Share

Surat Cerai

Penulis: Ciety Ameyzha
last update Terakhir Diperbarui: 2023-01-24 09:13:29

Tak ada angin ataupun hujan, Naufal datang dengan mengatakan hal paling menyakitkan setelah perjuangan Aruna selama ini. "Kak, maksudnya apa ini?" Jelas saja Aruna harus mempertanyakan maksud dari ucapan suaminya. "Ada apa sebenarnya, Kak?" Aruna merasa setahun belakangan ini hubungan mereka baik-baik saja, walaupun memang Naufal belum sepenuhnya menerima kepergian Niken.

"Aku sudah mengatakannya tadi, kita akan bercerai!" tegas Naufal.

Dada Aruna naik turun, daun telinganya tidak salah dengar lagi. Kata keramat itu keluar.

"Aku lelah. Kamu bisa pergi sekarang atau mungkin besok pagi, tapi tolong jangan ganggu aku!" Naufal melangkah kembali ke depan hendak beristirahat.

Aruna menyusul cepat, mengekor di belakang Naufal. "Kak, harusnya kamu memberikan alasan untuk ini. Jadi, apa yang membuat kamu menceraikanku?" Langkah Naufal terhenti, begitu pun dengan Aruna. "Aku ini istrimu yang sudah menemani selama enam tahun. Aku menerima semua keputusanmu, aku bahkan menerima putusan poligami dari kamu. Apa semua rasa cinta dan kasih sayangku selama ini kurang? Kita bisa bahas baik-baik kalau memang ada masalah yang perlu diselesaikan." Aruna mencoba mempertahankan pernikahan. Entah apa yang ada di benak wanita berhijab itu.

Naufal lelah. "Kamu seharusnya sudah tau alasan terbesarnya." Naufal berbalik badan, menatap lekat Aruna. "Kamu itu mandul!" Nada bicaranya tinggi dengan tangan menuding Aruna.

Kata mandul itu menyayat hati Aruna. Seperti halnya pisau tajam, kata itu nyatanya memang menyakitkan dan sanggup mencincang semua perasaan wanita mana pun.

"Sudah paham sekarang?" Naufal memijat pelipis kanan, sakit sekali. "Malam ini kamu bisa tidur di kamar tamu, jangan ganggu aku!" Sekali lagi lelaki itu membalikkan badan, meninggalkan Aruna sendirian di ruangan tamu.

Sop ayam yang dibayangkan akan terasa nikmat saat disantap bertiga, nyatanya masih sangat hambar. Sebab, bumbu-bumbunya belum pas. Sama seperti hubungan pernikahan Aruna dengan Naufal, hanya Aruna yang merasa sudah sangat cocok. Namun, nyatanya mereka memang tidak baik bersama sejak lama.

Tangis Aruna pecah disaksikan oleh Abizar. Tangan mungil itu meraih pipi Aruna seolah memahami kesedihan sang ibu sambung. Aruna memeluk Abizar. Ia mungkin bisa menerima perceraian ini. Akan tetapi, pasti sangat sulit berpisah dengan Abizar yang sudah dianggap anak kandung sendiri. "Ibu, tidak mau berpisah denganmu, Nak. Ibu, mau kamu ada di sisi Ibu." Pelukan hangat diberikan pada Abizar, penuh cinta dan kasih sayang. Berharap saat anak ini beranjak dewasa bisa menerimanya pula sebagai ibu sambung, bukan saat kecil saja.

***

Lima bulan berlalu, Aruna keluar dari rumah Naufal tanpa membawa apa pun, kecuali beberapa potong baju. Pengajuan perceraian sudah diproses oleh pihak pengadilan. Baik Aruna maupun Naufal, hanya tinggal menunggu sidang dan keputusan akhir.

Mengenai harta gono gini, jelas saja Aruna akan mendapatkannya. Naufal pun berjanji memberikan hak Aruna sepenuhnya. Perceraian ini didukung penuh oleh kedua orang tua Abizar, dan sang adik pun nyatanya diberi tahu. Namun, Aruna sendiri tidak mengetahui reaksi Dzaki seperti apa.

Aruna pergi ke tempat sebelum menikah dengan Naufal, rumah biasa yang menurutnya paling nyaman. Untung saja Aruna memiliki sahabat terbaik, menerimanya dengan terbuka ketika dalam keadaan sulit.

Cantika, namanya. Wanita berusia dua puluh enam tahun yang bekerja di minimarket. Teman dekat Aruna sejak kecil sampai mereka besar. Keduanya melewati banyak momen paling indah ataupun menyedihkan, menghadapi setiap masalah karena merasa sama-sama sudah tidak punya orang tua ataupun sanak saudara.

Pagi itu setelah salat Subuh, Aruna memasak nasi goreng untuk mereka berdua.

Cantika sendiri sedang mandi, gadis itu mendapatkan sift pagi belakangan ini. Ketika selesai, langsung keluar dan menghampiri Aruna. "Nasi goreng buatanmu memang paling top markotop, Aruna." Kalimat pujian langsung diberikan pada sang sahabat. "Duh, lapar banget aku lihatnya."

Aruna terkekeh geli. "Kamu mah lihat apa saja juga lapar." Masih ingat betul ketika Cantika hanya melihat air putih saja saat puasa ramadhan, katanya sangat menggiurkan. "Aku siapkan di meja makan, ya."

"Ok, Sahabatku." Cantika mengangguk hormat. Segera pergi ke kamar untuk mengeringkan rambut, sedangkan Aruna sendiri menyelesaikan pekerjaan.

Hari ini adalah pengambilan surat cerai, Aruna sudah memantapkan hati untuk berpisah, Ia sudah bersikeras memperjuangkan hak asuh Abizar. Namun, keadilan tidak berpihak padanya. Hanya saja, setiap keinginan itu perlu perjuangan untuk bisa diraih.

Sarapan siap. Cantika juga sudah kembali. Keduanya menikmati sarapan di meja makan sambil berbincang-bincang.

"Na, kamu mau ke pengadilan hari ini?" tanya Cantika yang pastinya sangat mendukung perceraian Aruna dan Naufal daripada menderita seumur hidup.

Aruna tengah mengunyah nasi goreng, diam sebentar. Kemudian, berkata, "Ya, tapi mungkin cuma ambil surat cerai saja." Aruna cukup lega setelah melewati banyak persidangan dan meditasi. Cintanya pada Naufal tertutup rasa marah dan kecewa. "Aku kangen Abizar, Can."

Cantika terdiam dengan sendok di tangan kanan, memperhatikan wajah Aruna yang berubah sendu. Bahkan, ia menjadi saksi betapa menderitanya perempuan itu karena menahan rindu pada sosok anak kecil paling dicintai.

Aruna tersenyum getir. "Aku rindu saat bisa menggendongnya. Entah bagaimana keadaannya sekarang. Abizar tidak pernah diajak ke pengadilan."

Proses perceraian Naufal dengan Aruna memang sudah berjalan selesai dengan keputusan hakim mengabulkan permintaan perceraian mereka.

"Aku rindu pas dia minta makan dan menangis di pangkuanku, rasanya aku benar-benar jadi Ibu." Aruna melanjutkan perkataan setelah menjeda sebentar. Satu tetes cairan bening keluar dari dua bola mata tanpa diminta. "Ternyata ini lebih berat daripada menerima perceraian."

Cantika ikut terluka. Untuk ukuran wanita, Aruna ini bisa dikatakan sangat kuat dalam menjalani cobaan. Dari mulai divonis mandul, dipoligami sampai harus menerima anak dari madunya. Luar biasa, Cantika belum tentu bisa setegar Aruna. "Kamu harus yakin dan tabah, Na. Aku yakin kalau memang Abizar itu memang diciptakan bersamamu, Allah pasti kasih jalan terbaik."

"Aamiin." Aruna menghapus air mata di pipi. Tersenyum manis. "Habiskan dulu sarapanmu biar bisa menghadapi pelanggan hari ini."

Cantika tertawa kecil, selalu saja ada kebahagiaan di sela kesedihan. Bagaimanapun mereka harus bisa meneruskan perjalanan hidup, sekali pun jalannya sulit.

Sarapan selesai. Aruna sendiri membersihkan dapur lebih dulu di rumah sewaan mereka, sedangkan Cantika sudah berangkat pukul setengah tujuh tadi karena masuk lagi.

Setelah semuanya selesai, Aruna bersiap diri pergi ke pengadilan. Kemudian, membuka toko. Usai keluar dari rumah Naufal, Aruna membuka toko kue seadanya dengan uang tabungan yang ada. Setidaknya bisa menghidupi dirinya sendiri sembari mencari hiburan atas kerinduan terhadap Abizar.

Semua sudah siap, Aruna bergegas pergi menggunakan angkutan umum untuk sampai ke pengadilan agama yang jaraknya sekitar sepuluh menit dari tempat mereka.

Sepanjang perjalanan Aruna banyak terdiam, memperhatikan jalanan sambil menikmati keadaan kota. Semuanya tidak ada bedanya, macet dan penuh polusi.

Bus berhenti di halte dekat pengadilan agama. Aruna berhenti, berdiam diri sebentar sambil menghela napas kasar. "Bismillah, aku harus lebih kuat setelah ini."

Dengan langkah pasti Aruna segera berjalan ke arah kanan sekitar lima meter, lalu berbelok ke gerbang pengadilan agama. Hari ini datang, statusnya sudah berubah menjadi janda usai perjuangannya selama enam tahun mengabdi pada Naufal.

Pengambilan surat cerai berjalan lancar. Aruna keluar dengan perasaan lega. Masa lalu harus dikubur dengan dalam agar bisa menjemput masa depan yang lebih baik. "Bismillah, aku sebaiknya fokus kembangkan toko. Semoga saja suatu saat bisa bertemu Abizar juga," kata Aruna melangkah pasti ke depan.

Surat cerai di tangan. Aruna tak lagi terikat hubungan apa pun dengan Naufal ataupun keluarganya, berharap setelah ini kehidupannya bisa lebih baik. Fokus memperbaiki diri dengan terus mendekat pada Yang Maha Kuasa adalah hal yang baik. Nyatanya perceraian ini cukup menorehkan luka dalam dan trauma untuk wanita berhijab itu. Terlintas dalam pikiran Aruna untuk tidak mempercayai lelaki mana pun, tetapi itu terdengar egois. Karena, tidak baik juga memukul sama rata atas kesalahan satu orang saja.

***

Seorang lelaki muda mendorong koper setelah berhasil turun dari pesawat yang mengantarkannya ke negara tujuan. Kaca mata hitam menutupi lelaki itu, belum lagi setelan jas hitam yang semakin menonjolkan karismanya.

"Kenapa belum ada yang menjemput?" Lelaki itu berdiri di tengah lalu lalang orang lain. Memperhatikan sekitar dengan melepaskan kacamatanya. Kepulangannya bukanlah sesuatu yang mendadak, seharusnya ada yang datang menjemput. "Astagfirullah, padahal aku sudah bilang akan pulang. Apa mereka lupa?" Pemuda itu mencoba memahami keadaan. Memang sudah terbiasa dengan kesendirian.

Pada akhirnya lelaki itu memilih memakai lagi kacamata, kemudian mendorong koper ke arah pintu luar. Menjadi saksi beberapa orang yang juga sama baru tiba di bandara dan dijemput keluarga besar. Lebih baik mencari taksi untuk pulang daripada menunggu sesuatu yang belum pasti.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Fansa
ceritanya menarik. Aruna yang kuat.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Cinta Istri Berbuah Luka   Kelahiran bayi(Tamat)

    "Cepat! Bus harus segera berangkat," jawab si sopir.Aruna segera berbalik badan dan mengambil tempat duduk, sedangkan pria itu juga ikut naik. Entah mengapa perasaan Aruna sedikit tak karuan melihat sosok lelaki yang terakhir naik, seperti sebuah gerbang sedang terbuka untuk menuju satu jalan. "Astagfirullah, aku harus fokus ke diri sendiri." Aruna meluruskan pandangan ke depan dan memantapkan hati untuk tidak terlalu mengikuti hati.***Waktu berjalan begitu cepat dan tak terasa Dzaki sudah ada di depan sebuah ruangan operasi menunggu sang istri melahirkan.Ya, Aruna harus melakukan operasi sesar karena ketuban lebih cepat dahulu pecah dan si bayi belum ada tanda-tanda siap keluar karena baru berusia tiga puluh tujuh minggu. Sebuah keputusan terbaik diambil untuk keselamatan keduanya.Bu Nani dan Pak Arya pun berada di sana, menenangkan Dzaki dengan terus mengingatkan anak bungsunya untuk pasrah pada Yang Maha Kuasa."Istigfar, Nak. Insya Allah, Istri dan anakmu baik-baik saja," ka

  • Cinta Istri Berbuah Luka   Mengunjungi Toko

    Amira pergi ke toko kue dengan diantar sopir. Ia menyuruh lelaki paruh baya yang sudah lama bekerja di rumahnya tersebut untuk pulang lebih dahulu. Sebab, Aruna berniat seharian berada di sini.Bi Mirna senang bisa melihat Aruna lagi. "Alhamdulillah, Neng sudah membaik," katanya dengan penuh rasa bahagia. Aruna sendiri merasa disambut oleh seorang Ibu. Hangat dan penuh rasa cinta."Maaf, ya, Bi, aku sudah lama tidak datang," imbuh Aruna.Bi Mirna mengelus perut Aruna pelan. "Tidak apa-apa, Neng. Jangan khawatirkan soal toko karena Bibi akan selalu berusaha menjaganya.""Terima kasih, Bi." Aruna memperhatikan sekitar. Semuanya masih sama seperti empat bulan yang lalu. Namun, sekarang ditambah dengan dua karyawan baru yang membantu. Menurut penuturan Bi Mirna, penjualan meningkat drastis di empat bulan terakhir. Aruna yang menerima laporan itu pun cukup senang. Selama ini Bi Mirna hanya melaporkan hasil keuangan ke kantor Dzaki karena tidak berani datang ke rumah Aruna."Bi, aku rindu s

  • Cinta Istri Berbuah Luka   Bagaimana Abizar?

    "Makanlah." Dzaki tampak lelah karena berkeliling mencari ramen di tengah malam. Namun, perasaan itu seketika hilang dengan melihat istrinya tersenyum bahagia.Aruna duduk di kursi makan yang berhadapan dengan Dzaki. Menelan ludah ketika melihat kentalnya kuah ramen yang bercampur dengan rasa pedas. "Masya Allah, pasti enak." Mengangkat kepala dan menatap Dzaki. "Terima kasih, Mas."Dzaki ikut tersenyum sambil mengulurkan tangan ke depan dan mengelus pucuk kepala istrinya. "Jangan ragu untuk katakan apa pun keinginanmu selama aku bisa. Ingat, kamu adalah istriku."Aruna mengangguk pelan. Benar-benar definisi diratukan oleh satu raja itu luar biasa bahagianya. "Tapi aku merasa bersalah karena Mas harus keliling untuk dapatkan ini."Tangan Dzaki masih berada di pucuk kepala Aruna. "Apa kamu tidak menganggapku suami?" Kedua pupil mata sontak membesar, lalu diikuti dengan gelengan kepala. "Kalau memang masih menganggap, biarkan aku membahagiakanmu dengan banyak cara. Kamu ratu di sini."H

  • Cinta Istri Berbuah Luka   Ramen

    "Sakitnya seorang Ibu itu nikmat, Sayang. Karena rasa bahagia ada adik bayi lebih besar dibandingkan rasa sakit," jawab Amira. Ia belum sanggup mengungkapkan identitas Abizar. Mungkin menunggu anak itu beranjak remaja saja.Pak Arya dan Bu Nani tidak berkat apa pun. Semua keputusan ada pada diri menantunya. Biarkan saja dahulu, Abizar pun belum tentu bisa memahami.Aruna berada di rumah sakit sekitar tiga hari. Setelah itu, ia kembali ke rumahnya sendiri dengan dibantu oleh asisten rumah tangga untuk mengerjakan pekerjaan rumah. Aruna pun belum pergi ke toko. Mempercayakan semuanya pada Bi Marni.***Hari-hari berlalu dan akhirnya kehamilan Aruna menginjak usia enam belas Minggu. Rasa mual dan muntah berangsur membaik dan hanya dirasakan sesekali saja. Begitu pun dengan sakit kepala. Perut Aruna memang belum terlihat buncit karena usia kandungan masih kecil.Setiap harinya selalu ada saja yang diinginkan Aruna. Entah itu makanan ataupun sekadar ingin pergi ke suatu tempat. Selama itu

  • Cinta Istri Berbuah Luka   Masuk Rumah Sakit

    Aruna menjaga sekali kehamilannya. Tidak peduli rasa mual dan muntah itu semakin menyerang diri, ia terus berusaha untuk melakukan yang terbaik. Seminggu setelah vonis hamil dinyatakan, Aruna sama sekali tidak bisa bangun. Ia bahkan dilarikan ke rumah sakit karena terus menerus muntah yang mengharuskannya mendapatkan perawatan medis. Dzaki setia di samping. Bahkan saat Aruna merasakan mual di pagi hari, lelaki itu sigap untuk membawa sang istri ke kamar mandi."Aku ambilkan minum hangat, ya." Dzaki mendudukan Aruna di kasur. Mereka baru saja keluar dari kamar mandi hampir delapan kali. Wajah Aruna mulai terlihat pucat. Makanan dan minuman yang masuk akan kembali lagi. Lemas rasanya. "Iya, Mas." Aruna pasrah. Sakit ini akan berlalu dan digantikan kebahagiaan bertemu sang buah hati tercinta. Menginjak enam minggu memang masa-masa kritis, sekali pun ada ibu hamil yang memang baru merasakan mual di usia delapan minggu. Namun, ada sebagian lagi juga yang tidak merasakan morning sicknes

  • Cinta Istri Berbuah Luka   Selamat, Pak.

    "Selamat, Pak. Anda akan segera menjadi ayah." Dokter lelaki menyalami Dzaki. Pemeriksaan dilakukan sekitar dua puluh menit dan hasilnya Aruna positif hamil sekitar empat minggu. "Mungkin setelah ini gejala sakit kepala, mual dan muntahnya bisa saja bertambah parah. Tapi Ibu dan Bapak tidak perlu cemas karena itu hal biasa. Selalu pastikan Ibu mencukupi gizi si janin dan terus minum vitamin yang akan saya resepkan."Dzaki masih belum bergerak sama sekali, sedangkan Aruna terharu dengan mengucap kata syukur."Pak Dzaki baik-baik saja?" Dokter lelaki itu kembali bertanya.Dzaki sadar, kemudian berkata, "Apa benar Dok, kalau istri saya hamil?" Bertanya lagi untuk memastikan."Semuanya akurat dan ini hasilnya." Dokter memberikan isyarat mata pada suster untuk menyimpan hasil tespek di meja. "Garis yang satu memang masih samar, tapi ini sudah bisa membuktikan jika istri Anda hamil. Saya minta kerjasamanya untuk menjaga kandungan Ibu sampai waktu melahirkan nanti."Dzaki masih memegang tang

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status