Share

Bab 8

Author: Penulis No. 7
"Kenapa kamu selalu memukul orang!"

Sania mengangkat tangan hendak membalas, tetapi pergelangannya digenggam erat oleh Tama.

"Cukup." Dia melepaskan tangan Sania, lalu menoleh ke arah Winda dengan tatapan penuh kekecewaan. "Winda, kenapa kamu sekarang jadi seperti ini?"

"Ayo kita keluar dulu, biar dia tenang."

Tama menarik Alex yang masih menangis, sambil setengah mendorong setengah menyeret Sania keluar.

Begitu pintu tertutup, ketegangan Winda seketika runtuh. Dia terduduk bersandar di dinding. Air matanya mengalir deras, bercampur getir di sudut bibir, terasa asin dan perih.

Ponselnya berbunyi dan layar menyala. Itu adalah pesan notifikasi bahwa transfer dana hasil penjualan saham sudah masuk.

Winda buru-buru menyeka air mata, lalu menepuk pelan anak perempuannya yang terisak di pelukan. Kilatan penuh tekad terpancar dari matanya.

Besok, mereka bisa benar-benar meninggalkan situasi sulit ini.

Sepanjang malam, dia mengatur pengasuh dan menghapus semua jejak keberadaan mereka. Begitu fajar menyingsing, dia sudah menggendong putrinya naik ke taksi yang telah dipesan sebelumnya.

"Pak, ke bandara."

"Baik," jawab sopir dengan sigap.

Winda menelepon orang yang akan menjemputnya. "Maaf sudah menunggu lama, kami sedang menuju ke sana."

Suara di seberang telepon terdengar hangat dan menenangkan seperti matahari pagi. "Nggak usah buru-buru. Hati-hati di jalan."

Rasa hangat baru saja menyelimuti hatinya, saat aroma eter yang menyengat tiba-tiba menyeruak ke hidungnya.

Dia mendongak tiba-tiba. Di kaca spion, sorot mata pengemudi itu tajam bagai pisau beracun, menatap ke arah bayi dalam pelukannya.

Sebelum kesadarannya hilang, Winda mengerahkan seluruh tenaga untuk memeluk Lina lebih erat.

Begitu membuka mata, mobil sudah berhenti di depan pabrik tua yang terbengkalai di pinggiran kota.

Di tanah kosong yang dipenuhi rumput liar, Tama sedang menelepon dengan membelakangi Winda, menggendong Lina.

Bayi mungil itu dibungkus dengan jasnya, wajah kecilnya berkerut.

"Orangnya sudah sampai. Lakukan sesuai rencana."

Dia menutup telepon dan berbalik. Melihat Winda sudah sadar, keningnya berkerut lebih dalam. "Sudah sadar? Bagus, jadi aku nggak perlu menjelaskannya lagi."

Pergelangan tangan Winda terikat tali tambang kasar sampai meninggalkan bekas merah. Dia berusaha bangkit dengan susah payah. "Tama, apa yang kamu inginkan sebenarnya? Lepaskan putriku!"

"Alex diculik."

Suara Tama terdengar dingin. "Para penculik meminta anak kandungku, tapi mereka salah orang, mengira Alex adalah satu-satunya anakku."

"Jadi, kamu ingin menukarnya dengan Lina?"

Suara Winda tiba-tiba meninggi, darahnya mendidih. "Dia baru sebulan! Dia punya gangguan pembekuan darah bawaan! Gigitan nyamuk saja bisa berbahaya baginya, apa kamu gila?!"

"Ini satu-satunya cara." Tama menghindari pandangannya. "Mereka bilang mereka harus melihat anaknya langsung baru mau melepasnya. Alex sudah enam tahun, sudah mengingat banyak hal. Penculikan ini bisa menghancurkan hidupnya selamanya."

"Terus, bagaimana dengan Lina?"

Winda menerjang, berusaha merebut bayinya, tetapi Tama menghindar dengan gesit.

"Dia masih kecil, belum paham apa-apa dan pasti nggak akan trauma."

Nada suaranya terdengar sangat tenang.

Pada saat itu, Sania berlari sambil menangis dengan rambut berantakan dan riasannya juga luntur. "Tama! Para penculik menelepon lagi. Katanya kalau masih nggak melihat anak itu, mereka… mereka akan membunuhnya!"

Dia melirik Winda yang ada di tanah, lalu tiba-tiba berlutut dan membenturkan kepalanya ke tanah berulang kali.

"Nona Winda, aku mohon padamu! Kali ini saja! Biarkan Lina dijadikan tebusan untuk mengembalikan Alex. Aku akan melakukan apa saja untukmu!"

"Pergi!" Winda menendangnya dengan marah, api menyala di matanya. "Anakmu diculik karena kamu sendiri nggak menjaganya dengan baik. Kenapa harus memakai nyawa putriku untuk menebus kesalahanmu?!"

"Winda, aku mohon." Tama tiba-tiba berjongkok, nadanya melunak. "Alex itu nggak bersalah. Setelah Alex kembali, aku pasti akan cari cara menyelamatkan putri kita. Kita… bisa kembali seperti dulu, oke?"

Winda menatap wajahnya yang munafik, lalu tiba-tiba tertawa, tetapi air matanya berlinang.

"Seperti dulu? Mengorbankan putriku demi menyelamatkan anak harammu, lalu aku harus hidup bahagia denganmu, sang algojo?"

"Tama, kamu sebenarnya menganggapku apa?"

Dari dalam gudang terdengar teriakan tangis Alex yang menyayat hati. "Ayah! Aku takut!"

Ekspresi Tama menjadi muram. Dia menggendong Lina dan hendak berjalan masuk ke gudang.

Winda menyerbu seperti orang gila, dengan tangan terikat memeluk kaki Tama erat-erat. "Tama! Jangan coba-coba menyentuh putriku! Kalau mau menebusnya, pergilah sendiri! Bukankah kamu ayahnya? Kamu saja yang menebusnya!"

"Jangan buat keributan!" Tama menendangnya dengan jengkel. "Alex itu laki-laki, satu-satunya pewaris Keluarga Harto. Dia nggak boleh kenapa-kenapa!"

"Terus, Lina bukan putrimu?!"

Jari-jemari Winda mencengkeram celana pria itu, suaranya serak saat berujar, "Dia juga anak kandungmu! Bagaimana bisa kamu sekejam ini?!"

Langkah Tama terhenti sebentar. Dia menoleh menatap mata Winda yang merah dan sembab, jakunnya bergerak naik turun.

"Maaf."

Namun, detik berikutnya, sebuah jarum suntik tiba-tiba menusuk lehernya.

"Ini cuma obat bius dosis kecil. Saat kamu terbangun nanti, aku jamin… putri kita nggak akan terluka."

Usai berkata demikian, dia berbalik dan melangkah pergi, selangkah demi selangkah, menuju ke arah gudang.

Winda hanya bisa menatap punggungnya yang menggendong putrinya. Dia ingin mencegahnya, tetapi bahkan mengangkat jari pun sudah tak sanggup.

Efek obatnya mulai bereaksi, pandangannya berkunang-kunang.

Di tengah kesadarannya yang memudar, samar-samar dia melihat sosok Tama menghilang ke balik gudang, sementara bayi di pelukannya menangis lirih.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Cahaya yang Tertunda   Bab 25

    Winda terdiam sesaat, tetapi tetap menolak."Kalau dia mau berdiri di luar, biarkan saja. Kita sudah dewasa, harus bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri."Farel mengetuk pintu dan masuk sambil membawa secangkir susu hangat. Suaranya tetap lembut seperti biasa."Sayang, kamu pasti lelah. Minum susu ini dan tidurlah lebih awal."Winda menerima susunya. Percakapan hangat mereka sebelum tidur seakan menutup suara hujan di luar.Keesokan paginya, pelayan datang dengan tergesa-gesa."Nyonya Winda, ada masalah! Pria itu pingsan!"Winda segera mengenakan pakaian dan keluar, lalu mendapati Tama benar-benar menunggu di luar sepanjang malam.Tama demam tinggi, seluruh tubuhnya panas sekali, dan jatuh pingsan di tanah.Winda meminta seseorang membawa Tama ke rumah sakit.Saat Tama sadar, dia langsung menggenggam tangan Winda, suaranya serak tak karuan."Winda, kamu mengantarku ke rumah sakit, berarti kamu masih punya perasaan padaku."Winda menarik tangannya dan menggeleng pelan."Aku hanya

  • Cahaya yang Tertunda   Bab 24

    Setelah mengetahui anaknya mengalami disabilitas, Sania mulai mencari prostetik yang sesuai untuknya.Namun, prostetik bukan barang sembarangan, tidak seperti membeli sayur. Pemakaian prostektik bersifat jangka panjang. Di pasaran ada banyak jenis prostetik, sehingga harus dipilih dengan cermat.Satu-satunya pilihan terbaik adalah produk terbaru dari Lina Technology.Sayangnya, prostetik bionik pintar ini harus dibuat khusus dan karena perusahaan sudah memasukkan Sania dan anaknya ke daftar hitam, mereka sama sekali tidak bisa mendapatkannya.Sementara itu, prostetik murah memerlukan waktu adaptasi yang lama.Anak manja seperti Alex setiap hari menangis dengan keras dan sama sekali tidak mau bekerja sama.Sania pun merutuki Winda berulang kali.Akhirnya, dia mengambil langkah ekstrem dengan mencuri prostetik yang sebelumnya diproduksi dari gudang Grup Harto. Namun, dia sendiri tampaknya lupa bahwa itu adalah produksi yang dia sendiri ikut awasi, produk cacat yang belum dimusnahkan.Sa

  • Cahaya yang Tertunda   Bab 23

    Satu kalimat itu seperti bom waktu yang membuat semua orang terkejut.Polisi segera memanggil Tama untuk mengonfirmasi keadaan.Tama buru-buru tiba di kantor polisi. "Itu mustahil. Bagaimana bisa kamu hamil? Padahal aku selalu menggunakan pengaman."Dia terkejut dan menyadari pasti Sania yang melakukan sesuatu.Wanita licik itu, tak pernah melupakan cara untuk memanfaatkan situasi melawannya!Sania menutupi perutnya yang sudah mulai terlihat, menatapnya dengan tatapan dingin."Tama, ini anakmu. Kalau kamu nggak percaya, kita bisa melakukan tes DNA. Sekarang usia kehamilannya empat bulan, bisa juga amniosentesis.""Toh, Winda sudah membawa putrimu pergi. Kalau bayi ini laki-laki, biarkan aku melahirkannya."Tama menatap Sania dengan ketakutan, seluruh tenaganya seakan tersedot habis.Kalau Sania benar-benar hamil anaknya, dia tidak tahu bagaimana menghadapi Winda.Sesampainya di rumah sakit, mereka melakukan tes DNA dan hasilnya segera keluar.Ternyata, anak itu memang miliknya.Tama me

  • Cahaya yang Tertunda   Bab 22

    Rizka, ibunya Tama seketika merasa canggung. "Aku nggak tahu. Tama nggak pernah bilang. Aku malah mengira…"Winda mendengus sinis."Sania menggunakan bahan berkualitas rendah sehingga banyak orang dirugikan dan hal itu merusak reputasi teknologi ini.""Tapi, ayahku sebenarnya sudah menyiapkan langkah cadangan, karena inti teknologi paten ini terus dikembangkan oleh tim luar negeri ayahku. Prostetik bionik yang kalian produksi sebelumnya memang seharusnya sudah dihentikan."Rizka yang tadi masih penuh percaya diri, sekarang merasa malu sampai wajahnya pucat pasi."Kalau begitu, kamu harusnya menjaga harga diri Tama. Dia pasanganmu. Sekarang kamu terang-terangan merebut bisnisnya, apa pantas bagimu melakukan ini?"Winda tak bisa menahan tawa."Bibi, izinkan aku mengingatkanmu sekali lagi.""Anakmu yang baik itu nggak ada hubungannya denganku. Kami nggak pernah mendaftar di Kantor Catatan Sipil. Dia menikahi Sania, mantan pengasuh yang dulu dipecat."Seketika, seluruh ruangan langsung gad

  • Cahaya yang Tertunda   Bab 21

    Tama tampak sangat terkejut."Winda, maksudmu apa? Kamu ingin anak perempuanku memakai nama Farel? Apa kamu nggak tahu kalau aku dan dia musuh bebuyutan?"Farel sudah memeluk bahu Winda dan berbalik pergi, meninggalkan Tama beserta teriakannya yang terhalang pintu.Sejak hari itu, Winda mulai fokus pada kariernya.Dengan bantuan Farel, Winda mendirikan sebuah perusahaan baru atas nama putrinya, bernama Lina Teknologi.Dia memulai kembali proyek prostetik bionik pintar.Teknologi paten ini sejatinya milik ayahnya Winda. Meski sebelumnya Sania sempat menangani proyek tersebut, itu hanya memanfaatkan yang sudah ada. Teknologi inti tetap ada di tangan Winda.Begitu perusahaan baru dibentuk, media segera bergerak meliputnya.Saat Winda keluar dari gedung, banyak wartawan langsung mengarahkan mikrofon ke hadapannya."Kabarnya, Bu Winda sebelumnya juga bekerja di Grup Harto. Baru-baru ini proyek prostetik bionik mereka bermasalah besar, apa ini ada hubungannya dengan Anda?""Bu Winda, Anda da

  • Cahaya yang Tertunda   Bab 20

    Sebuah suara rendah terdengar, Farel keluar dari balik pintu.Dia berdiri di sisi Winda, keduanya saling bertukar senyum, terlihat sangat serasi."Farel!"Tama langsung mencengkeram kerahnya."Kenapa selalu kamu? Sejak kecil sampai sekarang, kamu selalu merebut segala sesuatunya dariku! Kapan kamu akan berhenti?"Farel melepaskan cengkeramannya dengan santai, lalu berbicara dengan nada mengejek."Winda adalah orang, bukan benda seperti yang kamu omongkan.""Selain itu, kamu sendiri tahu betapa kotor tindakanmu. Seharusnya orang yang Winda sukai adalah aku."Seketika, ekspresi Tama berubah.Melihat ekspresinya, Winda merasakan firasat buruk."Farel, maksudmu…"Farel mengangguk, menatap tajam ke arah Tama."Delapan tahun lalu, di pesta topeng yang diadakan oleh orang terkaya di Kota Persy, akulah yang menyelamatkan Winda, tapi kamu malah mengaku-ngaku sebagai penyelamatnya."Saat Farel menceritakan semuanya dengan terputus-putus, Winda pun teringat sesuatu.Salah satu alasan besar mengap

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status