Share

2. Awas Kamu, Nayra!

Ida mulai tersulut emosi, lantas berpaling ke arah Nayra yang terlihat tersiksa karena cengkeraman tangan Guna pada lengannya.

"Nggak, Bu. Jangan percaya sama Guna! Guna justru berselingkuh di kamar kami! Aku serius, Bu!" Nayra berusaha membela diri. Kedua pipinya masih basah.

"Nayra, kamu itu sudah umur 23 tahun, harus bisa lebih dewasa sedikit! Jangan apa-apa dibilang selingkuh!" gertak Ida.

"Bu, aku punya bukti! Sungguh." Nayra tergugu.

"Nayra, kamu jangan fitnah aku di depan Ibu! Cepat, mana ponselmu, jangan sampai aku melakukan tindakan yang lebih jauh!" Guna menggoyangkan tubuh Nayra dengan keras akibat amarahnya yang semakin tak terbendung.

Menyadari usahanya sia-sia, Guna lantas mendorong tubuh Nayra hingga membentur dinding. Ia langsung berhambur menuju ke dalam kamar Nayra demi menemukan ponsel wanita tersebut dan menghapus rekam jejaknya di sana.

Nayra tak tinggal diam. Ia segera berlari demi menghadang Guna. Ida pun tak mau berdiam diri. Wanita paruh baya itu melangkahkan kaki cepat menyusul ke dalam kamar.

Sementara Budi yang hanya membeku di tempat mulai menitikkan bulir bening dari pelupuk mata yang telah menua. Rasanya ingin sekali Budi menghentikan sikap Ida yang selalu ikut campur dengan urusan rumah tangga anaknya.

Guna berhasil menemukan ponsel Nayra yang tergeletak di atas kasur. Ia segera memungut benda persegi panjang tersebut lantas menyalakannya.

Begitu melihat layar ponsel Nayra, Guna semakin meradang. Bagaimana tidak, video yang tadi Nayra rekam sudah menyebar dimana-mana.

Nasi telah menjadi bubur. Hujatan yang diterima Guna dan si wanita selingkuhannya meluap. Begitu juga simpati masyarakat mengalir deras tertuju kepada Nayra.

Guna mencengkeram kepala dengan kedua tangannya. Raut mukanya memerah. Ini seperti akhir dari hidupnya. Bahkan teman-teman kerjanya sudah menghubunginya untuk menemui pimpinan langsung siang ini juga. Si bos marah besar dan memanggil dirinya sekarang.

Ida yang mengetahui video tersebut terperanjat. Seketika ia menutup bibirnya dengan rasa tidak percaya.

"Guna, tega-teganya kamu berbuat seperti ini!" murka Ida saat itu juga.

Ida hanya tahu perselingkuhan Guna yang ini, sebelumnya Nayra memilih bisu dan membiarkan dirinya mengatasi masalah rumah tangganya sendiri.

"Bu, Guna khilaf. Guna tidak bermaksud mengecewakan Nayra maupun Ibu." Guna bersimpuh di kaki Ida sekarang.

Ida pun tak kuasa menahan tangisnya. Ia tidak sanggup melihat Guna lagi.

"Tolong, beri Guna kesempatan satu kali lagi," suara Guna serak karena menangis.

Ida diam, tidak tahu lagi harus bagaimana. Hatinya kian teriris menyaksikan perselingkuhan yang dimainkan oleh menantunya sendiri.

"Pergi dari sini, Gun! Aku sudah nggak mau melihatmu lagi!" pekik Nayra dari belakang.

Guna tidak peduli, ia terus memohon pengampunan kepada ibu mertuanya.

"Aku mau kita cerai!"

Sontak ada keterkejutan di wajah Guna maupun ibunya. Guna langsung bangkit berdiri, lalu memandang Nayra dengan tatapan skeptis.

"Apa? Apa maksudnya, Nay?!" Guna melebarkan kedua matanya.

"Kita cerai saja, Gun. Percuma kalau dilanjutkan lagi. Toh, aku juga sudah malu dengan sikapmu itu," ungkap Nayra getir.

"Nay, kamu malu karena kamu sendiri yang menyebarkannya! Kalau kamu nggak begitu, orang lain nggak akan tahu." Guna mulai membela diri.

Nayra mengernyit. "Kamu mau bilang itu salahku, hah? Astaga, ngaca, Gun. Ngaca!"

Tangan Nayra terkepal erat di sisi tubuhnya. Rasanya semua uneg-unegnya ingin ia sampaikan di sini. Nayra sudah tidak sanggup lagi untuk hidup bersama Guna. Ia sadar, selama ini dirinya tidak bahagia.

Guna menggeram. Karena diberondong beberapa telepon sekaligus, ia meraih ponsel dan memeriksanya singkat. Ketika Guna tahu bahwa telepon-telepon itu berasal dari rekan kerjanya, maka ia segera memutuskan untuk melenggang pergi dan menuju kantor.

Selepas kepergian Guna, Ida menatap nanar ke arah Nayra yang berhambur dan memeluk ayahnya yang menangis. Ida mendekat, kemudian menyentuh pelan bahu Nayra.

"Nay, kamu yakin akan menceraikan Guna?"

Nayra mendongak, lantas mengangguk. "Iya, Ibu. Keputusan Nayra sudah bulat."

"Mungkin sekarang ini kamu lagi emosi, makanya kamu bisa bilang begitu. Coba pikirkan dulu baik-baik. Penyesalan selalu datang di akhir." Setelah mengucapkan itu, Ida menyeret kaki menuju kamarnya.

Sementara di tempat lain, Guna memarkir motornya, lalu melepas helm. Pandangannya menyapu area gedung perkantoran dengan gundah.

Guna melangkahkan kakinya berat menuju koridor kantor. Tampak beberapa orang yang berpapasan dengannya memandang dengan tatapan yang sulit diartikan.

Terdengar juga suara berbisik yang ada di sekitarnya. Ketika Guna melempar pandang ke arah mereka, orang-orang itu pun segera berpaling secara eksplisit.

Guna menekuk wajah, lantas menghela napas kasar sebelum menemui atasannya.

Tangannya meraih gagang pintu kemudian menariknya, hingga menampilkan sosok pria paruh baya dengan kepala hampir botak.

Guna meneguk ludah. Dari mimiknya terlihat pria yang tengah ia hadapi sedang marah.

"Guna Aditya," geram pria itu dengan suara berat nan tegas.

"Iya, Pak." Guna mendudukkan tubuhnya di kursi yang ada dihadapannya. Keringat dingin mulai mengucur baik dari dahi maupun telapak tangannya.

"Aku langsung saja. Hari ini aku sudah melihatmu dimana-mana. Kamu juga sudah mempermalukan citra perusahaan yang telah kubangun dari nol! Aku tahu urusan pekerjaan dan pribadi itu beda. Tapi kalau kamu pintar, kamu pasti sudah tahu jika etika karyawan merupakan wajah perusahaan."

Guna menunduk, tahu benar apa yang dimaksud oleh atasannya.

"Aku sudah tidak mau lagi melihatmu di sini. Kelakuanmu sangat memalukan! Kamu kupecat!"

Guna tersentak. Ia mendongak dengan ekspresi tidak terima. Guna sempat membujuk pimpinannya tersebut, namun nihil. Ia tetap ditolak dan dipecat saat ini juga.

Dengan amarah yang membara, Guna keluar dari ruangan. Wajahnya sudah merah padam sambil mengepalkan tangannya erat.

"Shit! Semua ini gara-gara Nayra! Awas kamu!"

Bersambung..

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status