"Des, kamu suka model yang mana?" tanya Puspa menunjukkan kedua baju pengantin berwarna putih itu padaku.
"Model yang sederhana saja, Teh," sahutku tanpa memilih satupun dari kedua model baju pengantin syar'i yang Puspa berikan padaku.
"Ya sudah, yang ini saja ya Des! Sepertinya cocok di badanmu." Puspa menempelkan baju pengantin dengan sedikit hiasan mutiara di bagian roknya di badanku.
"Sip, kamu cantik sekali Des!" ujar Puspa antusias. Seolah dia sedang mempersiapkan pesta pernikahan untuk dirinya sendiri. Ia tidak ingin ada satupun yang kurang dariku.
"Kalau untuk Abi, kamu suka yang mana?" Kini Puspa menunjukkan model pakaian pengantin pria yang dikenakan manekin di hadapan kami.
"Ehm, terserah Teteh saja, deh," ucapku tak bersemangat. Aku tidak tau bagaimana harus menjalani rumah tangga jika hati ini saja selalu terasa sakit setiap melihat Puspa dan Gus Al bermesraan.
Kujatuhkan tubuhku memeluk pria yang berdiri di hadapanku. Pria yang selalu ku lrindukan disetiap malamku. Tak perduli dia suka atau tidak, aku hanya ingin meluapkan rasa lelah dalam hidupku saat ini.Sepertinya Gus Al terkejut. Terdengar jelas detak jantungnya yang berpacu lebih cepat. Aku masih terus menempelkan wajahku pada dada bidangnya dengan menangis tersedu-sedu. Melewati kejamnya hidup ini sendiri membuatku merasa lelah dan hampir putus asa.Sejenak pria itu membiarkan aku menangis dalam pelukannya. Meskipun ia tahu bersentuhan dengan yang bukan mahramnya adalah sebuah larangan. Tapi entah mengapa pria yang telah mencukur bulu halus di sekitar rahangnya itu membiarkan aku berada dalam pelukannya."Kamu kenapa menangis?" Pria itu mengusap rambut panjangku.Segera kutarik tubuhku dari pelukannya. Kemudian menatap lekat wajah sendu pria yang memiliki tinggi hampir sama denganku itu.
POV PuspaNamaku Anisa Puspa Sanjaya, Nama itu diambil dari nama ayah dan almarhumah ibuku. Anisa adalah nama ibuku dan Sanjaya adalah nama ayahku. Kata ayah aku adalah hadiah terindah yang pernah ibu berikan kepadanya sebelum akhirnya ibu meninggalkanku untuk selamanya.Saat ini usiaku memang sudah hampir menginjak kepala tiga. Hidupku terlalu sibuk membantu ayah mengembangkan perusahaannya di bidang travel haji dan usaha ayah yang lainnya. Bolak balik Jakarta arabsaudi membuatku lupa dengan pernikahan yang seharusnya sudah aku lakukan diusiaku ini.Dibesarkan oleh orang tua tunggal membuatku sangat menyanyangi ayah. Bahkan jika aku harus memilih, aku tidak ingin menikah, aku hanya ingin menemani ayahku hingga beliau menua dan wafat. Aku tidak ingin jika ayahku menghabiskan hidupnya sendirian, meskipun berkali-kali aku memintanya untuk menikah tetapi ayah tetap ingin menjaga hatinya untuk ibu seumur hidupnya.
Setelah acara pesta pernikahan itu usai aku segera membersihkan diri. Di rumah minimalis yang telah Gus Al hadiahkan untukku sebagai tempat tinggal kami setelah menikah.Suara sound yang mengiringi pernikahan kami telah usai. Hanya tinggal keheningan di malam yang pekat dan suara jangkrik yang saling bersahutan.Sudah kuhias wajahku semenarik mungkin dengan balutan make-up natural tentunya. Ditambah dengan wewangian yang sengaja aku semprotkan ke seluruh tubuhku agar Gus Al bisa tertarik kepadaku.Namun, pria yang hampir setangah jam berada di dalam kamar mandi itu tak kunjung membuka pintunya. Aku sempat lelah untuk menunggu pria itu keluar dari dalam kamar mandi. Hingga akhirnya pria dengan balutan handuk dari pusar hingga paha itu menunjuk batang hidungnya."Mas, nih sudah aku siapkan baju ganti untuk mu," ucapku kepada Gus Al, pria itu tersenyum teduh padaku. Wajahnya yang sedari tadi muram kini kembali ceria. Entahlah, pria itu mudah sekali berubah.
"Sayang, aku sudah jalan pulang dari Pekalongan. Mau minta oleh-oleh apa?" ucap Gus Al di balik telepon."Nggak usah Abi, yang penting Abi cepat pulang aja!" sahutku manja dengan tersenyum kecil, meskipun aku yakin suamiku tidak akan pernah melihat senyuman itu."Cie, sudah rindu ni ye!" sahutnya meledek."Ih, Abi ni. Aku sholat subuh dulu ya bi. Aku tunggu Abi di rumah," ujarku seraya mengakhiri panggilan setelah kuucapan salam pada lelaki yang berada di balik telepon.Subuh buta Gus Al telah menghubungiku. Mungkin pria itu sedang dilanda rindu berat sama halnya dengan diriku saat ini. Hampir dua minggu ia meninggalkanku di pondok dan selama itu pula aku menjalani pemulihanku semasa operasi pengangkatan indung telur. Beruntungnya ada Umi yang senantiasa menjagaku seperti halnya ibu kandungku sendiri.Hampir menjelang sore, mobil Abi baru memasuki halaman pesantren. Aku yang baru pulang dari kantor travel ayah cabang Cilegon segera menyambut kedata
POV GUS ALAku sempat kecewa dengan keputusan Abah dan umi untuk menjodohkanku dengan Puspa. Wanita yang sama sekali belum pernah kutemui. Pernah, tapi dulu waktu kami masih kecil. Kata Umi dulu waktu Puspa masih kecil, Ayah Puspa yang saat itu masih orang biasa sering menitipkan gadis kecil itu kepada Umi. Wajar saja Ayah Puspa adalah seorang single parent. Namun roda hidup siapa yang tau, kini Ayah Puspa telah berubah menjadi orang yang sukses dan kaya raya. Bahkan ia memiliki peran yang sangat penting untuk pondok pesantren yang keluargaku dirikan. Tetapi aku sedikit heran dengan pria yang kini telah sah menjadi mertuaku itu. Entah apa yang membuatnya mampu bertahan hidup sendirian hingga detik ini."Jalani saja dulu, kamu bisa mencintai siapapun tapi kamu tidak akan pernah tau pada akhirnya dengan siapa kamu akan menikah, Gus!" Wejangan Abah ketika aku sempat menolak perjodohan itu. Yah, aku yakin segala yang terjadi di dalam hidupku ini bukanla
POV GUS AL"Sudah jangan menangis, aku tidak mau jika besok pengantin perempuanku datang dengan wajah yang sembab," hiburku kepada Desi yang seketika membelalak. Mungkin gadis itu terkejut atau Puspa yang lupa memberi tahu jika pernikahanku dan Desi akan dilaksanakan besok."Apa? Besok?" ucapnya terkejut. Kulihat wajah sembabnya sejenak mematung begitu mengemaskan. Rambunya yang terurai hingga ke pinggang membuat desiran halus menelusup ke dalam dadaku."Astaghfirullah! Pantas saja banyak pria yang menyukai Desi ternyata ia memang memiliki daya tarik yang kuat," gumanku dalam hati tak berhenti menatap Desi yang masih bengong."Ya sudah, cepat istirahat! Ini sudah larut malam," pintaku kepada Desi. Segera kutinggalkan wanita itu daripada aku dilanda pikiranku yang aneh aneh.****Aku telah siap duduk di depan penghulu. Jantungku masih berdebar kencang, meskipun
POV DESI"Kamu cantik sekali," ucap Gus Al membelai rambutku yang masih basah.Gus Al terus menatapku dan menyesap aroma shampoo dari rambutku. Membuat jantungku semakin cepat berpacu. Apakah Gus Al akan melakukannya malam ini? Kenapa aku segugup ini? Bukankah aku sudah sering melakukannya dengan pria-pria hidung belang di luar sana. Lalu kemana Puspa malam ini? Kenapa dia tak kunjung kembali ke rumah.Tiba-tiba pria itu mengangkat tubuhku dalam gendongannya. Wajahnya yang kini tampak lebih tampan tanpa bulu halus di sekitar rahangnya membuatku semakin terpesona.Gus Al menjatuhkan tubuhku di atas ranjang tanpa taburan bunga layaknya pengantin baru. Mungkin Puspa lupa menghias kamar pengantin kami."Akan aku bacakan doa pengantin baru untukmu juga, sama seperti yang kulakukan kepada Puspa," ucapnya kemudian merapalkan doa di atas ubun-ubunku dan kemudian mencium pucuk keningku.
POV UMI"Umi, umi!" panggil seorang wanita paruh baya datang menghampiriku yang sibuk menata buku-buku di perpustakaan pondok."Inah, ada apa? tidak salam tidak apa tiba-tiba bingung kaya begitu!" ucapku pada Inah yang baru datang dengan nafas tersengal.Inah adalah seorang janda miskin. Hidupnya yang bergonta ganti suami namun tidak ada satupun yang membuatnya bahagia. Hingga suatu ketika aku menolongnya yang hampir naas di bunuh oleh mantan suaminya yang seorang preman pasar. Dikarenakan Inah pada saat itu tidak mau memberikannya uang untuk berjudi. Dari situlah Inah janda miskin yang hidupnya sebatang kara memutuskan untuk mengabdikan hidupnya di pondok pesantren sembari menimba ilmu dan belajar menata hidupnya agar lebih baik."Iya Umi, aslamualaikum," ujarnya dengan mengatur nafasnya yang hampir putus."Wa'alaikum salam," sahutku kini menjatuhkan pandanganku kepada Inah.