Cahaya matahari menembus daun jendela yang terbuka, cahayanya menyinari wajah Arpad, yang segera menggeliat. Pengawal yang semalam tidur di lantai telah mempersiapkan sarapan bagi mereka bertiga. Arpad melirik Lorant yang masih tertidur pulas, dia membiarkan Kakak sepupunya beristirahat, sementara dia sendiri bergegas untuk mandi. Semalam mereka tidak sempat membersihkan tubuh karena terlalu shock dengan situasi rumah Benca yang sangat berantakan.
“Makanlah dulu, tidak usah menunggu kami,” Arpad berkata kepada pengawal yang sedang menunggu perintah darinya, “Setelah selesai makan, coba periksa kembali semua tempat di luar rumah dalam radius dua puluh meter. Jika ada yang mencurigakan, segera kabari aku. Jangan membangunkan Kakakku. Dia butuh istirahat untuk memulihkan staminanya.”
Pengawal tersebut mengangguk tanda mengerti, “Baik Tuan Muda Arpad, aku mengerti.”
Arpad bersiul sambil membersihkan tubuhnya. Semua lel
Gustav berencana untuk mengajak Benca tinggal di rumahnya dengan identitas baru, dia sudah membicarakan hal tersebut saat masih di rumah Benca. Mereka hanya akan menggunakan nama terakhir Benca dan nama belakang Gustav. Mulai sekarang, nama Benca berubah menjadi Fialova Matternich zu Brohl. “Benca, jarak rumahku dari perbatasan hutan ini kurang lebih sekitar satu kilometer. Jika kamu merasa lelah dan lapar, kita bisa mencari sesuatu di rumah makan sebelum tiba di rumah. Aku tidak memiliki banyak pelayan karena aku tinggal sendirian, lagipula aku bukanlah bangsawan yang kaya raya, jadi aku merasa tidak membutuhkan banyak pelayan. Maka aku yakin tidak ada makanan yang siap untuk kita makan saat tiba di rumah.” “Ya, baiklah kita bisa mampir di rumah makan sejenak, sambil melepas lelah.” Benca menyetujui usulan Gustav. Lagipula mereka tidak terburu-buru, sepanjang perjalanan mereka juga berkuda dengan santai, saling berbicara dan lebih menge
Dua hari ini, Arpad telah melakukan penyelidikan secara terperinci mengenai laki-laki bernama Gustav Matternich zu Brohl, termasuk bisnis yang digelutinya. Arpad sudah menyusun rencana untuk membuat pertemuan dengan cara menawarkan kerja sama bisnis. Dia akan menunggu Lorant datang. Tenggat waktu yang dia berikan pada Lorant adalah besok. Jadi, dia ingin sudah menyelesaikan setiap detil rencana saat Lorant tiba di Arva. "Sejauh ini, aku rasa Benca lebih aman bersama Tuan Gustav. Akan lebih baik seperti itu, sampai nanti Kak Lorant memutuskan hal lainnya."Arpad bergumam sambil menatap kertas-kertas yang berisi informasi mengenai jati diri Gustav Matternich zu Brohl di meja. Dia juga mulai mempersiapkan beberapa dokumen mengenai usahanya yang dianggap memiliki peluang untuk bekerjasama dengan Gustav. "Ini namanya, sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui. Ya, Benca aman dan selamat. Pengembangan bisnis baru bersama Gusta
Dengan gamang, Arpad melangkah menuju sebuah dipan yang cukup besar di sebuah sudut. Di sampingnya terdapat meja kecil, di sana tergeletak sebuah kantong tempat koin emas yang sangat diyakini adalah milik keluarganya. Di dalam sebuah tas, Arpad juga menemukan baju milik Erza. Arpad sangat yakin, karena dia tahu jenis koleksi baju adiknya. Di sebuah meja besar yang berada di tengah ruangan, Arpad mendapati beberapa ramuan obat, dan secarik kertas berisi tulisan tentang beberapa nama tanaman obat. Arpad berusaha mencermati tulisan tersebut. Melihat bentuk tulisannya, Arpad meyakini bahwa itu ditulis oleh seorang wanita. Tetapi Arpad tahu dan sangat yakin, bahwa itu bukanlah tulisan Erza. Arpad mematung menatap semua benda-benda tersebut, sambil memikirkan segala kemungkinan. "Bagaimana bisa barang-barang milik Erza ada di sini?" Setelah beberapa saat Arpad sudah bisa menarik kesimpulan,"Benca mendapatkan ma
Arpad kaget saat sesuatu yang dingin menyentuh wajahnya, dia langsung membuka mata dan mendapati Erza sedang duduk di sisi ranjang miliknya. Erza yang masih memegang baskom berisi air, tertawa melihat reaksi Arpad, "Bangun pemalas. Aku sudah mencubitmu, mengguncang-guncang tubuhmu yang berat, menjambak rambutmu yang kusut tak pernah dicuci berhari-hari, bahkan mencoba mencongkel matamu dengan tusuk gigi. Tetapi kamu tetap saja mendengkur, seperti singa kekenyangan setelah makan seekor kambing." Arpad menyipitkan matanya, lalu menguceknya sedikit. Setelah itu dia menggeser tubuhnya, duduk dan menyandarkan dirinya di kepala tempat tidur, mencoba mengumpulkan seluruh kesadarannya. Sesaat kemudian dia menatap Adiknya lekat-lekat, "Hey, sejak kapan kamu jadi sadis dan kejam seperti itu? dari mana kamu belajar cara mencongkel mata dengan tusuk gigi?" Arpad asal bicara, mencoba menanggapi perkataan Adiknya. "Jangan tertip
Arpad terkesiap, sesaat tubuhnya menegang mendengar apa yang baru saja di ucapkan oleh Zulu, "Coba ulangi lagi! Aku tidak bisa mendengarkanmu dengan jelas!" Arpad mencoba meyakinkan dirinya bahwa dia salah mendengar. "Tuan Muda Lorant tidak ada di kediaman Nona Benca, Tuan Muda Arpad. Tuan Muda Lorant hilang." Arpad mendudukkan Erza di kursi, dia sendiri juga mengambil tempat duduk. Setelah menghela nafas sejenak, dia melanjutkan kata-katanya, "Duduklah Zulu. Lalu ceritakan bagaimana detil kejadiannya!" Zulu menurut, dia duduk di hadapan Arpad dan Erza, kemudian memulai ceritanya, "Setelah menerima perintah untuk menjemput Tuan Muda Lorant, aku langsung berangkat. Sebisa mungkin aku memacu kudaku dengan batas kecepatan maksimal. Aku tiba di kediaman Nona Benca menjelang malam, namun tidak bisa menemukan Tuan Muda Lorant di sana. Aku sudah mencari-cari ke setiap sudut, namun aku hanya menemukan ini."
"Erza, aku akan beristirahat sebentar. Kepalaku terasa penuh. Jadi tolong, jika ada sesuatu, tidak perlu mengganggu aku. Kecuali untuk urusan yang sangat penting, misalnya ada informasi terkait Kak Lorant maupun dari tunanganmu." Arpad bersiap meninggalkan meja makan sambil berpesan kepada Erza. Lalu menatap kepada Zulu, "Beristirahatlah. Sebab kita akan memiliki banyak hal untuk dilakukan dalam beberapa waktu ke depan." "Baik, kak." Erza menyahut pendek. "Sesuai perintahmu, Tuan Muda Arpad." Jawab Zulu patuh. Kemudian Arpad melangkah meninggalkan ruang makan, sementara Erza memanggil pelayan untuk membereskan meja, dan Zulu menuju kamar yang telah disiapkan untuk beristirahat. Setelah memasuki kamarnya, Arpad segera mengunci pintu dari dalam. Dia sudah tidak sabar ingin mencoba untuk membuka kotak tersebut dengan kunci yang dia temukan di rumah pohon. Mungkin kata menemukan tidak cocok, lebih tepatnya dia seperti
Arpad dan Zulu telah mempersiapkan diri sejak pagi buta, untuk berangkat ke rumah keluarga Benca. Erza ikut mempersiapkan perbekalan yang akan dibawa oleh mereka berdua agar memiliki amunisi yang cukup selama perjalanan. Seberapapun Erza berusaha untuk menghibur dirinya sendiri, dia tetap merasa bersalah atas apa yang terjadi terhadap Lorant dan Benca. Kata-kata'seandainya'berkelebat di kepala, seolah-olah menguatkan, bahwa dirinya ikut andil dalam situasi yang sangat memprihatinkan ini. "Seandainya saat itu aku ikut Benca ke dapur." "Seandainya ketika Lorant pergi, aku juga langsung mengajak Benca pergi ke rumahku." "Seandainya aku memaksa Benca untuk diantarkan oleh pengawal." "Seandainya..." "Seandainya..." Kalimat-kalimat tersebut terus terngiang-ngiang. Membuat Erza stress dan tidak bisa tidur. "Erza, kamu kenapa?
Arpad tiba di rumah Benca menjelang sore, dari kejauhan dia melihat dua ekor kuda tertambat di dekat rumah Benca. Dengan penuh kewaspadaan, Arpad memerintahkan Zulu untuk berhenti dan berjalan perlahan. Mereka turun dari kuda dengan hati-hati, berusaha tidak menimbulkan suara sekecil apapun. Keduanya segera mengikat kuda mereka di tempat tersembunyi yang agak jauh dari rumah Benca, lalu mulai berjalan diantara semak dan pepohonan, untuk mencari tahu, siapa pemilik kuda tersebut. Arpad memerintahkan Zulu untuk berjaga-jaga di balik dinding rumah di sisi berbeda dengan dirinya. Sementara dia akan berada pada posisi yang siap untuk menyerbu ke dalam. Sebelum itu, mereka menempelkan telinga mereka ke dinding, mencoba mencari tahu kemungkinan yang ada di dalam rumah Benca. "Aym, Kamu yakin hilang di sini?" sebuah suara berat yang sama sekali tidak familiar di telinga Arpad, terdengar. "Ya, sangat yakin," orang yang dipa