Nova pulang sambil membawa banyak belanjaan, ternyata seperti ini rasanya memiliki suami yang lebih kaya darinya namun sayang dia tidak bisa mencintai pria itu.Sudah Nova coba mencintai Leonhard tapi tetap saja Leonhard tidak bisa masuk ke hatinya karena pria itu bukan tipenya, mereka tidak sefrekuensi.Bagi Nova, Leonhard terlalu kaku dan membosankan.Pria itu terlalu menjaga nama baik dan kehormatannya mungkin karena anak Konglomerat Korea di mana di Negara itu moralitas sangat dijunjung tinggi.“Pergi ke mana, Leon?” tanya Nova kepada pak Teguh-kepala asisten rumah tangga di sana.“Tuan Leon pergi ke kantor, ada file tertinggal di sana karena pak Rocky sedang beliau tugaskan ke luar kota siang ini.” Pak Teguh menjawab dingin tanpa ekspresi.“Ooooh ….” Nova bergumam.“Siapkan makan malam, saya lapar … lima belas menit lagi saya turun, saya mandi dulu!” titah Nova seraya menaiki anak tangga.“Baik, Nyonya.” Pak Teguh langsung ke dapur untuk memberi instruksi kepada koki.Ti
Leonhard : Aruna, aku minta maaf.Leonhard : Apa yang bisa aku lakukan agar kamu memaafkanku?Leonhard : Bisa kita bicara Aruna?Leonhard : Aku di depan pintu apartemenmu, apa kamu ada di dalam?Leonhard : Keluarlah Aruna, kita harus bicara.Leonhard : Aku mohon, Aruna. Aku akan menunggu di sini sampai kamu membukakan pintu.Sederet pesan itu dikirim Leonhard disertai puluhan panggilan telepon tak terjawab karena memang sengaja Aruna tidak ingin membaca pesan maupun menjawab panggilan dari pria itu.Aruna butuh waktu untuk berpikir dan mencerna semua ini pasalnya jadi pelakor adalah profesi baru yang tidak sengaja dia lakoni.“De, malah bengong! Mau Kakak anter ke apart enggak?” tegur Reyzio dari belakang kemudi mobil yang baru saja berhenti di depan Aruna.Aruna menatap malas Reyzio lantas masuk ke dalam mobil pria itu.Dia menyimpan mobilnya di apartemen sementara ke mana-mana menggunakan mobil operasional milik papi karena semestinya selevel Aruna mendapatkan mobil dinas
“Kenapa sih kamu cuekin aku? Tadi malam kamu bilang mau cerita apa yang kamu lakuin kemarin tapi dari bangun pagi kamu enggak ngomong sepatah kata pun sama aku, kamu itu maunya apa?” Nova masuk ke ruangan kerja Leonhard sambil marah-marah, melipat kedua tangan di dada dengan tatapan tajam penuh kekesalan.Leonhard mengembuskan nafas panjang, mengalihkan pandangan dari layar MacBook di atas meja kerja.“Oke … kamu maunya apa?” Leonhard balik bertanya hanya agar Nova berhenti bertingkah.“Dari mana kamu seharian kemarin? Kenapa enggak ngomong sama aku?” Nova mencecar Leonhard seiring langkahnya memdekat lalu berhenti di depan meja pria itu.“Bukannya kamu yang membuat persyaratan kalau di antara kita enggak boleh saling mencampuri urusan masing-masing?” Leonhard mengingatkan.“Kamu selingkuh ya!” tuduh Nova untuk membuat Leonhard menjawab pertanyaannya.“Para buruh di pabrik Thailand demo, aku enggak tahu apa mau mereka sampai pabrik harus tutup dan menghentikan produksi … kamu
Semalaman Aruna sulit sekali memejamkan mata, gundah gulana menyerang setelah mengetahui dugaan-dugaan kalau justru Nova yang mengkhianati Leonhard sejak awal.Pantas saja Leonhard mengatakan bahwa Nova mengajukan banyak syarat sebelum pernikahan mereka sementara Leonhard menurut mengikuti keinginan wanita itu karena mungkin Leonhard awalnya menerima pernikahan tersebut.Tapi semua dugaan tersebut belum pasti, Aruna harus melihat sendiri atau minimal ada bukti foto dan video atau rekaman yang memperlihatkan perselingkuhan Nova dengan mantan pancarnya dulu.“Kalau ternyata Nova memang selingkuh terus aku kasih buktinya ke Leon, apa Leon akan menceraikan Nova?” Aruna bergumam bicara sendiri.“Ih Aruna, makanya mereka menikah tanpa cinta juga karena ingin keuntungan yang besar dalam bisnis … mereka sampe rela melakukan itu, ya masa sekarang mereka cerai … trus gimana perusahaan mereka yang merger itu?” Aruna menjawab sendiri pertanyaannya tadi.Dia menggulingkan tubuh ke kiri lalu k
Kontrak bernilai fantastis telah terjalin hari ini membuat nama Aruna kembali disebut sebagai salah satu yang berkontribusi dalam kerjasama menguntungkan tersebut.Aruna mendapat selamat dari pak Beny yang mendatanginya langsung ke ruangan.“Selamat ya Bu Aruna.” “Terimakasih, Pak … tapi ‘kan semua ini karena bimbingan Bapak juga.” Aruna merendah.Pak Benny yang duduk di sofa tepat di depan Aruna terkekeh.“Kamu sudah pantas menggantikan saya,” kata beliau memuji.“Jauh banget Pak, aku masih harus jadi Procurement Manager dulu baru duduk di posisi Bapak.” Aruna mengingatkan kalau menjadi seorang pemimpin di divisi ini harus menempuh jalan panjang dati jabatannya yang sekarang.“Tapi ini perusahaan keluarga kamu, atas perintah pak Arkana—kamu bisa kapan aja naik jabatan, kakak-kakak kamu juga sudah memegang posisi CEO di usia muda.”Aruna tertawa kering. “Itu mereka, Pak … mereka laki-laki yang sejak muda memang sudah dipersiapkan untuk memegang posisi tertinggi di perusahaan
“Begitu saja? Kamu merelakanku begitu saja?” Pertanyaan Leonhard itu di luar dugaan Aruna.“Lalu aku harus bagaimana? Jadi simpanan kamu? Sampai kapan? Aku bukan perempuan hina seperti itu, Leon!” Aruna kembali naik pitam.“Tapi aku enggak mencintai Nova dan kamu bukan simpanan aku, tahta kamu lebih tinggi dari Nova … kamu adalah wanita yang aku cintai.”Demi apa Aruna tersanjung, tapi tidak bisa memperlihatkan kalau hatinya luluh sebab dia bukan wanita biasa.Dia Aruna Bramanthi Gunadhya, dalam kasus ini dia butuh kejelasan, dia butuh pengakuan dan dia buka wanita perebut suami orang.“Cinta aja enggak cukup, Leon … dan enggak ada masa depan untuk kita.” “Kasih aku waktu … aku akan cari jalan keluar dari masalah kita.” “Sampai kapan? Satu bulan, satu tahun, satu windu? Atau satu abad? Sampai kapan? Hum? Harus sampai kapan aku menunggu? Harus sampai kapan kita bersembunyi untuk bertemu? Sampai kapan, Leon?” Aruna menaikkan intonasi suaranya diakhir kalimat.“Please … jangan
Aruna menatap kosong ke arah luar dinding kaca di samping kananya.Entah sudah berapa lama dia duduk termenung bukannya menyelesaikan pekerjaan.Hembusan nafas terdengar kencang Aruna keluarkan.Mengusap wajah kemudian menggeram pelan.“Kenapa sih kemarin aku keras banget sama Leon? Dia ‘kan lagi banyak masalah ….” Aruna bergumam.“Pake acara ngusir dia, nyuruh dia ninggalin aku, minta dia lepasin aku … apa coba? Jadi dianya enggak chat aku lagi,” gerutu Aruna sambil meraih ponselnya lalu membuka ruang pesan dengan Leonhard di aplikasi pesan instan.Tidak ada satu pun pesan dikirim Leonhard sejak kemarin terakhir bertemu Aruna padahal katanya pria itu mencintai Aruna dan tidak akan meninggalkannya.Cinta Aruna yang terlalu dalam kepada Leonhard membuatnya seperti ini dan di saat yang sama dia juga harus mempertahankan harga dirinya.Sungguh pelik hidup Aruna saat menginjak dewasa padahal dulu masalah tersulit baginya hanya PR Matematika.Nada panggil disertai getaran di ponse
“Dia suami orang ….” Aruna bergumam setelah tawa Enzo mereda.Enzo menoleh lagi kali ini lebih lama karena dia tidak percaya dengan indra pendengarannya namun melihat raut wajah Aruna dan sorot matanya yang sendu membuat pria itu akhirnya percaya.“Kenapa kamu bisa mencintai suami orang? Kamu bukan gadis seperti itu, Aruna ….” Enzo mengatakannya dengan nada rendah penuh kehati-hatian.“Awalnya aku tidak tahu kalau dia sudah menikah tapi kemudian aku tahu dia terpaksa menikah karena bisnis jadi tidak mencintai istrinya ….” Aruna menggantung kalimatnya karena mendengar Enzo tertawa.“Kamu dibohongi, Aruna … tidak ada yang seperti itu, bayangkan saja … mereka menikah, tinggal bersama, bercinta setiap malam ya tentu mereka akan mudah untuk saling mencintai,” timpal Enzo dengan nada meledek.“Mereka tidak tinggal bersama … Leon di Jakarta dan Nova di Surabaya.” Tanpa segan Aruna menyebut nama karena yakin Enzo tidak akan mengkhianatinya.Enzo tidak bodoh, sekali saja dia buka mulut m
Tok …Tok …Ceklek …Aruna dan Arumi yang sedang asyik mengobrol seketika menoleh ke arah pintu.Sosok Reynand masuk memunculkan senyum di bibir kedua perempuan cantik itu namun pudar ketika sosok perempuan ikut masuk mengikuti Reynand dari belakang.“Aruna … kamu udah makan malem? Aku bawain makanan ini, tadi Danisa yang beli.” Reynand menunjuk gadis yang kini berdiri di sampingnya.Arumi dan Aruna masih bingung, keduanya menatap Reynand dan gadis bernama Danisa secara bergantian.“Oh … ini Danisa, mamanya lagi dirawat di sini juga, beberapa hari lalu kami bertemu di coffe shop ….” Lalu Reynand beralih ke Danisa. “Danisa, kenalin ini Arumi adik aku dan Aruna kakak sepupu aku.” Danisa mengulurkan tangan sembari tersenyum ramah.“Hallo … aku Danisa.” Danisa memperkenalkan diri.Meski masih heran karena setau mereka—Reynand adalah sosok pendiam, dingin dan tertutup kepada orang baru apalagi perempuan tapi Arumi dan Aruna mencoba menya
Sikap Tasya berubah seratus delapan puluh derajat menghadapi Tezaar.Dia butuh waktu untuk menata hatinya setelah penolakan Tezaar kemarin dan tentunya menerima kenyataan kalau pria itu akan menikah.Karena pekerjaan mereka dilakukan tanpa mengobrol dan sungguh-sungguh jadi lah pekerjaan cepat selesai.Sebelum sore mereka sudah dalam perjalanan kembali ke Jakarta namun karena berbarengan dengan jam pulang kerja, jadilah Tasya dan Tezaar harus melewati kemacetan.Saat pergi tadi Tezaar sengaja duduk di depan di samping driver untuk memberi Tasya ruang agar bisa menerimanya kembali dan sekarang saat pulang Tezaar memilih duduk di kabin belakang bersama Tasya yang duduknya terlalu mepet ke pintu seakan enggan berdekatan dengannya.Tezaar menoleh menatap Tasya yang pandangannya lurus ke depan dengan kepala bersandar pada kaca jendela, gadis itu sedang melamun.“Hei … laper enggak?” Tezaar bertanya memulai pembicaraan karena sepanjang jalan baik pergi tadi maupun sekarang saat pulang
Sampai di depan ruangan Arumi, Aruna langsung membuka pintunya.Di dalam sana masih ada om Kaivan dan tante Zhafira.“Om … Tante … pulang aja, biar Arumi sama aku,” kata Aruna setelah menyalami kedua orang tua Arumi diikuti Leonhard.“Oke deh, kami pulang dulu ya … mungkin Tante sama om agak lama di Bandung jadi nanti Arumi ditemani Reynand.” Tante Zhafira memberitahu.“Oke Tante … Om, hati-hati di jalan.” “Titip Arumi, ya sayang.” Tante Zhafira berpesan.“Kami duluan Pak Leon,” ujar om Kaivan saat meninggalkan ruangan dan berbalas anggukan kepala dari pria itu.“Kapan mulai theraphy?” Aruna bertanya seraya meletakan paperbag berisi dessert kesukaan Arumi di atas meja.“Minggu depan.” Arumi menjawab.“Lekas sembuh ya Arumi.” Leonhard akhirnya buka suara.“Makasih Pak Leon.” Arumi menyahut.Leonhard mengangguk sambil tersenyum tipis.“Aku pulang ya.” Leonhard pamit kepada Aruna.Aruna mendekat kemudian memeluk Leonhard
“Amore ….” Enzo yang duduk di tepi ranjang meraih satu tangan Arumi yang bebas.Malam hampir larut, hanya ada mereka berdua saja di ruangan itu karena papa dan mama sudah pulang untuk beristirahat.“Besok aku akan pulang ke Italia untuk menyelesaikan beberapa urusan di sana lalu aku akan kembali untuk membangun bisnis dengan papa kamu di sini dan menikahi kamu … kamu tunggu aku ya, aku usahakan hanya seminggu di Italia.” Arumi menggelengkan kepala. “Pergilah Enzo, tapi aku tidak akan menunggumu … jangan berjanji apa-apa … kamu bebas, aku tidak berharap apapun padamu.” Bukannya Arumi sok jual mahal tapi justru dia tidak ingin membuat Enzo terikat karena sadar diri dengan keadaannya.Menurutnya, Enzo adalah pria baik dan berhak mendapatkan wanita yang sempurna.Enzo terkekeh, dia tidak mengambil hati ucapan Arumi justru sangat mengerti makna tersembunyi dibalik ucapannya itu.Bergerak ringan, Enzo membaringkan tubuhnya di samping Arumi dalam posisi miring kebetulan ranjang pasi
Om Kaivan dan tante Zhafira baru saja keluar dari ruangan mami Zara setelah sebelumnya dokter Patologi menjelaskan hasil lab yang kini tengah tante Zhafira peluk.Keduanya melangkah pelan dengan tatapan kosong menuju kamar Arumi.Sampai di sana, mereka melihat Arumi sedang disuapi makan siang oleh Enzo.Pria itu begitu tekun merawat Arumi pagi siang malam tanpa lelah atau pun mengeluh padahal Arumi belum memutuskan menerima cintanya.“Mau Mama atau Papa aja yang sampaikan hasil lab ini ke Arumi?” Om Kaivan meminta pendapat istrinya.“Papa aja, Papa yang paling dekat dengan Arumi.” Tante Zhafira mengusap pundak suaminya kemudian mendorong pelan untuk masuk ke dalam ruang rawat itu.Enzo dan Arumi seketika menoleh saat sosok om Kaivan mendekat ke area ranjang pasien.Enzo tidak sengaja mengalihkan pandangan ke arah sofa set di mana di atas mejanya terdapat MacBook yang terbuka sebagai media Enzo memantau pekerjaan di Italia, di sana juga telah duduk tante Zhafira yang memberi kod
Tok …Tok …Tasya yang sedang mager akhirnya harus bangkit dari peraduannya karena mendengar suara pintu diketuk.“Siapa lagi sih hari sabtu gini ganggu aja.” Dia menggerutu karena merasa tidak memiliki janji dengan Rocky.Mengingat di Jakarta Tasya hanya memiliki om Roger dan kini sedang dekat dengan Rocky jadi kehidupannya hanya seputar mereka selain pekerjaan.Ceklek … “Tezaar.” Tasya bergumam dengan mata membulat dan kedua alis terangkat tidak pernah menyangka Tezaar akan berada di depan pintu kossannya.“Tasya … boleh aku masuk?” Raut wajah Tezaar tampak sendu.“Masuk aja ….” Tasya membuka pintu lebar-lebar.Tezaar duduk di satu-satunya sofa yang ada di sana.Sofa yang menghadap televisi itu hanya cukup untuk dua orang jadi mau tidak mau Tasya dan Tezaar berdesakan di sofa itu.Tezaar merogoh tasnya lalu mengeluarkan sebuah undangan pernikahan berwarna coklat.“Perut Marisa semakin besar, aku harus segera menikahi dia
Aruna tahu kalau papinya yang memiliki jasa keamanan swasta telah mengutus seseorang untuk mengawasi.Bisa jadi orang itu adalah Pilot dari privat jet sewaan tuan Lee yang akan ditumpanginya sekarang atau mungkin awak kabin atau bisa jadi driver yang menjemput mereka nanti di Korea, staf hotel atau mungkin mereka semua adalah orang suruhan papi Arkana.Dan Aruna tidak peduli, sama sekali tidak peduli.Mobil yang ditumpanginya bersama Leonhard berhenti di depan sebuah privat jet, Aruna turun dibantu Leonhard dan sampai naik ke dalam pesawat, pria itu tidak melepas genggaman tangannya.Di dalam sana sudah ada Nova dan Dewa yang duduk bersebelahan.Baru sekarang Aruna bertemu lagi dengan Nova dan seketika suasana menjadi canggung.Nova bangkit dari sofa mengulurkan tangan.“Apakabar Aruna,” sapanya ramah.“Kabar baik … kamu dan adik bayi apa kabar?” Aruna balas bertanya.Nova menundukan kepala mengusap perutnya lalu berkata, “Kami baik.” Dia pun menjawab.Tatapan Aruna beralih
“Papiiiii!!!!” Aruna berlarian dari lantai dua memburu papi yang baru saja masuk ke dalam rumah bersama mami.“Loh! Belum tidur.” Papi menghentikan langkahnya di ujung tangga paling bawah dan otomatis langkah mami juga terhenti.Aruna memeluk dada bidang papi yang dibalas beliau dengan pelukan erat.Papi terkekeh meningkahi sikap manja Aruna. “Ada apa?” Papi Arkana bertanya.“Papi, boleh besok Aruna ikut Leon anter istrinya kontrol kandungan ke Korea?” tanya Aruna mendongak sembari menunjukkan puppy eyes menggemaskan.Papi langsung mengalihkan pandangan ke mami yang masih berdiri di sampingnya.“Bilang enggak boleh, Pi.” Arnawarma yang menimpali dari sofa panjang.Aruna mencebikan bibirnya kesal bersama delikan sebal.“Kamu mau ganggu momen bahagia mereka?” Papi Arkana sedang bersarkasme.“Piiii, Dewa pacarnya Nova juga ikut kok … dia enggak mengijinkan Nova berdua aja sama Leon.” Aruna memohon.“Terus nanti ‘kan di sana Leon sama Nova pasti menginap di rumah keluarganya Leo
Baru kali ini Aruna melihat Arumi tampak putus asa padahal biasanya Arumi selalu bisa mengatasi beragam masalah yang muncul dalam hidup bahkan memberi saran terbaik layaknya wanita dewasa.“Kalau dia enggak mencintai kamu, dia enggak akan nungguin kamu di sini selama satu minggu.” Aruna memperkuat apa yang sudah Enzo katakan sebelumnya.Arumi terpekur lama sekali sampai ketika ditegur, dia memilih untuk pura-pura tidur.Hatinya sedang gundah gulana saat ini, dia yang mengalaminya jadi biarkan dia menikmatinya sendiri.Meski matanya terpejam tapi air mata Arumi tidak berhenti mengalir, diam-diam menyusut buliran kristal ungkapan kesedihan itu agar tidak ada yang menyadarinya.Tapi Enzo yang fokusnya hanya untuk Arumi seorang menangkap gerak-gerik ganjil tersebut.Setelah keluarga Arumi pulang menyisakan mereka berdua saja di ruangan itu, Enzo duduk di tepi ranjang Arumi.“Aku tahu kamu enggak tidur,” kata Enzo membuat kelopak mata Arumi terbuka.“Dari tadi kamu menangis tapi ka