunya terdiam sejenak, lalu mendekat dan memeluk Lia. “Kamu hanya perlu waktu, sayang. Tidak mudah beradaptasi, tapi Ibu tahu kamu kuat.”

Lia tidak menjawab. Ia hanya memejamkan mata, membiarkan air matanya akhirnya jatuh.

“Kenapa semuanya harus berubah?” tanyanya dalam hati.

Malam itu, Lia duduk di depan cermin kamarnya, memandangi wajahnya sendiri. Di balik rasa takut dan kesedihan, ada sesuatu yang lain: sebuah percikan tekad.

“Kalau aku terus seperti ini, mereka akan benar. Mereka akan berpikir aku lemah.”

Lia menggenggam pinggiran meja cermin dengan erat. Ia tahu bahwa ia tidak bisa mengubah fakta bahwa ia adalah siswa baru dengan latar belakang sederhana. Tetapi, ia bisa membuktikan bahwa ia tidak akan menyerah.

“Besok, aku akan bangkit,” katanya pelan, hampir seperti janji pada dirinya sendiri.

Dengan pikiran itu, Lia menarik napas panjang dan berusaha tidur, meskipun rasa takut tentang hari esok masih mengintai di sudut pikirannya.

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

user avatar
Luqman Hakim
kerennnn...
2025-02-04 23:34:26
0
user avatar
Zayba Almira
keren buat di baca anak muda. kata2nya kuat...
2025-01-12 16:15:17
0
user avatar
Luqman Hakim
Nyoba baca, ternyata bagus juga cerita nya...
2024-12-19 22:43:41
1
user avatar
Zayba Almira
Kata katanya kuat banget... rekomendasi buat remaja serta dewasa muda buku ini.
2024-12-19 22:38:19
1
101 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status