Share

Tangisan Yang Percuma

"Apa-apaan ini, pemandangan pagi apa ini, melihat Nicho sama Oliv."

Melly begitu kesal memandang pemandangan yang membuatnya sakit mata, sedangkan Aurel hanya bisa mengelus pundak Melly agar bisa meredakan emosinya.

"Sudah-sudah Mel, biarkan mereka, kan sudah pacaran, jadi nggak ada salahnya kalo mereka bermesraan di sini." Aurel mengatakan yang sejujurnya.

"Iya juga kata kata Aurel, Mel kamu nggak bisa kayak gitu, udahlah biarkan mereka saja," ujar Ella.

"Ya tetep saja aku nggak terima, meskipun mereka bisa bermesraan, tapi aku masih saja tidak terima Oliv bahagia di atas penderitaan Aurel." Melly berkata tegas.

"Sudahlah Mel, kamu tenang saja aku juga tidak terlalu mempermasalahkan Oliv jika bersama Nicho, nanti aku akan berusaha mengambil Nicho dari Oliv," jelas Aurel membuat mereka menoleh kearah Aurel.

"Bagaimana caranya kamu bisa mendapatkan hatinya Nicho? Kemarin saja aku denger kalo Nicho cintanya sama Oliv bukan sama kamu." 

Kata Ella juga benar, tapi mau gimana lagi? Aurel juga tidak bisa hidup begini tanpa adanya cinta di dalam hatinya.

Aurel saat ini hanya bisa bersabar jika ia menginginkan mendapatkan cinta dari Nicho.

"Aku juga nggak tau bagaimana caranya, tapi yang jelas aku masih mencintai Nicho, dan aku nggak bisa diam dan membiarkan perasaanku pupus seperti ini," jelas Aurel.

"Aku setuju sama kamu Rel, kamu tenang saja aku akan membantu kamu mendapatkan cinta kamu kembali," ujar Melly.

Tak di sadari dua orang yang ada di seberang meja sana tiba-tiba pergi keluar dari kantin.

"Nah dari tadi kek kayak gitu, bikin aku nggak nafsu makan ajah."

Melly melanjutkan memakan makanannya yang masih utuh, sejak tadi Melly tidak mau memakan makanan itu karena ada pemandangan tak sedap di dalam matanya.

"Oh iya Mel, La, aku ke kamar mandi dulu ya?." Aurel bangkit dari duduknya, lagian makanan yang ia pesan tadi sudah habis.

"Mau ngapain ke kamar mandi? Atau mau aku temenin?" tanya Ella dan membuat Aurel menggelengkan kepalanya.

"Nggak usah, aku bisa sendiri kok, lagian aku juga nggak lama," balas Aurel.

"Yaudah hati-hati ya Rel, kalo ada apa-apa ngomong ajah sama aku ya?." Melly menatap serius mata Aurel, karena ia tidak akan membiarkan Aurel kenapa-kenapa.

Melly sangat trauma melihat tangis yang diciptakan oleh Aurel beberapa hari yang lalu waktu di taman hanya gara-gara Nicho.

Sejak hari itu Melly berjanji kepada dirinya sendiri bahwa ia tidak akan membiarkan Aurel menangisi laki-laki seperti Nicho itu.

Aurel berjalan menuju ke kamar mandi, ia sudah berbohong kepada teman-temannya dengan cara tidak memberitahukan kepada mereka.

Aurel masuk kedalam kamar mandi itu, dan kuni hanya Aurel sendirian di dalam kamar mandi.

Aurel melampiaskan rasa sakit hatinya dengan tangis yang sejak tadi ia pendam di depan teman-temannya.

Hiks... Hiks...

"Jujur aku sudah lelah dengan semua ini melihat kemesraan Oliv bersama laki-laki yang sangat aku cintai."

"Oliv kenapa kamu tega melakukan ini sama aku? Kenapa kamu lakukan ini..."

Aurel tidak bisa lagi menahan segala kesedihan di dalam hatinya, Aurel tak bisa melakukan apa-apa lagi jika bukan menangis.

Aurel bisa dikatakan cukup lemah jika masalah cinta, "Hati ini terasa sakit menyaksikan Oliv tengah menyuapi Nicho di depan mata aku sendiri."

"Apakah mereka sengaja melakukan ini sama aku? Agar aku menangis? Apakah mereka menginginkan air mata ku? Kenapa mereka tega melakukan ini kepadaku?."

"Aku nggak boleh lemah seperti ini, aku akan buktikan sama mereka bahwa aku tidak selemah seperti yang mereka pikirkan." Aurel dengan paksa menghapus air mata yang tadi ia keluarkan.

"Nggak ada gunanya aku mengeluarkan air mata seperti ini, kamu harus kuat Rel, jangan mudah menyerah," ujar Aurel menyemangati dirinya sendiri.

Aurel membuka kenop pintu lalu keluar dari kamar mandi, tak di sangka, lantai yang tadinya baik-baik saja kini ada sebuah tulisan di tengah lantai.

"Hati-hati lantai licin," gumam Aurel dalam hati membaca tulisan itu. 

Hingga akhirnya Aurel berjalan dengan cara berjinjit-jinjit agar ia aman dan tidak sampai terjatuh.

Namun kesialan datang kepada Aurel, kaki Aurel tergelincir dan membuatnya melayang dari tempatnya.

Bertepatan dengan sosok pria yang baru keluar dari kamar mandi pria, orang itu melihat Aurel yang hampir terjatuh ia langsung bergegas berlari menuju kearah Aurel.

Seketika itu Hap!

Tubuh Aurel masuk di dalam dekapan pelukan pria itu, bahkan Aurel yang tadinya memejamkan matanya sesudah merasakan ada yang memeluk tubuhnya.

Aurel membuka perlahan matanya dan akhirnya mata mereka saling bertemu itu juga.

"Iqbal?" Gumam Aurel dalam hati lalu bangkit dari pelukan Iqbal.

Dia adalah teman satu kelas Nicho, bahkan bisa dikatakan dia juga sahabat dari Nicho.

"Aurel? Apa yang kamu lakukan di sini? Kenapa kamu bisa hampir saja terjatuh?," tanya Iqbal.

Aurel menggelengkan kepalanya. "Nggak papa tadi cuma tergelincir saja jadi hampir saja terjatuh, tapi untung saja ada kamu, makasih ya?."

Iqbal menganggukkan kepalanya. "Iya, sama-sama lain kali hati-hati ya."

Bella mengaggukan kepalanya, setelah itu Jabal pergi dari sana, tak di sadari jantung Iqbal sejak tadi berdebar begitu kencang.

"Mata yang sangat indah, ada apa ini? Kenapa aku merasa kayak gini?" tanya Iqbal kepada dirinya sendiri.

"Akh! Sudahlah tidak penting juga memikirkan perasaan ini, mungkin kebetulan saja," sambungnya dalam hati.

"Gimana Bal? Udah belum ke kamar mandinya? Kalo udah kita ke kelas sekarang juga, Nicho kayaknya udah nungguin kita deh."

Iqbal menatap kearah Bastian yang ada di depan luar kamar mandi, Iqbal mengaggukan kepalanya.

"Lagian juga kita ngapain masih ngurusin Nicho sih Bas? Dia kan udah punya pacar, sikapnya juga udah beda nggak kayak dulu lagi."

Bastian menganggukan kepalanya mendengar yang di katakan oleh Iqbal itu, ia rasa juga begitu.

"Iya bener banget kata kamu Bal, semenjak Nicho sama Oliv, apa-apa Nicho harus ijin dulu sama dia, aku juga nggak habis pikir sama dia." Bastian juga bingung.

"Maka dari itu, Nicho seperti berubah total semenjak ada Oliv di kehidupannya, dia jadi orang berbeda dari kita, dan apa-apa juga dia lebih mementingkan Oliv daripada kita," balas Iqbal.

"Bener kata kamu, kita juga ngapain masih sama Nicho? Sedangkan Nicho kalo ada Oliv dia pasti melupakan kita iya kan?" tanya Bastian.

"Iya bener." 

Mereka memilih untuk langsung menuju ke kantin, meksipun tadi Nicho meminta mereka untuk pergi ke kelas untuk menemuinya namun Iqbal dan Bastian pergi ke kantin.

"Perut aku lebih penting daripada apa yang di katakan sama Nicho," ujar Iqbal dan tertawa lepas.

"Iya aku setuju sama kamu, kita ke kantin ajah dulu, Setelah itu kita ke kelas, biarkan dia marah," jelas Bastian.

Bersambung...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status