Share

Bab 4

Author: Ayu Kristin
last update Huling Na-update: 2021-08-08 12:28:49

Cekrek!

 

Terdengar seseorang membuka knop pintu. Namun rasanya aku malas sekali untuk bangun dan melihatnya. Aku masih ingin bermalas malasan di kasurku yg empuk menyaksikan acara komedian laki laki berambut merah yang sedari tadi mengocok perutku.

 

"Desi, ih kamu ini!" sergah Riri dengan wajah kesal sambil menenteng banyak kantong kresek di tangannya menghampiriku.

 

"Apa sih Ri, Aku masih sibuk nonton TV nih," balasku tanpa menoleh sedikitpun pada Riri.

 

"Bantuin dong ih!" protes Riri. 

 

"Iya, iya Ih!" Aku segera mengerjap bangun dan mengambil sebagian kantong yang ada di tangan riri dan meletakannya di atas meja makan.

 

"Lagian kamu belanja banyak banget sih Ri. Kan nyusahin diri kamu sendiri." Aku kembali menjauhkan tubuhku pada sofa yang berada di depan televisi.

 

"Heh, ini tu mumpung Des, mumpung lelaki tua itu banyak duitnya. Kan dia baru aja dapat proyek baru." Riri tertawa kegirangan, dasar matre. 

 

"Iya, mumpung di belanjainkan?" aku memonyongkan bibirku sedikit ke depan melihat pada Riri yang menarik kedua sudut bibirnya tersenyum lebar 

 

"Iya Des, kamu tau aja. Ini tuh rejeki anak sholeha, Desi," timpal Riri.

 

 

"Hahah ... bukan anak sholeha Ri, tapi jablai Sholeha." Aku tertawa terpingkal pingkal puas meledeki Riri.

 

"Yah, ngak apa-apa lah Des. Siapa juga yang mau seperti ini, mungkin ini sudah takdir kita." Riri pun tertawa terkekeh tak kalah hebohnya denganku  

 

"Eh itu kresek yang warna ijo pesenan spesialmu, aku kasih gratis, nggak usah bayar." Riri tertawa menujuk pada sebuah kantong kresek berwarna hijau.

 

"Dasar kamu!" aku mengerutu dan mengambil sebungkus nasi uduk dari dalam kresek yang berada di atas meja makan.

 

"Des kamu tau nggak, lelaki tua itu ngajakin aku nikah tau," ucap Riri  yang sedang menikmati sebatang rokok Marlboro mild di sampingku.

 

"Terus Lo mau gitu?" Aku yang masih sibuk mengunyah nasi uduk melirik pada Riri yang memasang wajah berpikir. 

 

"Ya, maulah Des. Lagi pula aku juga sudah capek Des kerja seperti ini terus," balas Riri sekilas melihat ke arahku.

 

"Emang kamu di madu. Bukankah si Broto itu sudah memiliki istri dan anak?" Aku menyudahi makanku. Akhirnya kenyang juga makan sebungkus nasi uduk terenak di kota Cilegon.

 

"Ya, ngak apa-apa sih Des. Yang penting kan dinafkahi," tukas riri mengepulkan asap rokoknya membentuk bulatan kecil yang mengudara.

 

"Yang namanya jablay semakin tua pasti semakin ngak laku Des. Apalagi sekarang anak masih ingusan aja udah pada jual diri ." Riri menjeda ucapannya dengan wajah getir.

 

"Aku juga rindu anakku Des, mamakku sekarang sudah sering sakit-sakitan. Aku pengen merawatnya di kampung. Aku sudah lelah bekerja seperti ini. Tidak mungkin juga selamanyakan aku jual diri. Aku pengen kaya orang-orang punya kekuarga yang harmonis, punya suami, dan keluarga," suara riri mendadak terdengar begitu berat. Seperinya ia sedang menahan embun yang sedari tadi menutupi pandangannya.

 

Aku memeluk tubuh mungil Riri agar ia bisa menumpahkan segala kegundahan dalam hatinya. Kubiarkan wanita itu terisak dalam pelukanku.

 

"Sepertinnya memang benar apa yang Riri katakan. Tidak mungkin seumur hidupku akan begini. Tapi lelaki mana yang mau menikah dengan wanita kotor sepertiku ini," batinku semakin mengembara jauh.

 

"Bodoh!" rutukku berdecak kesal pada pikiran sendiri.

 

Terlihat pandangan Riri jauh menerawang jauh. Sepertinya ia sedang memikirkan nasib yang akan ia jalani. Wanita keturunan sunda yang usianya terpaut jauh dariku ini memang sudah memiliki anak. Setauku kini anaknya sudah berusia 8 tahun. Dulu Riri dijodohkan oleh orang tuanya. Namun tabiat suaminya yang buruk membuat ia memutuskan untuk berpisah. Hingga akhir ia terjun menjadi seorang wanita pemuas nafsu karena tuntutan kehidupa. Meskipun begitu ia tidak pernah menceritakan hal yang sebenarnya kepada keluarganya nya. Yang meraka tau Riri di kota bekerja sebagai seorangpelayan restoran 

 

*****

 

Aku masih berdiri di depan pagar tinggi di hadapanku. Aku mengenakan celana jeans berwarna biru dan kaos street berwarna putih. Kuikat kuda rambut panjangku yang menjuntai.

 

Rasanya aku malas sekali masuk ke dalam pondok pesantren ini.  Keedarkan pandanganku ke sekeliling, netraku terus mencari gadis berkulit sawo matang pemilik rok dan kerudung biru laut yang pernah dipinjamankannya padaku. Namun tidak ada satu pun santri yang keluar atau masuk dari pintu pagar di mana kini aku berdiri di depannya.

 

Kulangkahkan high heelsku melewati halaman hijau yang lapang setalah mengumpulkan keberanianku. Rumput jepang yang tertanam rapi dan bunga-bunga yang menghiasi sepanjang jalan setapak yang kulalui sungguh indah dan membuat hati damai.

 

Kuedarkan pandanganku ke sekeliling. Beberapa gadis dengan kerudung yang hampir senada membuatku sedikit kesusahan untuk menemukan Salma.

 

"Itu dia!" gumanku saat melihat gadis itu sedang bersama kawan kawannya di depan pelataran teras sebuah kelas.

 

"Hay ... Hay!" Aku melambaikan tanganku pada Salma, namun seperti Salma sama sekali tidak mendengarku.

 

"Is, kenapa tidak dengar sih!" gerutuku kesal. padahal aku sudah berteriak sekeras mungkin agar Salma mendengar suaraku.

 

"Cari siapa Mbak?" 

 

Seseorang menepuk pundakku. Aku begitu terkejut, hampir saja jantungku mau copot dari tempatnya.

 

Aku membalikan tubuhku untuk memastikan siapa yang menepuk pundakku tadi. Takut jika bukan manusia. Ya Tuhan, pikiran apalagi ini .

 

Aku kembali tercekat. Lututku terasa lemas, saat melihat seorang lelaki dengan bulu halus di wajahnya. Bibirnya yang tipis dan hidungnya yang mancung. Sungguh aku sedang menikmati ciptaan Tuhan yang paling Indah yang belum pernah aku temukan sebelumnya.

 

"Mbak!" panggil lelaki itu menyeretku kembali dari lamunan. Segera aku menyadarkan diriku dan membuang rasa kagum yang membuatku seperti orang bodoh.

 

"Oh, itu aku sedang mencari ..," ucapku terbata bata. Sepertinya sulit sekali mengembalikan kesadaran diriku. Sialan. 

 

"Cari aku Gus!" celetuk seseorang yang membuatku terkejut, ia muncul dari belakang punggungku.

 

"Oh, ustadzah Salma!" Lelaki yang dipanggil Gus itu menggangguk lembut. Kemudian pergi meninggalkanku yang masih termenung karena pesonanya saat Salma tiba di hadapanku.

 

"Ada apa Mbak?" tanya Salma menatapku dengan tatapan aneh.

 

"Mau balikin baju kamu nih!" Aku menyodorkan sekantong plastik yang berisi baju Salma yang telah Ia pinjamkan kepadaku. Namun sorot mataku masih memperhatikan kepergian lelaki yang membuatku terpesona.

 

"Mbak, bilang terimakasih dong!" cetus Salma ketus membuatku segera menoleh ke arah wanita itu.

 

" Oh iya Mbak Salma, terimakasih!" Aku menimpalinya. 

 

"Mbak saya bilangin ya, jangan coba-coba dekati Gus Al, karena dia adalah target saya," ucap Salma sembari membuka matanya lebar padaku. 

 

Aku hanya diam dan mengabaikan ucapan Salma yang tidak begitu penting bagiku. Lagi pula buat apa dekat dengan lelaki sombong. Meskipun wajahnya benar-benar mengalihkan duniaku.

 

"Duh ... Apa sih Desi!" 

 

 

****

 

Bersambung ....

 

 

 

 

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • CINTA SANG KUPU-KUPU MALAM   Ekstra Part

    Enam tahun kemudianMeskipun masih berusia tujuh tahun. Tapi kemampuan Ais menjadi hafiz Alquran tidak perlu diragukan lagi. Gadis kecil itu pernah menjuarai lomba Hafiz tingkat nasional dan mendapatkan juara satu."Ais, jangan lupa beroda ya!" tuturku seraya mengusap kerudung yang Ais kenakan."Iya Bude," sahutnya dengan nada semangat.Tangan Ais menggapai-gapai ke arahku yang duduk di sampingnya."Ais mau apa?" tanyaku menyetuh tangan Ais."Aku ingin memegang perut Bude!" sahutnya.Aku tersenyum lebar pada Ais, lalu mengarahkan tangan kecilnya menyentuh perutku yang sudah membesar."Adek, doakan Kakak Ais ya!" ucap gadis kecil yang mengenakan kerudung berwarna merah muda itu.Aku tersenyum kecil, megusap perutku yang membesar. Kemungkinan beberapa hari lagi aku akan segera melahirkan.

  • CINTA SANG KUPU-KUPU MALAM   Bab 89

    Prank!Ponsel yang menempel pada telinga Bilal tiba-tiba terjatuh. Begitu juga dengan tongkat yang menyangga tubuh Bilal. Lelaki itu terhuyun jatuh bersandar dari pada dinding tembok dan terisak."Bilal!" Uma berhambur menghampiri Bilal. Begitu juga dengan aku dan Dejah. Serta beberapa orang yang sedang membantu di rumah untuk mempersiapkan pesta pertunangan adik bungsuku, Dejah."Bilal, ada apa?" Uma panik melihat keringat dingin bercucuran dari tubuh Bilal yang menangis."Abang, ada apa Bang!" Dejah yang berada di samping kanan Bilal pun terlihat panik."Mang sholeh, tolong ambilkan minum! Kalian mundur berikan udara untuk Bilal," ucapku pada beberapa orang yang mengerumuni Bilal.Beberapa saat kemudian mang Soleh menyodorkan segelas air putih kepadaku dan aku segera memberikannya kepada Bilal."Minum dulu Bilal!" ucapku membantu Bilal untuk meneguk air

  • CINTA SANG KUPU-KUPU MALAM   Bab 88

    Aku berdiri di samping ranjang Bang Arsya. Menjatuhkan tatapan lekat pada lelaki bertubuh kurus yang terbaring lemas di atas ranjang. Sementara Yuma, terus saja terisak melihat' kondisi Bang Arsya yang semakin kritis."Kata Dokter, Bang Arsya masih terpengaruh dengan obat bius. Bersabarlah dulu, nanti setelah efek dari obat bius itu habis pasti Bang Arsya akan siuman," dustaku menenangkan Yuma. Aku tidak ingin Yuma semakin menyiksa dirinya jika mengetahui keadaan Bang Arsya yang sesungguhnya.Wanita dengan gamis lusuh berwarna kecoklatan itu mengangguk lembut seraya mengusap pipinya yang basah."Makanlah dulu, pasti Ais juga lapar," ucapku mengingat Yuma pada balita yang masih menggantungkan air susunya."Tapi Bang Arsya!" Yuma menjatuhkan tatapan ragu padaku. Rasa sayang pada Bang Arsya tergambar jelas pada wajah Yuma."Tenang saja! Biar aku yang menjaga Bang Arsya," sahutku tersenyum pad

  • CINTA SANG KUPU-KUPU MALAM   Bab 87

    Keadaan Bilal masih sama seperti dulu. Seumur hidupnya ia akan menjadi seorang lelaki yang lumpuh. Tapi sedikitpun Bilal tidak pernah mengeluhkan keadaannya. Lelaki yang menjadi tongkat estafet pondok harus berganti padaku. Kini akulah yang meneruskan dakwah keluar kota setiap kali ada undangan yang datang."Kak!" Bilal yang berjalan menghampiriku menuju teras rumah."Apa Bilal!" sahutku masih berfokus pada layar ponsel. Mengecek jadwal undangan yang sudah masuk."Sepertinya kakak harus menghentikan dakwah kakak!" tutur Bilal dengan suara parau.Seketika aku mengalihkan tatapanku pada lelaki yang duduk pada bangku di sampingku."Kakak butuh seorang pendamping. Kakak adalah wanita, dan sebaik-baiknya wanita adalah berada di dalam rumah," imbuh Bilal terdengar seperti sedang menasehatiku.Aku meletakkan ponsel di atas meja yang membelah antara aku dan Bilal. "Bilal, ini buka

  • CINTA SANG KUPU-KUPU MALAM   Bab 86

    "Yuma!" Bang Arsya tercekat melihat kehadiran wanita berbadan dua yang berjalan menuju ke arah meja kami.Yuma menjatuhkan tubuh duduk pada bangku. Wajahnya terus saja menunduk tidak berani menatap kepadaku ataupun Bang Arsya."Maksud kamu apalagi, Mariyah?" Rahang Bang Arsya mengertak menatap tajam kepadaku.Aku membisu dengan membalas tatapan datar pada Bang Arsya. "Beberapa waktu lalu vonis mengejutkan datang dari Bilal. Dokter Iman mengatakan bahwa Bilal mengalami kelainan genetik. Dimana Bilal di katakan mandul seumur hidup.""Apa?" Bang Arsya mengerang menekan meja dengan kedua tangannya. Menatap padaku dan juga Arsya dengan tatapan tajam."Jangan gila kamu, Mariyah?" desis Bang Arsya bangkit dengan wajah merah menyala."Gila bagaimana, Bang?" sergahku mendongak dengan rahang menggertak."Apakah kamu saat ini sedang menuduhku?" kelakar Bang Arsya. Ur

  • CINTA SANG KUPU-KUPU MALAM   Bab 85

    Kuedarkan pandanganku ke sekeliling kafe tempatku berada. Pesan yang sudah kukirimkan pada Bang Arsya masih saja bercentang satu. Apakah Bang Arsya membohongiku lagi. Aku mendengus berat, aku harap ini hanyalah rasa kekhawatiranku saja.Sebuah tangan tiba-tiba menutup kedua mataku. Aku terkejut untuk sesaat. Aroma maskulin yang bergitu akrab dengan indera penciumanku membuatku tidak kesulitan untuk menebak siapa yang berada di belakang punggungku."Abang!" ucapku."Mariyah!" Bang Arsya melepaskan tangan yang menutupi kedua mataku. "Kok kamu tahu kalau itu, Abang!" serunya memutar tubuh bejalan menuju bangku yang berada di samping kiriku. Senyuman merekah pada kedua sudut bibir Bang Arsya.Meja kafe yang berbetuk persegi memiliki empat bangku pada setiap mejanya. Dengan beberapa lampu yang menggantung di setiap atas meja. Jika malam, kafe ini akan terlihat semakin indah dengan beberapa lampu hias yang lainy

  • CINTA SANG KUPU-KUPU MALAM   Bab 84

    "Baiklah jika Kakak sudah siap untuk mendengarkan!" Ucapan Bilal terdengar bagitu aneh sekali. Membuat jantungku semakin berdebar karena penasaran."Lelaki yang sudah menghamili Yuma adalah suami Kak Mariyah, Bang Arsya!""Apa?" Aku tercekat, jantungku seperti copot dari tempurungnya. Tubuhku bergetar hebat dan lidahku pun terasa kelu. Hal ini sungguh sangat sulit untuk dipercaya.Aku kira perselingkuhan Bang Arsya dengan wanita asing itu sudah cukup mengguncang diriku. Kini sebuah fakta baru yang lebih buruk dari apa yang terlintas dalam benakku membuat aku semakin hancur.***"Bagaimana pengacara Ruhut, semua pelimpahan berkas atas nama saya sudah selesai kan?" tanyaku pada pengacara yang sudah membantuku untuk melimpahkan berkas perusahaan atas namaku. Karena, meskipun berkas-berkas itu ada di tanganku. Tapi berkas-berkas itu atas nama Bang Arsya, sesuai pemilik pertama.

  • CINTA SANG KUPU-KUPU MALAM   Bab 83

    "Untuk mendapatkan surga bagi seorang wanita itu menurutku sangat mudah. Hanya perlu taat pada suami, menjaga harta dan kehormatannya saat suami tidak ada, lalu melaksanakan salat lima waktu dan puasa." Aku melirik kepada Yuma yang mulai gelisah dengan nasehatku."Tapi pada kenyataannya masih banyak wanita yang gugur menjalankan hal ini." imbuhku tersenyum sinis, mungkin lebih menertawai diriku sendiri."Maaf Bang, mungkin aku belum bisa melakukan yang seperti Abang mau," tutur Yuma terdengar sendu."Kamu tidak perlu memikirkan hal itu, Yuma. Aku sudah menimbang semuanya. Aku sudah menjalankan salat istikharah agar aku tidak salah dalam melangkah dan aku sudah memutuskan semuanya dengan matang dan terbaik," ucapku dengan suara bergetar menahan tangis.Yuma menaikkan kedua alisnya menatap kepadaku. "Keputusan tentang apa, Bang!" tanya Yuma dengan sorot mata penasaran."Maaf jika beberapa wa

  • CINTA SANG KUPU-KUPU MALAM   Bab 82

    POV BILAL"Bapak sudah bisa pindah dari kursi roda! Tapi Bapak harus tetap berhati-hati ya jika menggunakan tongkat ini!" tutur suster Hani kepadaku dengan ramah.Aku mengangguk lembut. Wanita yang mengenakan seragam putih itu membantuku kembali duduk di tepi ranjang.Semenjak kejadian itu, aku kehilangan banyak hal. Aku harus kehilangan satu kakiku yang mendadak lumpuh, sebuah kenyataan bahwa aku mandul, dan kenyataan yang lebih pahit adalah bahwa wanita yang sangat aku sayangi ternyata sudah berkhianat kepada aku. Allah seperti membuka mataku, bahwa hanya pada Allah lah sebaik-baiknya tempat bergantung, bukan manusia."Baik suster Hani. Percayalah padaku, pasti aku akan sangat berhati-hati sekali," tuturku membalas ucapan suster Hani dengan senyuman."Kita tinggal menunggu kabar dari Dokter Iman. Jika beliau sudah mengizinkan Bapak Bilal pulang. Kemungkinan besok Bapak sudah diperbolehka

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status