Share

Bab 7

Penulis: Ayyu S
last update Terakhir Diperbarui: 2022-02-11 19:08:21

Grace memejamkan matanya rapat. Mendapat tepukan di wajah membuatnya merasakan kantuk. Makeup artists itu mengaplikasikan bedak pada wajahnya. Kiranya, sudah hampir satu jam ia duduk dikelilingi MUA dan hairstyles, pantatnya sudah cukup panas. Bagian yang tidak terlalu ia suka saat akan menjalani pemotretan adalah bagian make up yang harus berjalan lama. Menurutnya, natural atau tidak, sama-sama lama.

Hari ini ia akan menjalani pemotretan untuk sebuah majalah fashion bersama 5 model dan 2 aktris.  Gilirannya masih cukup lama. Tim mendahulukan 2 aktris, yang katanya hendak ada jadwal shooting. Ia tidak terlalu mengenal kedua aktris itu, sejujurnya ia tidak terlalu suka melakukan pemotretan bersama dengan aktris atau aktor, kadang kala ada diskriminasi, seakan hanya mereka yang penting dan sibuk. Mungkin tidak semua begitu, namun dari pengalaman yang pernah ia alami, dan begitu kenyataannya. Seperti halnya hari ini, karena kehadiran dia aktris itu, jadwalnya mundur satu setengah jam.

"Grace!"

Ia membuka matanya, mendengar panggilan Gabby di sampingnya.

"Hm?"

Gabby menyodorkan ponselnya yang sedari tadi ia taruh tas. "Mamamu menelpon sejak tadi."

Ia melirik layar ponselnya yang menunjukkan adanya 10 missed call dari nomor Mamanya. Ia sama sekali tidak terkejut, sebab ia sudah tahu apa tujuan Mamanya telepon. Apalagi kalau bukan tentang konser perdana Elle.

Berulang kali ia mengatakan bahwa dirinya sibuk, namun Mamanya sama sekali tidak percaya dan menuduhnya hanya beralasan.

"Biarkan saja!" jawabnya seraya memejamkan mata kembali.

Percuma, konser Elle akan dilaksanakan 2 jam lagi, sementara dirinya baru mulai pemotretan sekitar satu setengah jam lagi, itupun jika tepat waktu. Paling cepat, ia akan selesai sekitar 4 jam lagi, ditambah dengan 45 menit perjalanan. Meski ia menyelesaikannya dengan cepat, ia tetap tidak dapat menghadiri konser Elle.

"Sebaiknya telepon balik, dan katakan bahwa kau tidak bisa datang."

"Aku sudah mengatakannya hingga mulutku berbusa, By."

Gabby hanya menghela napas lalu kembali duduk di sofa ruang tunggu. Ia paham, meski ponselnya telah dimode hening, tetap saja ia akan gelisah dan terganggu saat melihat ada banyak telepon dari Mamanya.

"Grace Wyne, giliran mu." panggil salah satu anggota crew.

Ia segera bersiap. Untuk terakhir kalinya ia melihat kaca, memastikan penampilannya sempurna. Ia memakai gaun yang cukup panjang dengan nuansa etnik. Riasannya dibuat senatural mungkin, agar mampu menyampaikan jati diri Indonesia.

Berpose di depan kamera sudah menjadi makanannya sehari-hari. Dengan pengalamannya yang banyak, ia segera mengerti instruksi dari fotografer.

"Oke, istirahat sebentar."

Grace didatangi oleh make up artists untuk touch up. Mereka hanya memastikan riasan masih baik-baik saja.

"Grace!"

Gabby tergopoh-gopoh lari ke arahnya. Dadanya naik turun, tenggorokannya kering, dan susah untuk menelan ludah.

"Ada apa?"

Tanpa bisa berkata-kata, Gabby langsung menyerahkan ponselnya. Ada 20 missed call dari Mamanya. Peningkatan. Matanya memicing, saat menemukan sebuah kotak masuk dari Mamanya.

-Kamu harus datang jika masih menghormati Mama dan Papa-

-Jika kamu tidak datang, jangan harap dapat maaf dari Mama-

Dada Grace seketika naik turun, kemarahan yang tadinya mengendap, kini melambung tinggi hingga mendesak dadanya.

"Argh!" teriaknya.

Mamanya selalu tidak memberikannya pilihan. Konser Elle bukan segalanya, masih ada konser-konser lain. Tapi Mamanya membuatnya seolah menjadi orang terburuk hanya karena tidak datang.

"Aku akan pergi, kau urus disini."

"Pemotretan belum selesai, Grace. Apa kau tidak bisa membuat penawaran?"

"Menurutmu bisa?" Grace terkekeh tajam.

"Coba bilang pada Elle, mungkin dia bisa meyakinkan Mamamu."

"Aku tidak sudi berhutang budi padanya."

Ia segera pergi ke ruang ganti, menggantikan pakaiannya. Dengan gerakan terburu-buru, ia menghapus make up nya. Bagaimanapun, ia masih mementingkan orang tuanya dibandingkan dengan pekerjaan. Walaupun nyaris tak pernah mengungkapkan secara langsung, tapi ia sangat menyayangi kedua orang tuanya.

"By, aku serahkan ini padamu."

Gabby mengangguk. Ia beruntung karena Gabby selalu bersedia membereskan masalah yang telah ia buat. Kepergiannya akan berimbas pada karir yang baru ia bangun, namun ia pun tidak memiliki pilihan lain. Andai konser Elle dimulai ketika pekerjaannya selesai, mungkin tidak akan berakhir rumit seperti sekarang. Gabby harus pandai-pandai membuat alasan pada pihak klien, agar ia tidak dituntut karena telah melanggar kerja sama, ia secara sadar pergi ditengah jam kerjanya.

"Serahkan semua padaku!"

Ia menutupi wajahnya dengan topi hitam dan masker hitam senada. Langkahnya sangat hati-hati, kepalanya celingukan mencari sela-sela aman untuknya keluar dari gedung. Ia sibuk menutupi wajah agar crew yang ia lewati tidak tahu bahwa dirinya pergi. Setelah keluar dari gedung, Grace segera mencari tukang ojek online yang sudah ia order beberapa menit yang lalu. Menggunakan motor lebih mempersingkat waktu dari pada harus memakai mobil.

Jarak dari gedung pemotretan menuju ke gedung tempat konser Elle diadakan cukup jauh. Perkiraannya, membutuhkan waktu sekitar 1 jam, itupun jika tidak macet.

Grace segera mencari ojek online yang tadi ia pesan. Tak jauh dari tempatnya berdiri, seorang pria berjaket hijau tengah menatap ponsel. Ia yakin itu adalah ojek pesanannya.

Setelah mengkonfirmasi, tukang ojek itu menyerahkan helm padanya.

"Jika tiba sebelum 1 jam, saya akan bayar dobel."

"Sulit, mbak. Paling cepat, satu setengah jam. Ada tabrakan beruntun, kita harus putar arah."

Grace menatap jam tangannya, cukup lama. Otaknya berputar, menghitung  perkiraan waktu.

Motor yang mereka kendarai melaju dengan kecepatan 70 km per jam. Ia belum mengenal jalan Ibukota, walaupun sempat jalan-jalan dengan Gabby, namun tidak semua jalan bisa ia ingat sekaligus, tetap ada yang luput.

Ia hanya mengamati jalan yang mere lewati tanpa berkehendak untuk mengeluarkan suara. Ia tidak ingin ocehannya mengganggu konsentrasi pria yang mengemudi di depannya. Lebih baik ia diam, dan menunggu hingga sampai tujuan dengan selamat.

Nyaris seperti perkiraan, namun mereka sampai lebih cepat 5 menit. Ia segera mengeluarkan dua lembar ratusan ribu.

"Ambil saja kembaliannya!"

Konser Elle diadakan di Bamega Art Center, gedung yang menjadi pusat seni di Ibukota. Seni 2 dimensi, 3 dimensi, musik, maupun peran. Sangat beruntung Elle dapat melangsungkan konser perdananya di sana, karena teater milik Bamega Art Center berstandar Internasional.

Memasuki lobi, ia segera mencari teater tempat konser Elle dilaksanakan. Jika sesuai jadwal, konsernya akan berakhir dalam 15 menit. Setidaknya ia datang meski hanya menonton beberapa menit. Ia juga tidak tertarik dengan konser Elle, jika bukan karena Mamanya, ia tidak sudi untuk datang.

Alunan musik piano mengalun, memasuki gendang telinganya. Ia yakin itu adalah tempat Elle melakukan konser. Setelah masuk, ia melihat Elle dengan balutan gaun putih berlengan pendek tengah duduk menghadap piano dengan senyum lembut. Ia menyisir bangku yang yang tampak penuh. Ia tidak menyangka jika banyak yang tertarik dengan konser Elle. Harusnya ia dapat bangku paling depan bersama dengan orang tuanya beserta para orang penting yang mendukung konser Elle, namun ia tidak mau memecah konsentrasi penonton, dan memilih duduk di bangku kosong paling belakang.

Hah.

Ia menghela napas, berusaha tidak mendengar lantunan musik yang dibawakan Elle. Bagaimanapun, ia tetap tidak suka dengan wanita itu. Ia lebih memilih mengeluarkan earphones dan menyalakan lagu dari ponselnya.

TBC..

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Cinta Wanita Matre   Bab 27

    "Benar, semua desainmu sangat bagus. Aku mengusulkan Nate untuk mengambil beberapa.""Benarkah?" senyum Lenny, tipis. "Menurutku kalian berdua yang luar biasa, bisa mengamati baju rancangan Lenny meski sibuk berpose." sindiran Grace membuat ketiga pasang mata itu menatap ke belakang. Di sana Grace hanya tersenyum manis tanpa rasa bersalah."Apa maksudmu?" reflek salah satu wanita yang terlihat lebih sederhana, yang kini ia ketahui sebagai asisten pribadinya. "Siapa kau? berani sekali masuk ke pembicaraan kami.""Suaramu cukup keras untuk di dengar satu gedung, bukankah itu sama artinya dengan memberikan hal kepada orang lain untuk menanggapi ucapan mu?" sarkas Grace, membuat wanita sombong di depannya tak berani berkutik. Di sana, Lenny Tan menatap tak suka dengan kedua wanita yang tadi berusaha menjilatnya. "Ka.. Kau!"Grace tersenyum menang sebelum mengalihkan pandangannya kepada Lenny Tan, yang belum semp

  • Cinta Wanita Matre   Bab 26

    Grace tiba di fashion show temannya sedikit terlambat. Tidurnya terlampau nyenyak seperti terpengaruh oleh obat tidur. Menurut Gabby ia terlalu lelah perjalanan, namun kemungkinan ia juga kelelahan karena menangis terlalu lama. Dan karena hal itu, ia harus berlama-lama di depan kaca untuk menutup mata sembabnya. Ia dan Gabby memilih tempat duduk paling belakang. Rasanya akan memalukan jika ia memilih bangku depan di waktu pertunjukan yang sudah setengah perjalanan. Temannya adalah seorang desainer. Dia sudah lama masuk dunia fashion, namun baru kali ini berani melakukan fashion show. Mereknya tidak cukup terkenal, namun produknya berkualitas, setara dengan merek-merek terkenal lainnya. Grace mengambil satu potret model yang tengah berjalan dengan anggun, kemudian ia mengirimnya ke temannya -Lenny Tan. Tak jauh dari tempat duduknya, dua orang wanita telah menyita perhatiannya. Salah satu yang berpenampilan elegan dan mewah bergaya, menunggu wanita satuny

  • Cinta Wanita Matre   Bab 25

    Seperti biasanya, Grace harus kembali menjalani kehidupannya. Berpura-pura tidak terjadi apapun, bahagia tanpa masalah. Hampir semua orang yang dikenalnya mengira ia hidup tanpa beban. Lebih dari berkecukupan, cantik, sukses. Rumput tetangga selalu terlihat lebih hijauIa rasa peribahasa itu yang pantas untuk situasinya. Orang lain menganggap hidupnya lebih baik dari mereka, akan tetapi yang sebenarnya Grace rasa justru hidup mereka yang lebih bahagia. Mengadu nasib dengan orang lain tidak akan ada habisnya. Setiap orang memiliki standar bahagia masing-masing. Bahagia untuk Grace belum tentu bahagia menurut orang lain. Misal saja mendapatkan sebuah tepukan hangat di pucuk kepalanya, atau yang lebih ringan mendapatkan senyuman dari orang tuanya. Grace tahu standar kebahagiaannya terlalu rendah jika dibandingkan orang lain, namun itu yang hatinya inginkan. Hal kecil yang mungkin orang lain akan mengatakan bahwa ia terlalu berlebihan -lebay. Itulah salah sa

  • Cinta Wanita Matre   Bab 24

    Drew menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang dengan cukup keras. Kedua tangannya telentang, matanya mengarah pada langit-langit yang putih bersih tanpa noda. Berbeda dengan pikirannya yang melayang membayangkan kejadian beberapa waktu lalu di rumah keluarga Wayne. Lagi, ia menyaksikan Grace dengan Ibunya bertengkar. Sejahat-jahatnya Grace dulu yang telah menolaknya mentah-mentah dengan dalih miskin, ia rasa tidak cukup jahat dibandingkan dengan permusuhan wanita itu dengan Ibunya. Ia baru tahu Grace memiliki sifat seburuk itu. "Tante menyesal, kamu terpaksa melihat pertengkaran tante dengan Grace."Drew hanya tersenyum canggung, "Tidak apa-apa tante.""Hubungan tante dengan Grace memang tidak baik. Tante yakin, Grace terkena pengaruh buruk ketika tinggal di London."Drew rasa sekedar pengaruh dari luar tidak akan menjadikan Grace sejahat itu. Indonesia dan luar negeri hanya berbeda kultur. Di luar negeri juga diajarkan menghormati kedua orang tua, s

  • Cinta Wanita Matre   Bab 23

    "Grace, kembali!" perintah Papanya. Ia tidak peduli dengan permintaan Papanya. Kakinya terus berjalan tak acuh. Wajahnya yang tajam perlahan mengendur. Kedua ujung bibirnya ditekuk ke dalam dengan kedua kelopak mata yang bergetar. Rahangnya ikut mengeras menahan gejolak yang hendak meledak dalam dirinya. Ia terus berjalan menuju mobilnya tanpa ada fokus. Matanya menatap ke depan, namun tidak ada yang ia perhatikan. Kakinya seolah otomatis berjalan. Sudah bisa ditebak bahwa pertengkaran tidak mungkin terelakkan, namun ketika tebakannya terbukti hatinya justru merasa perih. Hanya karena terbiasa rupanya tidak dapat menghalau sakit. Pandangannya semakin mengabur tertutupi oleh air mata yang ingin merembes. Sebelum itu benar-benar terjadi Grace sudah menghapus dengan punggung tangan kirinya. Ia tidak rela air matanya keluar. Terlihat lemah adalah hal yang paling tidak ia sukai. Mobilnya melaju kencang membelah malam. Suasana hatinya yang buruk mem

  • Cinta Wanita Matre   Bab 22

    "Ups, ada pertemuan keluarga rupanya. Apa aku mengganggu kalian?" ujarnya dengan nada merendahkan. Senyuman miring itu masih menghiasi wajahnya sementara langkahnya kian mendekat. "Apa kabar, Ma.. Pa?" sapanya sembari mengamati perubahan mimik Mamanya yang terlihat tidak suka. "Ayo, ikut makan dengan kami!" ajak Ayahnya. Grace tidak bodoh untuk menangkapnya sebagai kata basa-basi. Jelas di sana hanya ada 4 kursi dan semuanya penuh. Apa ia harus duduk di lantai? Lagi, yang membuatnya urung adalah ekspresi Mamanya yang masih melihat tidak suka. Apakah sebegitu tidak sudinya untuk berbagi meja. "Aku tidak ingin merusak acara kalian, silahkan dilanjutkan!"Sebelum melangkah pergi, lirikannya bertemu dengan tatapan Drew yang datar. Sama sekali tidak ada emosi apapun di sana. Jika dilihat dari pertemuan terakhir mereka yang cukup buruk, seharusnya tatapan kebencian yang pria itu berikan padanya. Awalnya Grace i

  • Cinta Wanita Matre   Bab 21

    Setelah dari kedai kopi, Drew pindah ke kediaman keluarga Wayne. Elle memaksanya untuk ikut makan malam, sesuai dengan janjinya tempo hari. Sembari menunggu Nyonya Wayne dan Elle menyiapkan makan malam, ia bersama dengan Tuan Wayne tengah berbincang tentang bola di ruang tamu. Diam-diam Papa Grace itu sangat menyukai bola, namun karena ia cukup sibuk terkadang ia tidak sempat untuk menyalurkan hobinya itu. "Sepertinya Om harus nonton pertandingan kamu secara langsung. Selama ini Om hanya melihat kamu di berita." "Saya akan merasa sangat senang. Minggu depan ada pertandingan CBT liga 1, jika Om berkenan untuk datang.""Oh ya? Tapi sayang sekali, lusa Om harus berangkat ke Paris untuk shooting. Ada film baru yang akan Om garap untuk penayangan pertengahan tahun depan.""Mungkin lain kali kalau Om ada waktu.""Om usahakan untuk nonton streamingnya." "... Setiap ada tim yang tanding, terutama tim kamu, semua tim minta br

  • Cinta Wanita Matre   Bab 20

    Grace mengobrak-abrik isi kamar Gabby untuk mencari paspornya. Besok ia harus ke Singapura untuk menghadiri fashion show yang diadakan oleh temannya sewaktu di London. Hanya sebentar, maka dari itu ia tidak memerlukan banyak persiapan, akan tetapi ia tetap saja memerlukan paspornya. "Sebenarnya dimana kau meletakkannya?" tanya Gabby kesal. "Aku tidak ingat." balas Grace sama kesalnya, "Coba ingat lagi, mungkin saja kau yang membawanya." "Paspor adalah barang pribadimu, aku tidak mungkin membawanya.""Terakhir kali kau datang dari London, tas mana yang kau pakai?"Grace menoleh ke seluruh tasnya yang sudah berserakan di lantai kamar. Jajaran tasnya ia absen satu persatu. Waktu itu ia memakai tas ransel kulit berwarna coklat, namun tidak ada tas itu di sana. "Aku rasa tasnya tertinggal di rumahmu." tebak Gabby. Kala itu, Grace langsung menuju rumahnya sendiri. Kemungkinan terbesar, tas itu berada di rumah keluarg

  • Cinta Wanita Matre   Bab 19

    Kini Drew sudah menjadi Drew seperti sebelumnya. Fokusnya saat latihan telah kembali. Entah mengapa, saat melihat keburukan Grace tempo hari justru membuat dirinya lebih baik. Ia mensugesti dirinya sendiri bahwa Grace memang memiliki sifat buruk seperti itu, dia selalu melukai harga diri semua orang. Ia hanya harus maklum. Kemarahan tidak mungkin tidak ada, namun cukup bisa dikendalikan. Ia pikir, karirnya lebih penting daripada dendam pribadinya pada Grace. Sifat buruk Grace tidak akan mampu membuatnya menghancurkan karir dirinya sendiri. "Drew!" panggil Ben sambil menunjuk seseorang yang tengah duduk di tribun dengan dagunya. Drew mengikuti arah pandang Ben. Seorang wanita berbaju putih dengan rambut terurai tengah melambaikan tangannya. Sekali lihat, Drew langsung bisa mengenali wanita itu. Elle. Tempo hari ia menyuruh Elle untuk mampir ke tempat latihannya saat tahu bahwa Elle sering ada acara di sekitar sana. Drew berlari kecil menghampiri Elle. Se

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status