Share

Bab 13

Penulis: Lyla Veil
last update Terakhir Diperbarui: 2025-12-19 17:11:50

“Saya, Pak?” tanya Dinara tak percaya titah Elang.

“Iya.” Jawab Elang singkat.

Kini pandangan beralih ke anak baru dari tim pemasaran yang akan bekerja di bawah Dinara langsung.

Anak baru yang disebut itu juga menatapnya.

Keputusan Elang tak bisa diganggu gugat. Tak ada yang berani protes lagi karena akan berdampak langsung pada diri sendiri, contohnya Dinara baru saja.

Di luar ruangan, anak baru itu menghampiri Dinara.

“Bu, terima kasih… tadi kalau bukan –”

Dinara menoleh.

Anak baru ini sepertinya baru saja lulus, dan mungkin ini pengalaman pertamanya bekerja. Dinara tidak mau membuatnya mudah rapuh, kerja sama Elang Adikara itu artinya kamu harus siap dalam kondisi apapun.

Dinara mengulurkan tangannya.

“Dinara saja. Jangan terlalu kaku, dan jangan sungkan soal tadi.” ujar Dinara.

Arvin meraih tangan Dinara, mereka bersalaman.

“Oh ya, saya Arvin. Kalau begitu, sekarang saya harus apa Bu eh Dinara?” tanyanya.

Dinara berpikir sejenak.

Dinara mengambil buku panduan yang dicetaknya sendi
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Candu Pelukan Hangat Bos Dingin    Bab 14

    “Baik, Pak.”Dinara mengerjakan file demi file. Dengan Elang yang terus menatapnya. Ditatap terus menerus begitu, membuatnya tak nyaman.“Bagaimana anak baru itu?” tiba-tiba saja Elang menanyakan Arvin.Dinara menoleh, “Arvin… dia cekatan Pak, cepat belajar. Dan sekarang sudah lebih mengerti ritme kerja Bapak.”Elang hanya diam, ia menopang dagu dengan tangannya.“Bagus, lanjutkan…”*Di hari berikutnya, Dinara dan Arvin makan siang bersama di kafe tepat di seberang gedung SHG. Arvin lebih banyak bicara, tentang target mingguan, klien yang rewel, dan strategi pemasaran yang menurutnya perlu dievaluasi ulang. Dinara menanggapinya serius, sesekali mengangguk sambil memberikan komentar singkat.Namun fokusnya buyar ketika ujung matanya menangkap sosok yang sangat dikenalnya. Elang Adikara.Pria itu berdiri di depan etalase kue, entah kapan masuknya. Tangannya menunjuk satu jenis kue, lalu beralih ke menu minuman. Dinara sedikit terkejut, baru kali ini melihat Elang memesan sendiri. Bias

  • Candu Pelukan Hangat Bos Dingin    Bab 13

    “Saya, Pak?” tanya Dinara tak percaya titah Elang.“Iya.” Jawab Elang singkat.Kini pandangan beralih ke anak baru dari tim pemasaran yang akan bekerja di bawah Dinara langsung.Anak baru yang disebut itu juga menatapnya.Keputusan Elang tak bisa diganggu gugat. Tak ada yang berani protes lagi karena akan berdampak langsung pada diri sendiri, contohnya Dinara baru saja.Di luar ruangan, anak baru itu menghampiri Dinara.“Bu, terima kasih… tadi kalau bukan –”Dinara menoleh.Anak baru ini sepertinya baru saja lulus, dan mungkin ini pengalaman pertamanya bekerja. Dinara tidak mau membuatnya mudah rapuh, kerja sama Elang Adikara itu artinya kamu harus siap dalam kondisi apapun.Dinara mengulurkan tangannya.“Dinara saja. Jangan terlalu kaku, dan jangan sungkan soal tadi.” ujar Dinara.Arvin meraih tangan Dinara, mereka bersalaman.“Oh ya, saya Arvin. Kalau begitu, sekarang saya harus apa Bu eh Dinara?” tanyanya.Dinara berpikir sejenak.Dinara mengambil buku panduan yang dicetaknya sendi

  • Candu Pelukan Hangat Bos Dingin    Bab 12

    ‘Ah, jelas-jelas ini bukan urusanku!’ pikir Dinara cepat.Sesaat kemudian mereka pun masuk ke dalam kamar. Masih terdengar suara manja Karin dan tawanya yang menghilang bersamaan dengan pintu tertutup.Dinara meninggalkan hotel itu dengan perasaan yang campur aduk.Saat tiba di salon, Julia masih dalam antrian panjang. Saat melihat Dinara masuk, ia langsung bertanya… “Tadi ngapain sih?”Dinara duduk di sisi Julia. Masih sedikit terkejut, tapi ia berusaha normal di depan Julia.“Tadi gue pikir melihat seseorang yang gue kenal, ternyata gue salah.” Jawab Dinara tak ingin sahabatnya itu tahu. Julia terlihat cukup yakin dengan jawaban itu.Saat ini, biarlah itu menjadi rahasianya sendiri.*Senin pagi.Dinara seperti biasa datang lebih awal. Ia merasa lega saat melihat laporan keuangan yang ia minta tempo hari, sudah ada di mejanya. Ia pun mengecek laporan itu dua kali. Saat di rasa semua sesuai, ia pun menaruhnya di meja Elang Adikara.Pagi ini, jadwal review proyek villa Adikara. Ia m

  • Candu Pelukan Hangat Bos Dingin    Bab 11

    Dinara menatap kotak itu. Pikirannya langsung bercabang. Apa maksud pria ini? Apakah ia ingin ‘membayar’ dirinya dengan … barang?“Maaf Pak, saya bukan barang yang dibayar baik dengan uang maupun perhiasan!”Elang terdiam, menatap Dinara yang jelas tidak suka tindakannya. Ia pun menarik kotak itu lagi, dan memasukkan ke dalam tas kerjanya. Jelas ada rasa kecewa di sana.Mereka sama-sama menatap ke luar jendela, tapi dari sudut mata Dinara tahu… Elang gelisah, sama seperti dirinya.Elang akhirnya buka suara, “Kamu tinggal di mana?”Dinara menoleh sejenak, “Saya… hmm diantar ke kantor saja, Pak… motor saya ada di sana.”“Saya antar kamu. Motor aman di kantor. Kasih alamatnya ke driver.”Dinara tak membantah, ia sudah terlalu lelah untuk berdebat dengan Elang malam ini. Hal ini membuat Elang jadi tahu, di mana Dinara tinggal.“Terima kasih, Pak… sudah diantar.” Ucap Dinara saat turun dari mobil hitam Elang.Elang mengangguk.Dinara berjalan ke pintu pagar kosan, hingga naik ke lantai dua

  • Candu Pelukan Hangat Bos Dingin    Bab 10

    “Apa kamu nggak bisa mengetuk pintu terlebih dahulu?!” ujar Elang tegas.Karin tidak menjawabnya, perempuan itu seolah malah lebih tertarik dengan reaksi Dinara.Dinara yang berdiri diam, akhirnya menyapa istri bos-nya itu.“Selamat siang Bu Karin. Pak Elang, saya permisi dulu…”Elang mengangguk.“Tunggu Dinara!” Pinta Karin.Dinara menghentikan langkahnya.“Suami saya punya hutang apa sama kamu, sampai dibahas di sini?” Tanya Karin penasaran.Dinara melirik cepat pada Elang. Elang sedang menatapnya, tapi tak bisa membaca reaksi itu.“Kemarin… Pak Elang… meminta saya untuk memilihkan hadiah untuk Ibu. Lalu, Bapak bilang… terima kasih, saya berhutang banyak sama kamu.”Elang berdehem, hampir saja ia tersedak mendengar ucapannya itu.“Saya rasa, hal seperti itu bukan hutang kan Bu?” Tanya Dinara sambil tertawa kecil.Jelas Karin ternganga, matanya terlihat membesar. Ia terkejut mendengar itu.“Benarkah? Wah, manis sekali suamiku!”Karin menghela nafas.“Aduh… maaf ya Din, kamu jadi bong

  • Candu Pelukan Hangat Bos Dingin    Bab 9

    “Iya, Pak.” Jawabnya pelan sambil berdiri.Ia mengambil tablet, dan berjalan menuju ruangan dimana bos-nya berada. Menarik nafas dalam sebelum membuka pintu.Dinara pun masuk, mendekati meja bos-nya. Mata Elang masih terpaku di depan layar laptop.“Batalkan agenda ke Puncak. Saya sedang tidak enak badan.” pinta Elang.“Baik, Pak. Saya reschedule nanti.” Jawab Dinara cekatan, sambil mengetik di tabletnya.“Saya juga butuh bantuan kamu mengecek beberapa berkas ini.” Pinta Elang sambil membalikkan laptopnya ke arah Dinara. “Duduk.”Dinara meletakkan tabletnya, lalu fokus pada laptop bos-nya itu. Elang bersandar di kursi, menatap Dinara.Lima menit, Elang hanya diam sambil menatap Dinara.‘Aduh kenapa ditatap begitu sih, ini maksudnya nyuruh duduk depan dia karena dia mau natap diam-diam. Begitukah?’ batin Dinara.Sudah sepuluh menit, Elang tak bergeming. Ditatap seintens itu membuat wajah Dinara panas. ‘Fokus Dinara… fokus…’ Dinara berusaha fokus pada file di laptop.Elang masih menatap

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status