Share

Bab 9

Author: Penulis No. 7
Saat kembali membuka mata, aroma disinfektan yang menyengat membuat Winda batuk-batuk keras.

Matanya berkunang-kunang menatap langit-langit putih, lalu terdengar suara Tama yang hangat dan berat di telinganya. "Sudah sadar? Bagaimana perasaanmu?"

"Lina!"

Dia langsung duduk tegak, tidak peduli rasa sakit karena jarum infus tertarik, dan seperti orang gila berusaha menyingkirkan selimut untuk turun dari tempat tidur.

Tama segera menahannya. "Jangan panik, anakmu baik-baik saja. Sania sedang menjaganya di ruang sebelah."

Winda mendorongnya dengan kasar. "Minggir!"

Ekspresi Tama menjadi muram. "Winda, aku tahu kamu masih marah, tapi saat Alex diculik, situasinya darurat. Aku juga nggak punya pilihan…"

"Nggak punya pilihan sampai harus mengorbankan nyawa putriku?"

Winda meraih gelas di samping ranjang dan melemparkannya. Pecahannya berhamburan di kaki Tama. "Tama, keluar dari sini! Aku nggak mau lagi melihatmu!"

"Apa kamu harus bersikap seperti ini?"

Nada Tama makin tak sabar. "Sejak melahirkan, emosimu makin nggak stabil. Baiklah, aku akan pergi. Kalau sudah tenang, hubungi aku lagi."

Dia membanting pintu dan meninggalkan kesunyian di seluruh ruangan.

Sebelum Winda sempat mengambil napas, Sania masuk sambil memegang selembar dokumen, senyum penuh kemenangan tergambar di bibirnya..

"Anakmu ada di ruang bayi. Tanda tangani ini dan jangan pernah muncul lagi di depan Tama, maka aku akan membiarkanmu membawanya pergi."

Winda menerima perjanjian itu. Jarinya menyapu pasal bertuliskan: [Tak akan pernah bertemu lagi]. Saat dia mendongak, sorot matanya sudah tenang. "Penculikan anakmu itu… skenario yang kamu buat sendiri, 'kan?"

Sania menaikkan alisnya, tanpa menyembunyikan apa pun. "Kamu memang pintar. Aku memang ingin membuatmu menyadari kalau di hatinya, aku dan Alex adalah keluarganya."

"Dia menyelamatkan Alex dan hatinya hanya untuk kami berdua. Kamu nggak punya peluang untuk menang."

Winda tidak berkata apa-apa lagi. Dia membalik ke halaman terakhir dan menandatanganinya.

Saat perawat mengantarkan Lina, tubuh mungilnya yang meringkuk dalam pelukannya membuat air matanya akhirnya tak terbendung lagi.

Inilah dunianya.

Sania menatap adegan itu, lalu tiba-tiba menghela napas. "Sebenarnya, dulu aku juga berpikir dia mencintaimu. Hubungan pertama kami terjadi karena sebuah kecelakaan, dia menghindariku lebih dari setengah tahun. Baru setelah aku tahu hamil, dia mau menemui aku."

"Tapi, pria memang selalu berubah. Mungkin dulu dia mencintaimu, tapi sekarang dia mencintaiku. Apalagi, aku melahirkan anak laki-laki. Anak perempuanmu selamanya nggak akan bisa bersaing."

"Aku tahu kamu memandang rendah diriku, tapi kamu cuma lebih beruntung dalam hidup. Kalau posisinya terbalik, belum tentu kamu lebih bermoral dariku."

Winda tersenyum tipis, malas untuk berdebat.

Tenggorokannya terasa panas terbakar, bahkan mengucapkan satu kata pun terasa melelahkan.

Sebelum pergi, dia pergi ke perusahaan untuk memeriksa catatan produksi Proyek Disbel untuk terakhir kalinya.

Bukti Sania diam-diam mengganti pemasok dengan yang lebih murah dan menggelapkan selisih harganya, telah Winda kumpulkan dan susun menjadi file terenkripsi.

Tuhan pasti melihat semuanya, bom waktu yang tertanam ini suatu saat akan meledak.

Dia ingin melihat, apakah pada saat itu terjadi, Tama masih bisa melindungi istri yang serakah ini.

Sambil menggendong putrinya naik ke pesawat, Winda mengirim pesan kepada musuh bebuyutan Tama: [Maaf membuatmu menunggu. Aku sudah bilang akan menikah denganmu dan aku nggak pernah ingkar janji.]

Hampir seketika itu juga, balasannya muncul: [Winda, aku sudah menunggu hari ini selama dua belas tahun. Berapa pun lamanya, ini sepadan.]

Hidung Winda terasa masam. Saat menoleh, dia langsung melihat status WhatsApp Sania.

Dalam foto, Alex mengenakan topi ulang tahun, dengan Tama dan Sania di masing-masing sisi kanan kiri, menciumnya di pipi. Disertai keterangan: [Si kecil ulang tahun yang ke-7. Ayah dan Ibu akan selalu mencintaimu.]

Tak lupa dilampirkan juga dokumen kepemilikan sebuah taman bermain.

Hadiah ulang tahun dari Tama untuk Alex.

Detik berikutnya, pesan dari Tama muncul.

[Winda, ada urusan mendesak di kantor, aku akan pulang agak malam.]

[Begitu aku pulang, aku akan mengurus kartu keluarga anak kita dan mencari dokter terbaik untuk menyembuhkan penyakitnya.]

[Winda, aku akan selalu mencintaimu.]

Winda mendengus, lalu langsung memblokir semua kontak Tama dan Sania.

Saat pesawat menembus awan, dia mematikan ponselnya, menunduk dan mencium rambut putrinya, lalu berbisik, "Sekarang, baru kepikiran mendaftarkan anakku? Tapi, dia bermarga Baskoro."

"Ke depannya, dia akan memanggil orang yang paling kamu benci sebagai ayahnya. Tama, tunggu dan lihat saja."
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Cahaya yang Tertunda   Bab 25

    Winda terdiam sesaat, tetapi tetap menolak."Kalau dia mau berdiri di luar, biarkan saja. Kita sudah dewasa, harus bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri."Farel mengetuk pintu dan masuk sambil membawa secangkir susu hangat. Suaranya tetap lembut seperti biasa."Sayang, kamu pasti lelah. Minum susu ini dan tidurlah lebih awal."Winda menerima susunya. Percakapan hangat mereka sebelum tidur seakan menutup suara hujan di luar.Keesokan paginya, pelayan datang dengan tergesa-gesa."Nyonya Winda, ada masalah! Pria itu pingsan!"Winda segera mengenakan pakaian dan keluar, lalu mendapati Tama benar-benar menunggu di luar sepanjang malam.Tama demam tinggi, seluruh tubuhnya panas sekali, dan jatuh pingsan di tanah.Winda meminta seseorang membawa Tama ke rumah sakit.Saat Tama sadar, dia langsung menggenggam tangan Winda, suaranya serak tak karuan."Winda, kamu mengantarku ke rumah sakit, berarti kamu masih punya perasaan padaku."Winda menarik tangannya dan menggeleng pelan."Aku hanya

  • Cahaya yang Tertunda   Bab 24

    Setelah mengetahui anaknya mengalami disabilitas, Sania mulai mencari prostetik yang sesuai untuknya.Namun, prostetik bukan barang sembarangan, tidak seperti membeli sayur. Pemakaian prostektik bersifat jangka panjang. Di pasaran ada banyak jenis prostetik, sehingga harus dipilih dengan cermat.Satu-satunya pilihan terbaik adalah produk terbaru dari Lina Technology.Sayangnya, prostetik bionik pintar ini harus dibuat khusus dan karena perusahaan sudah memasukkan Sania dan anaknya ke daftar hitam, mereka sama sekali tidak bisa mendapatkannya.Sementara itu, prostetik murah memerlukan waktu adaptasi yang lama.Anak manja seperti Alex setiap hari menangis dengan keras dan sama sekali tidak mau bekerja sama.Sania pun merutuki Winda berulang kali.Akhirnya, dia mengambil langkah ekstrem dengan mencuri prostetik yang sebelumnya diproduksi dari gudang Grup Harto. Namun, dia sendiri tampaknya lupa bahwa itu adalah produksi yang dia sendiri ikut awasi, produk cacat yang belum dimusnahkan.Sa

  • Cahaya yang Tertunda   Bab 23

    Satu kalimat itu seperti bom waktu yang membuat semua orang terkejut.Polisi segera memanggil Tama untuk mengonfirmasi keadaan.Tama buru-buru tiba di kantor polisi. "Itu mustahil. Bagaimana bisa kamu hamil? Padahal aku selalu menggunakan pengaman."Dia terkejut dan menyadari pasti Sania yang melakukan sesuatu.Wanita licik itu, tak pernah melupakan cara untuk memanfaatkan situasi melawannya!Sania menutupi perutnya yang sudah mulai terlihat, menatapnya dengan tatapan dingin."Tama, ini anakmu. Kalau kamu nggak percaya, kita bisa melakukan tes DNA. Sekarang usia kehamilannya empat bulan, bisa juga amniosentesis.""Toh, Winda sudah membawa putrimu pergi. Kalau bayi ini laki-laki, biarkan aku melahirkannya."Tama menatap Sania dengan ketakutan, seluruh tenaganya seakan tersedot habis.Kalau Sania benar-benar hamil anaknya, dia tidak tahu bagaimana menghadapi Winda.Sesampainya di rumah sakit, mereka melakukan tes DNA dan hasilnya segera keluar.Ternyata, anak itu memang miliknya.Tama me

  • Cahaya yang Tertunda   Bab 22

    Rizka, ibunya Tama seketika merasa canggung. "Aku nggak tahu. Tama nggak pernah bilang. Aku malah mengira…"Winda mendengus sinis."Sania menggunakan bahan berkualitas rendah sehingga banyak orang dirugikan dan hal itu merusak reputasi teknologi ini.""Tapi, ayahku sebenarnya sudah menyiapkan langkah cadangan, karena inti teknologi paten ini terus dikembangkan oleh tim luar negeri ayahku. Prostetik bionik yang kalian produksi sebelumnya memang seharusnya sudah dihentikan."Rizka yang tadi masih penuh percaya diri, sekarang merasa malu sampai wajahnya pucat pasi."Kalau begitu, kamu harusnya menjaga harga diri Tama. Dia pasanganmu. Sekarang kamu terang-terangan merebut bisnisnya, apa pantas bagimu melakukan ini?"Winda tak bisa menahan tawa."Bibi, izinkan aku mengingatkanmu sekali lagi.""Anakmu yang baik itu nggak ada hubungannya denganku. Kami nggak pernah mendaftar di Kantor Catatan Sipil. Dia menikahi Sania, mantan pengasuh yang dulu dipecat."Seketika, seluruh ruangan langsung gad

  • Cahaya yang Tertunda   Bab 21

    Tama tampak sangat terkejut."Winda, maksudmu apa? Kamu ingin anak perempuanku memakai nama Farel? Apa kamu nggak tahu kalau aku dan dia musuh bebuyutan?"Farel sudah memeluk bahu Winda dan berbalik pergi, meninggalkan Tama beserta teriakannya yang terhalang pintu.Sejak hari itu, Winda mulai fokus pada kariernya.Dengan bantuan Farel, Winda mendirikan sebuah perusahaan baru atas nama putrinya, bernama Lina Teknologi.Dia memulai kembali proyek prostetik bionik pintar.Teknologi paten ini sejatinya milik ayahnya Winda. Meski sebelumnya Sania sempat menangani proyek tersebut, itu hanya memanfaatkan yang sudah ada. Teknologi inti tetap ada di tangan Winda.Begitu perusahaan baru dibentuk, media segera bergerak meliputnya.Saat Winda keluar dari gedung, banyak wartawan langsung mengarahkan mikrofon ke hadapannya."Kabarnya, Bu Winda sebelumnya juga bekerja di Grup Harto. Baru-baru ini proyek prostetik bionik mereka bermasalah besar, apa ini ada hubungannya dengan Anda?""Bu Winda, Anda da

  • Cahaya yang Tertunda   Bab 20

    Sebuah suara rendah terdengar, Farel keluar dari balik pintu.Dia berdiri di sisi Winda, keduanya saling bertukar senyum, terlihat sangat serasi."Farel!"Tama langsung mencengkeram kerahnya."Kenapa selalu kamu? Sejak kecil sampai sekarang, kamu selalu merebut segala sesuatunya dariku! Kapan kamu akan berhenti?"Farel melepaskan cengkeramannya dengan santai, lalu berbicara dengan nada mengejek."Winda adalah orang, bukan benda seperti yang kamu omongkan.""Selain itu, kamu sendiri tahu betapa kotor tindakanmu. Seharusnya orang yang Winda sukai adalah aku."Seketika, ekspresi Tama berubah.Melihat ekspresinya, Winda merasakan firasat buruk."Farel, maksudmu…"Farel mengangguk, menatap tajam ke arah Tama."Delapan tahun lalu, di pesta topeng yang diadakan oleh orang terkaya di Kota Persy, akulah yang menyelamatkan Winda, tapi kamu malah mengaku-ngaku sebagai penyelamatnya."Saat Farel menceritakan semuanya dengan terputus-putus, Winda pun teringat sesuatu.Salah satu alasan besar mengap

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status