Share

Dinner With Salman's Family

“Bun, aku pergi dulu ya,” ucapku pada bunda.

“Iya Key, hati-hati!!” teriak bunda dari kamar tidur.

Aku bergegas ke rumah Danita karena, aku pikir ini sudah terlambat sekali.

“Assalamu'alaikum, Nit?” panggilku.

“Wa'alaikumussalam, bentar Key!” teriaknya dari dalam.

Tidak lama kemudian Danita keluar.

“Kamu cantik amat Nit?

Mau kemana?” ucapku meledek Danita.

“Udah yuk!! nanti terlambat,” ajak Danita tersipu malu setelah ku puji.

“Wkwkwk, Danita...Danita..,” bisik ku dengan tergeleng-geleng melihatnya yang salting.

“Ayo Key!!” serunya.

“Iya,” jawabku yang kemudian menyusulnya ke mobil.

Di restaurant 

“Assalamu'alaikum,” salam ku pada Salman dan keluarganya.

“Wa'alaikumussalam, silahkan duduk, dok,” ucap orang tua Salman.

“Kenalkan Bu, Pak. Ini teman saya namanya Danita,” ucapku memperkenalkan Danita.

“Ouwhh iya, duduk nak Danita,” ucap orang tua Salman mempersilahkan Danita duduk.

“Maaf, Bu kami terlambat,” ucapku pada orang tua Salman.

“Tidak apa-apa, Ibu dan Bapak mengerti,” jawab mereka.

“Cuma Salman aja yang gak sabar dari tadi menanyakan dokter,” celetuk bapaknya Salman.

Salman tersipu malu karena ucapan bapaknya tadi.

“Enggak kok, dok, ” jawabnya.

“Bapak ini, apaan,” bisik Salman pada bapaknya yang membuatku canggung.

“Eumm, Danita ini kerja apa nak?” tanya bapaknya Salman.

“Saya seorang perawat, Pak,” jawab Danita.

“Oouwh satu rumah sakit sama dokter ini?” tanya ibunya Salman.

“Iya, Bu. Kebetulan kami teman dari kecil selalu bersama sampai kerja pun bareng,” jawab Danita.

Salman terus mencuri pandangan dariku, sampai dia terpergoki oleh ibunya.

“Salman!” panggil ibunya mengejutkannya. Kami pun tertawa melihat tingkah Salman yang terkejut dan menjadi salah tingkah.

“Dokter ini sudah lama bekerja sebagai dokter?” tanya bapaknya Salaman.

“Belum lama, pak. Baru sekitar 2 tahun,” jawabku.

“Jangan panggil dokter Bu, Pak, panggil saja Kiyomi. Ini kan non formal,” saranku pada mereka.

“Wkwkwk, tidak apa-apa nak,” jawab bapaknya Salman.

“Itu maunya kiyomi tidak apa-apa, pak,” ucap ibunya Salman pada bapaknya.

“Ya sudah, nak Kiyomi, ” jawab bapaknya Salman.

“Nak kiyomi berapa bersaudara?” tanya ibunya Salman.

“Cuma saya, bu,” jawabku.

“Oouwh, anak tunggal ya?” tanya bapaknya Salman.

“Iya, Pak,” jawabku.

“Kalau nak Danita?” tanya ibunya Salman.

“Saya dua bersaudara, Bu.Tapi, kakak saya sudah menikah,” jawab Danita.

“Bu, Salman ke kamar mandi dulu ya,” ucap salman yang kemudian pergi.Ia juga seperti memberi isyarat padaku kalau dia mau ke kamar mandi.

“Iya, nak take care,” jawab ibunya Salman.

Aku bingung dengan sikap Salman padaku, aku gak mau kalau dia salah tanggap dengan sikapku padanya selama ini. Aku hanya menganggapnya sebatas pasien dan gak lebih.

“Kyomi...,” panggil orang tua Salman mengejutkanku.

“Iya Bu, Pak??” jawabku terkejut dari lamunan.

“Kok melamun?” tanya ibunya Salman.

“Enggak, Bu tadi cuma kepikiran sama Bunda di rumah,” jawabku sedikit mengelak.

“Ouwh, Bundanya Kenapa? sakit?” tanya ibunya Salman.

“Enggak, Bu cuma kepikiran aja,” jawabku

Oo, iya mau pesen apa? tanya orang tua Salman padaku dan Danita.

“Saya english muffin dan minumnya lemon tea.” ucapku pada pelayan resto.

“Saya burrito dan minumnya lemon tea juga.” ucap Danita pada pelayan.

“Okay, saya beef steak dua, english muffin satu dan minumnya lemon tea tiga,” ucap ibunya Salman.

“Kamu suka english muffin juga, Kiyomi?” tanya ibunya Salman.

“Iya, saya dari kecil suka english muffin,” jawabku.

“Sama dengan Salman dia suka sekali dengan english muffin,” ucap ibunya Salman.

Aku hanya tersenyum menanggapi omongan ibunya Salman.

“Kemarin sepertinya Salman dijenguk dengan kakaknya?” tanyaku.

“Kakaknya?” tanya ibunya Salman.

“Iya, Bu.Yang menjenguk kemaren itu kakaknya tapi, saya tidak tanya namanya,” jawabku.

“Oalahh.. Iya itu kakaknya Salman, dia sudah lama tidak pulang makanya saya terkejut saat nak Kiyomi memberitahu saya tadi. Ternyata, dia masih peduli dengan adiknya,” jelas ibunya Salman.

Pembicaraan kami terpotong dengan datangnya makanan yang sudah dipesan tadi.Tapi, dimana Salman? batinku sambil mataku mencari dimana ia pergi kenapa lama sekali.

“Key, cari apa?” tanya Danita.

“Enggak,” jawabku.

“Ya udah,makan dulu yuk.”ajak ibunya Salman.

“Iya, Bu.” jawabku dan Danita.

Ckling..ckling...

Suara handphone ku yang menandakan ada pesan yang masuk, lalu kubuka.

“Dokter cantik tolong aku dong,” chatt dari nomor tak bernama dengan mengirimkan tempat yang di pintanya untuk ku datangi.

“Eumm, maaf Bu, Pak, Nit saya mau ke kamar mandi dulu,” ucapku.

“Iya, silahkan nak.”

“Mau kemana Key?” tanya Danita.

“Ke kamar mandi bentar,” jawabku. 

Aku pun beranjak pergi dan mencari tempat yang dimaksudkan pengirim tadi.

“Wow.. Indah sekali,” ucapku dengan perasaan terpesona oleh tempat yang begitu romantis dengan pemandangan langit malam dan iringan musik yang begitu indah.

“Suka gak tempatnya, dokter cantik?” suara seseorang yang berasal dari belakang dan ternyata Salman.

“Suka sekali,” jawabku.

“Silahkan duduk, dokter cantik,” ucap Salman dengan mengulurkan tangannya padaku, yang seakan-akan menjadi pelayan ratu.Aku pun tersenyum senang dan tersipu malu.

“Kenapa kamu ngajak aku kesini?kan kita lagi dinner bareng keluarga kamu,” ucapku pada Salman.

“Dokter cantik maaf ya, tapi ini suprise dari pasien mu untuk dokter cantik,” ucap Salman.

Suasana berubah menjadi canggung, entah kenapa hatiku berdegup kencang.

“Dok,terimakasih atas semuanya, karena dokter aku bisa lebih bersyukur dengan keadaanku saat ini. Dan karena dokter juga aku lebih bisa memahami orang tuaku. Dokter bagaikan malaikat tak bersayap yang dikirim khusus untukku,” ucapnya dengan penuh makna yang tak bisa aku terima saat ini.Aku hanya terdiam dan hatiku tak beraturan.

“Dok, dengan semua yang telah dokter beri ke aku dan keluarga, izinkan aku membalas semua jasa dokter dengan menjaga dokter dimana pun dokter berada,” ucapnya dengan cinta yang ia miliki.

“Will you marry me?” ucapnya.

Aku terkejut dan tak bisa berkata-kata mendengar semua perkataannya.

“Aku sudah pernah katakan semuanya pada dirimu, bahwa sudah menjadi kewajiban ku untuk menyelamatkan nyawa setiap orang semampuku dan semua itu juga dengan izin Allah. Cukup kamu kembali berharap hanya pada tuhanmu itu salah satu cara kamu membalas semua yang kamu anggap sebagai hutang budi padaku. Untuk saat ini aku belum memikirkan tentang pernikahan karena, aku masih ingin menikmati masa muda dan pekerjaanku menolong sesama,” jawabku.

“Maaf, aku belum bisa menjawab sesuai yang kamu inginkan untuk saat ini,” jawabku padanya.

“It's okay, dok,” jawabnya dengan tersenyum tapi, aku faham ada rasa kecewa dalam hatinya itu semua manusiawi.

“Tapi aku anggap dokter sebagai kakak aku boleh kan?” tanyanya.

“Boleh gak ya?” jawabku dengan sedikit bercanda untuk menjernihkan suasana.

“Kalau gak boleh, aku gak mau theraphy lagi deh biar aku lumpuh selamanya,” ucapnya dengan sedikit merajuk untuk membujuk ku.

“Iya, boleh,” jawabku.

“Kita balik ke meja lagi yuk!! ”ajak ku.

“Ya udah ayo, dok. Sebelum yang punya meja ini datang,” ucapnya.

Aku terkejut ternyata dia cuma meminjam meja dinner romantis yang udah di booking orang.

“Jadi kamu cuma pinjam meja romantis ini?” tanyaku.

“Iya, tapi suka kan?” jawabnya.

“Lain kali kalau mau romantis modal ya,” jawabku meledekinya.

“Wkwkwkwk... Siap kakak,” jawabnya sambil tertawa.

“Kok kalian berdua?” tanya Ibu dan Bapak Salman.

“Hmmm..., iya tadi ketemu,Bu,” jawab Salman sambil melirikku dan tersenyum.

“Udah selesai makannya?” tanya Salman.

“Udah selesai, udah malem juga pulang yuk,” ajak orang tua Salman.

“Terimakasih lo Bu, Pak dinner malam ini,” ucapku.

“Iya, sama-sama dok. Senang dinner bareng Kiyomi dan Danita,” ucap orang tua Salman.

“Iya, Bu kami juga senang kenal Ibu dan Bapak,”ucap Danita.

“Kami pamit pulang ya Bu, Pak,” pamitku dan Danita.

Malam ini malam yang berhasil membuat hatiku berdegup tak beraturan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status