Share

Pulang

Seharian aku beristirahat di hotel yang dipesan langsung oleh pak Bram. Akhirnya pak Bram pulang selesai meeting sekitar jam tiga sore. Dia langsung bersiap-siap untuk pulang, tetapi aku bahkan tidak tau kalau pak Bram sudah pulang, apalagi bersiap-siap pulang.

"Riri, ayo pulang!" teriaknya sambil mengetus pintu kamarku.

"Kemana Pak?" tanyaku bingung. Aku masih saja mengucek mataku.

"Pulang ke Jakarta, emang kemana lagi?" ucapnya dingin.

"Ya ampun Pak, saya bahkan belum bersiap-siap," ujarku loyo.

"Saya tunggu di mobil, dalam waktu lima menit kita berangkat ke bandara!" ucapnya singkat, aku berfikir panjamgn dalam waktu lima menit, apa yang bisa aku lakukan. Sedangkan barang bawaanku sangat berantakan di kamar.

Aku bersiap secepat mungkin, aku berlari ke mobil menghampiri pak Bram tanpa mandi, bayangkan tanpa mandi. 

"Saya sudah siap Pak?" ujarku dab naik ke mobil pak Bram.

"Wah, cepat sekali!" balasnya menatap ke depan.

"Bapak bilang dalam waktu lima menit, jadi saya ke sini tanpa mandi!" sambung ku.

"Dasar perempuan pemalas!" ujarnya kecil dan langsung meminta pak supir untuk menjalankan mobil menuju bandara. Sesampainya di bandara, aku sangat kerepotan membawa tasku, ditambah lagi rambutku yang masih diikat semberaut.

"Ayo cepat!" teriaknya tanpa membantu sama sekali, ya aku juga paham, tidak mungkin seorang CEO membantu membawakan tas bawahannya.

"Iya Pak," balasku panik.

Saat akan naik ke pesawat, tanpa sengaja aku terpeleset di tangga pesawat, aku malu hingga aku tidak berdiri karena malu. Tiba-tiba ada seseorang yang menjulurkan tangan padaku, aku melihat ke arah tangan itu dan ternyata itu adalah pak Bram.

"Malu-maluin aja!" ujarku tak menghiraukan aku yang sedang ke sakitan.

"Gara-gara Bapak sih, makanya aku jatuh," cetusku kesal mendengar ucapannya.

Saat itu dia hanya diam dan menarik tanganku untuk segera berdiri dan masuk ke pesawat. Seperti kemarin pas berangkat, aku duduk disampingnya. Oh iya, ini adalah kali pertama aku naik pesawat. Jadi, aku ingin sekali duduk di samping jendela. Aku berlari mendahului pak Bram dan duduk di samping jendela.

"Hanya ini tujuanmu berlari!" ujarnya dingin.

"Aku ingin melihat ke bawah Pak!" jawabku.

"Ya sudah, loncat saja agar lebih leluasa melihat ke bawah!" celetuk pak Bram.

Aku yang kesal langsung mengalihkan pandanganku ke arah luar.

"Oh, jadi sekarang, kamu sudah berani bersikap cuek padaku!" sambung Pak Bram.

"Ih, Bapak ini ganggu saja," ujarku.

Tak lama setelah itu, pesawat mendarat, aku sangat terpesona melihat ke rah luar yang penuh dengan awan.

"Siapa Alex itu?" tanya pak Bram tiba-tiba.

Aku berlahan melihat ke arahnya.

"Anak teman bunda," jawabku Cepat. Lalu aku kembali melihat ke arah jendela.

"Apa dia menyukaimu?" tanyanya lagi.

"Untuk apa Bapak tau, apa Bapak cemburu?" ujarku menggodanya.

"Tidaklah, untuk apa saya cemburu?" ujarnya singkat dan terlihat wajahnya yang kian memerah.

"Siapa tau Bapak suka sama saya!' balasku tetap bernada mengejek.

Pak Bram tidak melanjutkan pertanyaan itu lagi, aku juga memfokuskan pandanganku ke luar. Tapi ditengah perjalanan aku kedinginan, tetapi lupa mengeluarkan jaket ku yang sudah di garasi pesawat.

"Kamu kedinginan?" tanya Pak Bram cuek.

"Tidak!" balasku singkat, kalau aku bikang iya, mungkin ia akan mengejekku bukannya bukannya membantu.

Tiba-tiba Pak Bram membuka jasnya dan menaruhnya ke tubuhku agar sedikit hangat. Aku melihat Pak Bram dengan tatapan kagum, karena ternyata dia itu adalah orang yang baik.

"Apa?" tanyanya sinis melihat ke arahku.

"Tidak, tidak ada Pak!" balasku.

"Kamu gak usah GR, saya hanya merasa panas berhubung kamu kedinginan, tidak ada salahnya saya memberi jas itu kepadamu!" ujarnya tetap dingin. Itu yang membuatku selalu jengkel padanya.

Setelah beberapa jam perjalanan, akhirnya kami tiba di Jakarta. Saat itu aku masih tertidur, aku tidak sadar kalau kami sudah sampai di tempat tujuan.

"Bangun, tidur saja kerjamu!" bisiknya.

"Eh, iya Pak, sudah sampai ya?" tanyaku dan melihat ke sekeliling, berhubung kami berada di kelas bisnis, aku melihat sudah tidak ada lagi orang disana. Aku langsung berjalan ke luar dan meninggalkan Pak Bram di dalam. Tetapi, aku terus berjalan menuju bagian luar bandara, saat aku sudah berada di luar, aku mulai menyadari bahwa aku belum mengambil barang.

"Ya ampun, aku belum mengambil barang ku!" teriakku dan berniat langsung masuk kembali.

Tiba-tiba pak Bram datang dan membawa dua tas, tas yabg satunya adalah milikku.

"Tinggalkan saja!" ujarnya sinis melihatku.

"Maaf Pak, saya lupa!" balasku sambil sedikit tertawa malu.

"Ketawa lagi, nih ambil, bawakan sekalian sama tas saya!" ujarnya melempar tas itu ke tanganku.

"Iss, ngebelin banget sih!" ucapku kecil.

"Mengomellah semaumu," ujarnya dan berjalan menuju mobilnya.

Aku mengikutinya dan masuk ke mobilnya juga. Aku sudah tidak sabar ingin segera sampai dan bertemu dengan Alex.

"Nah, sudah sampai di rumahmu!" ujarnya.

Aku tetap diam membayangkan betapa bahagianya nanti aku jalan bersama Alex.

"Apa yang kamu fikirkan? Turun!" senggaknya.

"Iya Pak ah, sabar dong!" cetusku.

"Makanya, jangan kebanyakan ngayal!" teriaknya dari mobil dan langsung menutup kaca mobilnya. Lalu pak Bram pergi.

"Bunda!" ujarku bahagia.

"Sayang, kamu sudah pulang, gimana perjalanan kamu?" tanya Bunda. 

"Aku senang Bun karena bisa naik pesawat, tapi aku benci karena harus sama CEO korban Ghosting itu!" pekik ku.

"Alah, kamu senang kan sama Pak CEO yang tampan itu!" ujar kakak tiba-tiba datang menghampiri aku dan Bunda.

"Ih Kak, aku males banget sama dia, dia gak waras!" ujarku langsung masuk kemarku. Aku mendengar kakak dan bunda tertawa membahas ku di ruang tamu. Tapi jujur aku juga merasa kalau Pak Bram itu tampan.

Ponselku berdering, aku langsung mengangkat dan ternyata itu Alex, aku sontak bahagia karena aku berfikir Alex ingin mengajakku jalan.

"Halo Ri," ujar Alex.

"iya Lex, ada apa?" tanyaku pura-pura tidak tau.

"Kamu sudah di Jakarta kan? Nanti malam jalan yuk!" anaknya, benar memang Alex ingin mengajakku jaln, aku yang benar-benar senang langsung menerima ajakan Alex.

"Iya Lex, kamu datang aja, aku siap-siap sekarang!" sambung ku, karena memang aku tiba di Jakarta sudah sore hari.

Alex langsung mematikan ponselnya dan bergegas menjemputku.

"Assalamualaikum Ri!" ujar Alex mengucap salam.

"Walaikumsalam, iya Lex, bentar ya aku keluar!" ujarku dari kamar.

Langsung aku keluar untuk menemui Alex, kami izin ke Bunda dan langsung pergi untuk makan malam di luar. Di tengah perjalanan, aku sangat bahagia bisa bersama Alex, walaupun kami belum sah berpacaran, tapi aku sudah bahagia. Ya kebahagiaan ku memang sesimpel itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status