Share

Bab 8 - Hari Ayah

Author: Kayden Kim
last update Huling Na-update: 2025-09-29 21:02:06

“Anak-anak, ayo duduk manis dulu, Miss mau kasih pengumuman,” suara lembut Miss Belinda, wali kelas mereka, hampir tenggelam oleh riuh rendah suara tiga puluh murid TK yang sibuk dengan mainan masing-masing.

“Miss! Liam rebut balonku!” teriak seorang bocah laki-laki dengan pipi merah.

“Bukan! Itu balonku duluan!” Liam membela diri sambil memeluk balon biru di dadanya.

“Miss, lihat deh! Aku bisa bikin jembatan dari lego ini!” seru bocah lain dari pojok ruangan, bangga dengan bangunan miring yang hampir roboh.

“Miss, miss, aku mau pipis!”

Miss Belinda menarik napas panjang, menepuk tangan beberapa kali. “Okeee, semuanya duduk manis ya, kalau tidak Miss tidak bisa cerita.”

“Aku duduk duluan, Miss!” seru seorang gadis kecil berambut keriting.

“Aku juga, aku juga!” sahut teman di sebelahnya, ikut angkat tangan.

Dalam hitungan menit, akhirnya tiga puluh bocah itu berhasil duduk melingkar di atas karpet warna-warni. Suasana masih ramai dengan bisik-bisik kecil dan tawa, tapi setidaknya mereka sudah fokus.

Miss Belinda tersenyum lembut, menunduk sedikit agar sejajar dengan mereka. “Anak-anak, sebentar lagi kita akan merayakan Hari Ayah di sekolah. Miss sudah bicara sama Mommy dan Daddy kalian, nanti kita akan bikin kartu ucapan, nyanyi bersama, dan memberikan kejutan untuk Daddy masing-masing.”

“Yeeeey!” seruan serempak langsung meledak.

“Aku mau bikin kartu warna biru buat Daddy!” teriak seorang bocah dengan gigi ompong.

“Daddy-ku suka robot, aku mau gambar robot!”

“Daddy-ku kuat banget, bisa gendong aku sama adikku barengan!”

“Daddy-ku bisa bikin pancake! Aku mau gambar pancake aja!”

Kelas kembali riuh, tangan-tangan mungil teracung tinggi, semua berlomba ingin bercerita tentang Daddy mereka. Miss Belinda sempat kewalahan menenangkan, tapi ia sabar, mengelus kepala bocah yang duduk paling depan. “Satu-satu ya, sayang. Semua nanti dapat giliran cerita.”

“Miss, kalau Daddy-ku suka mobil balap, boleh gambar mobil balap tidak?”

“Tentu boleh,” jawab Miss Belinda sambil tersenyum.

“Aku mau bikin kartu paling besar! Biar Daddy tahu aku sayang banget!”

“Eh tapi kartunya tidak boleh lebih gede dari aku kan, Miss?” celetuk seorang anak, membuat seluruh kelas meledak tawa.

“Tidak boleh, sayang, nanti Miss tidak bisa bawa kertasnya,” jawab Miss Belinda sambil menahan tawa.

Di tengah keriuhan itu, Seraphine yang biasanya paling ramai justru menunduk. Boneka unicorn kecilnya ia peluk erat di pangkuan. Matanya yang biasanya berbinar, kini redup.

Sebastian melirik sekilas adiknya, wajahnya tetap tenang. Bocah lelaki itu tidak bersuara, hanya memainkan crayon di tangannya, seolah perayaan Hari Ayah sama sekali tak punya arti baginya.

“Nicholas, kamu mau gambar apa buat Daddy-mu?” tanya seorang anak polos.

Nicholas dengan semangat mengacungkan tangan. “Aku mau gambar Bastian! Karena dia nolongin aku waktu hampir jatuh. Daddy-ku pasti bangga kalau tahu aku punya teman sekuat Bastian!”

Seluruh kelas langsung ribut lagi, beberapa anak menoleh ke arah Bastian dengan decak kagum. “Waaah, Bastian kayak superhero ya!”

Bastian hanya mengangkat bahu, wajahnya tetap datar, seolah pujian itu tak penting.

Miss Belinda ikut tersenyum, mengusap bahu Nicholas. “Itu ide bagus sekali, sayang.”

Nicholas mengangguk mantap. “Thank you, Miss!”

“Miss Belinda!” tiba-tiba seorang bocah perempuan mengangkat tangan tinggi-tinggi. “Kalau Daddy-ku kerja di kapal, aku boleh bikin gambar laut?”

“Boleh sekali,” jawab Miss Belinda sabar.

“Kalau Daddy-ku suka tidur, aku gambar kasur aja ya, Miss!”

Ruangan kembali pecah tawa. Bahkan Miss Belinda sendiri sampai menutup mulut, menahan geli.

“Anak-anak, semua ide bagus sekali. Daddy kalian pasti senang sekali terima hadiah dari kalian nanti.” Ia lalu menepuk tangan pelan, mengembalikan perhatian. “Besok kita mulai bikin kartu ya. Jadi malam ini pikirkan baik-baik, mau kasih kejutan apa untuk Daddy.”

Sorot mata Seraphine semakin meredup. Anak itu menggigiti bibir mungilnya, seolah ingin bertanya sesuatu tapi tak berani. Tangannya meremas boneka unicorn makin erat.

Bastian meliriknya sekali lagi, lalu menunduk kembali. Ia tidak terlihat gusar, justru semakin tenang, seakan sudah mengantisipasi semuanya sejak awal.

Bagi bocah lelaki itu, perayaan Hari Ayah hanyalah satu acara sekolah yang tak punya makna apa pun.

Sedangkan untuk Seraphine, itu berbeda.

Hatinya yang polos mulai merasakan kekosongan, sesuatu yang tak bisa ia ungkapkan dengan kata-kata, namun jelas terlihat dari raut wajahnya yang murung di antara puluhan tawa anak-anak lain.

Sementara itu, di waktu yang sama ketika anak-anak tengah mendengarkan penjelasan Miss Belinda tentang perayaan Hari Ayah, di kantor Lucarella, Celline baru saja selesai membereskan beberapa laporan pagi. Saat itulah, notifikasi email dari sekolah masuk ke layar ponselnya—membawa berita yang sama, tentang acara yang diam-diam mulai mengusik hatinya.

“Celline, kau baik-baik saja?”

Suara Inzaghi terdengar pelan ketika ia melihat ekspresi sahabatnya berubah muram.

Celline buru-buru menegakkan punggung, mencoba tersenyum tipis. “Tidak apa-apa.”

Namun tatapannya masih tertuju pada layar ponsel yang menampilkan sebuah email dengan subjek: Father’s Day Celebration Starlight Kids Academy

Inzaghi melirik sejenak, lalu kembali menaruh map yang ia pegang. “Itu dari sekolah?”

“Mm,” Celline hanya mengangguk.

“Acaranya?”

“Perayaan hari ayah,” jawab Celline lirih.

Inzaghi menarik napas pelan. “Aku mengerti.”

“Zaghi, aku … aku benar-benar lupa kalau di sini hari ayah selalu dirayakan.”

“Lalu bagaimana?”

Celline terdiam cukup lama, lalu berbisik, “Dulu aku selalu berdiri di pojokan, menonton teman-temanku bersama ayah mereka. Aku tidak ingin anak-anakku merasakan hal yang sama.”

Inzaghi menyandarkan tubuh ke kursinya, menatap Celline penuh pengertian. “Kalau begitu, biarkan aku datang.”

“Zaghi …”

“Aku serius.”

“Tidak. Kau sudah terlalu banyak membantuku. Aku tak bisa—”

“Celline,” Inzaghi memotong lembut, “aku sudah menganggap Tian dan Sera seperti anakku sendiri. Aku tidak merasa direpotkan. Lagipula, siapa lagi yang bisa mereka andalkan kalau bukan aku?”

“Tapi—”

“Tidak ada tapi. Aku akan datang. Titik.”

Celline menghela napas panjang. Tatapannya menurun ke meja yang penuh dengan laporan dari berbagai devisi. Ada kehangatan aneh di dadanya, tapi juga ada rasa bersalah yang menekan.

Sejak siang itu, Celline sulit berkonsentrasi. Ia kembali ke meja kerjanya dengan kepala penuh kenangan lama. Bayangan dirinya kecil, berdiri sendirian di sudut aula sekolah, muncul begitu jelas. Semua anak tertawa, menggenggam tangan ayah mereka, sementara ia hanya menggenggam ujung rok seragamnya sendiri.

Tak pernah ada tangan besar yang meraih bahunya, tak pernah ada suara yang berkata “Ayah bangga padamu.”

Dan sekarang … sejarah itu bisa saja berulang pada Tian dan Sera.

Celline menutup matanya rapat-rapat. “Tidak, aku tidak boleh membiarkan itu terjadi.”

Pikirannya kacau. Ia tahu satu-satunya orang yang pantas ada di sana adalah Jayden. Tapi setelah semua yang terjadi, apakah benar ia ingin anak-anaknya berhadapan langsung dengan pria itu? Terlalu cepat, terlalu mendadak. Ia belum siap.

Sementara itu, tawaran Inzaghi sungguh membuatnya bimbang. Benar, pria itu sudah banyak menolong. Mengantar jemput, menemani belanja, bahkan rela mendengarkan rengekan Sera soal boneka dan komik. Tapi … membiarkan Inzaghi berdiri di panggung sebagai “ayah” anak-anaknya?

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (2)
goodnovel comment avatar
Airiiiinie
Kasian si kembar. Gpp kata aku mah sama inzaghi aja pas hari ayahnya
goodnovel comment avatar
Alli Ayanagord
suka sama Seraphina ceria. suasana hati sesuai keadaan kaya bocah yg ambekan
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Cinta Terlarang, Anak Tersembunyi   Bab 107 - Teror Berlanjut

    Tiga hari setelah dirawat, Celline akhirnya diperbolehkan pulang. Meski tubuhnya masih terasa lemah, ia senang bisa kembali ke mansion bersama keluarga. Udara pagi terasa segar ketika mobil memasuki gerbang mansion. Dari kejauhan, ia bisa melihat para pelayan, Dominic, dan Melanie berdiri di teras seolah sedang menyambut seseorang yang kembali dari perjalanan jauh.Begitu ia turun dari mobil, Sera langsung berlari menghampiri dengan wajah cerah. “Mommy! Mommy harus hati-hati. Mommy sekarang bawa baby, tidak boleh capek-capek!” katanya sambil memegangi lengan Celline seolah sedang mengawal seorang pasien khusus.“Pelan-pelan, Sera. Mommy masih bisa berjalan sendiri,” jawab Celline sambil tersenyum kecil.Di sisi lain, Bastian hanya menyelipkan kedua tangan ke saku celananya, memandang adiknya sekilas tanpa antusias berlebih. “Sera heboh sekali dari pagi,” gumamnya pelan.Melanie memeluk Celline penuh kehangatan. “Selamat datang kembali, sayang. Syukurlah kamu sudah jauh lebih baik. Kam

  • Cinta Terlarang, Anak Tersembunyi   Bab 106 - Napas yang Tertinggal di Ujung Panik

    Koridor MedStar Washington Hospital Center dipenuhi langkah tergesa Jayden. Napasnya kacau, dadanya naik turun—antara marah, cemas, dan rasa bersalah yang menghantam tanpa ampun. Bajunya belum sempat dirapikan, dasi yang tadi pagi ia kenakan kini terlepas dan terjuntai begitu saja.Ia baru tiba setelah dua jam terjebak kemacetan parah akibat kecelakaan beruntun di jalan raya. Selama perjalanan, setiap detik terasa seperti siksaan. Berkali-kali ia memukul setir mobil, berusaha menahan kepanikan yang semakin menyesakkan dada.Inzaghi hanya sempat mengirim pesan singkat:“Celline pingsan. Kami dalam perjalanan ke RS. Tolong segera menyusul, Sir.”Tidak ada penjelasan lebih lanjut. Tidak ada detail. Itu membuat Jayden hampir kehilangan kendali sepanjang jalan.Saat mencapai nurse station, ia langsung bertanya dengan nada tegang, “Celline Carter, ruang berapa?”Perawat menunjuk ke kanan. “Ruang perawatan VIP 3, Sir.”Jayden tidak menunggu penjelasan tambahan. Ia langsung berlari.Pintu rua

  • Cinta Terlarang, Anak Tersembunyi   Bab 105 - Aroma Teror di Balik Kotak Biru

    Pagi itu Lucarelli tampak sama seperti biasanya—padat, rapi, dan sibuk. Namun bagi Celline, ada sesuatu yang terasa ganjil. Sejak semalam ia sulit tidur, bukan karena pekerjaan, melainkan karena perasaan tidak enak yang tidak dapat didefinisikan. Ia mengabaikannya, berusaha fokus pada laporan dan persiapan campaign baru yang harus ia kirimkan sebelum sore.Menjelang siang, ketukan pelan terdengar dari pintu ruangannya.“Ma’am, ada pesanan makanan untuk Anda. UberEats,” ujar salah satu office boy sambil setengah mengintip ke dalam.Celline mendongak dengan kening berkerut.“Aku tidak merasa memesan apa pun.”“Kurirnya bilang ini sudah dibayar lunas, Ma’am. Atas nama Anda.”Sekilas, pikiran Celline langsung tertuju pada Jayden. Tetapi ia menggeleng cepat. Jayden bukan tipe yang memesan makanan diam-diam. Kalau ingin makan siang bersama, pria itu akan muncul langsung di mejanya dan menyeretnya keluar tanpa kompromi.“Baik, taruh saja di sini,” ujar Celline akhirnya, meski hatinya ragu.K

  • Cinta Terlarang, Anak Tersembunyi   Bab 104 - Welcome Home

    Penerbangan dari Maldives mendarat mulus di Washington. Udara sore terasa lebih sejuk dibandingkan beberapa minggu lalu ketika mereka berangkat. Begitu keluar dari pintu kedatangan, Celline merapatkan cardigan tipisnya, sementara Jayden menarik koper sambil sesekali melirik istrinya dengan senyum kecil yang tidak pernah bisa ia sembunyikan sejak hari pernikahan.Perjalanan honeymoon mereka memang singkat mengingat pekerjaan di kantor masing-masing masih menumpuk, tetapi cukup untuk membuat Jayden semakin lengket seperti lem. Hampir setiap malam ia selalu mencari alasan untuk tidak membiarkan Celline jauh darinya. Untung saja Celline menikmati waktunya—meskipun beberapa kali ia harus menahan malu karena tingkah laku suaminya yang tidak mengenal tempat dan waktu.Mobil keluarga Carter sudah menunggu di depan terminal bandara. Leon menyambut keduanya dengan sopan. “Welcome back, Sir, Ma’am.”Celline tersenyum. “Terima kasih, Leon.”Jayden merangkul pinggang Celline, seolah masih belum bi

  • Cinta Terlarang, Anak Tersembunyi   Bab 103 - Malam Pertama (21+)

    Warning! Harap bijak ya. Matahari Maldives sudah terbenam ketika Celline akhirnya melewati pintu kamar hotel mewah mereka, tubuhnya lemas setelah perjalanan panjang dari Washington. Koper-koper masih berantakan di lantai, tapi dia tak punya tenaga lagi untuk mengurusnya. Yang dia inginkan hanyalah mandi air panas dan tidur—setidaknya, begitu pikirannya sebelum pintu kamar terbuka dengan keras, diikuti oleh langkah kaki Jayden yang penuh keyakinan.Jayden masuk seperti badai, matanya langsung membara saat melihat Celline berdiri di tengah ruangan, kemeja tidur sutra tipisnya menempel pada kulit yang masih berkeringat. Dia tak memberi kesempatan untuk bernapas. Dalam sekejap, tangannya sudah mengait pinggang Celline, menariknya ke tubuhnya yang keras dan panas."Sudah lama aku menunggu ini," suaranya serak, bibirnya langsung menempel di leher Celline, giginya menggigit kulit sensitif di sana sampai wanita itu mengerang.Celline mencoba melawan, tapi tubuhnya berkhianat. Kelelahan seket

  • Cinta Terlarang, Anak Tersembunyi   Bab 102 - Pernikahan

    Seminggu berlalu sejak malam penuh haru di taman Mansion keluarga Carter. Hari itu, matahari bersinar cerah seolah ikut merayakan kebahagiaan yang akhirnya datang setelah sekian lama ditunggu. Hari di mana Jayden Carter dan Celline Anderson resmi disatukan dalam ikatan suci pernikahan.Pernikahan diadakan di ballroom mewah milik keluarga Carter — tempat yang elegan, penuh bunga putih dan sentuhan keemasan. Dari chandelier megah yang bergemerlap hingga untaian bunga mawar yang menggantung lembut di setiap sudut ruangan, semua tampak sempurna.Awalnya, Celline sempat ingin pernikahan yang sederhana — hanya keluarga dan sahabat dekat. Tapi Melanie, yang kini sepenuhnya menerima dan mencintai menantunya itu, menolak dengan tegas. “Tidak, Sayang,” katanya lembut tapi tegas saat membahas rencana pernikahan. “Kau sudah terlalu lama menanggung kesedihan. Sekarang saatnya dunia melihat kebahagiaanmu.”Dan kini, di tengah dekorasi yang megah dan tamu undangan yang memenuhi ruangan, Celline ben

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status