Marko yang menjadi penonton pun tersenyum puas. Akhirnya Marko bisa membalas perbuatan Maya kepada Debi."Marko, apakah kamu dalang dibalik semua ini?" tanya Gilang. "Iya, aku yang sudah membuat Maya dalam masalah.""Wah-wah, sepertinya ada yang belum bisa move on nih.""Maksud kamu apa?" tanya Marko dengan alisnya yang naik ke atas. "Kamu belum bisa move on dari Debi kan? Karena itu lah kamu belas dendam kepada Maya.""Tidak usah sok tahu kamu," balas Marko tidak suka. "Wajah kamu tidak bisa berbohong Marko." "Iya, betul itu. Aku setuju kalau Marko sebenarnya belum bisa move on dari Debi," sahut Bagas.Baru saja Marko merasa puas, namun ucapan teman-temannya membuat suasana hati Marko berubah. "Terserah kalian."Marko melangkahkan kakinya berjalan pergi meninggalkan teman-temannya. Melihat itu, teman-teman Marko langsung berjalan mengikutinya.Lidya dan juga Mira yang saat itu berjalan keluar dari dalam kantin. Mereka tidak sengaja melihat kerumunan mahasiswa. Mereka yang merasa
Rafa tersenyum mendengar ucapan Debi. ini pertama kalinya Rafa melihat wanita yang tidak mengambil keuntungan di saat ada seseorang yang ingin membelikannya barang."Tidak apa-apa, tidak usah kamu pikirkan.""Tapi Rafa.....""Ini Mas, bajunya."Ucapan Debi harus terhentikan saat pelayan toko datang mendekati mereka. Pelayan toko itu membawa baju mewah yang sangat bagus. Pasti harganya sangat mahal."Iya Mbak, terima kasih. Ini bajunya biar di coba sama teman saya dulu.""Iya Mas.""Ini Debi, coba dulu.""Tapi Rafa, ini kan baju mahal. Aku beli yang harga murah saja, tidak perlu harga mahal." "Tidak apa-apa. Cepat coba sana.""Tapi Rafa."Rafa menyodorkan baju itu. Debi yang tidak mau. Terpaksa menerima baju itu dan langsung menuju ruang ganti. Setelah Debi mengganti baju kotornya dengan baju baru. Debi melangkahkan kakinya berjalan keluar dari dalam ruang ganti. Tidak ketinggalan pula, Debi membawa baju kotornya tadi yang ia taruh di kantong plastik. Debi memberikan tatapan lucu pada
"Ih, Marko. Kamu kok malah mengabaikan aku sih.""Kamu bisa gak sih ngomong seperti itu tidak di tempat umum? Apa kamu lupa perjanjian yang sudah kita buat?""Kenapa? Kamu tidak terima kalau Debi mendengarnya?""Tidak usah bawa-bawa Debi. Ini masalah kamu yang tidak mengingat perjanjian yang sudah kita buat.""Habisnya aku kesal sama kamu, Marko. Lihat, gara-gara kamu menyuruhku mencari kunci mobil kamu di toilet cowok. Aku jadi terluka seperti ini, dan kamu sama sekali tidak mengkhawatirkan aku.""Itu salah kamu sendiri yang tidak mau hati-hati." "Kok salahku sih. Jelas-jelas kamu yang salah." Marko yang lelah menghadapi Maya, membuat Marko melangkahkan kakinya pergi. "Marko, kamu mau kemana? Aku belum selesai bicara sama kamu."Meski Marko mendengar suara teriakan Maya, namun Marko memilih untuk terus melangkahkan kakinya."Sepertinya tebakanku benar," kata Lidya yang berjalan mendekati Maya bersama Mira."Maksud kamu, tebakan kamu benar bagaimana?""Kalau Marko itu tidak pernah s
Obrolan Debi dan juga Rafa terhenti saat pesan mereka datang. Saat itu lagi-lagi Debi mendapatkan tatapan tak bersahabat dari pelayan yang mengantarkan pesanan. Debi menjadi tidak nyaman."Kamu lihatkan, teman kerjaku melihat aku dengan tatapan tak bersahabat?""Abaikan mereka, dan sekarang minum lah."Rafa memberikan segelas minuman yang sengaja ia pesankan untuk Rafa. Meski awalnya Debi merasa tidak nyaman, namun setelah mendengar cerita Rafa. Debi sibuk ngobrol dengan Rafa. Tidak ketinggalan pula. Mereka menyelanginya dengan candaan. Tap tap tapMarko melangkahkan kakinya berjalan masuk ke dalam club. Marko tidak sendiri, karena di belakangnya ada tiga temannya yang mengikutinya.Marko terus melangkahkan kakinya untuk mencari tempat favoritnya di tempat itu. Yah, itu karena Marko dan teman-temannya seiring datang ke sini. Belum sampai Marko di tempat favoritnya. Marko menghentikan langkahnya, membuat ketiga temannya menjadi bingung."Ada apa Marko? Kenapa kamu menghentikan langkah
"Kamu masih mau minum Marko?" tanya Bima yang menyadarkan Marko dari lamunannya."Sepertinya kamu senang melihat aku diomelin Om Rafa."Huh, Bima menghela nafas panjang. Lagi-lagi dia salah berucap di depan Marko. Sementara yang lainnya tersenyum melihat Bima diomelin. Tap tap tap"Debi.""Iya Kak Renata, ada apa?" "Katanya yang lain, tadi kamu menemani Pak Juna minum. Apakah itu benar?""Enggak kok Kak, tadi aku menemani temanku kuliah yang bernama Rafa." "Oh, berati yang dikatakan anak-anak salah ya!""Mungkin mereka salah informasi Kak.""Iya, mungkin saja. Ya sudah, ayo kita lanjut bekerja.""Iya Kak."Debi kembali bekerja. Langkahnya berderap ke sana kemari mendatangi meja pengunjung. Debi melakukan pekerjaannya dengan semangat dan juga senyuman.Tanpa Debi sadari. Seseorang yang tengah duduk di pojok ruangan tengah memperhatikan Debi. Mereka seseorang itu tidak hanya memeprhatikan, tapi juga membicarakan Debi dengan teman-temannya."Kamu lihat pelayan baru itu?""Iya, aku meli
Rafa membaringkan Debi di dalam ruangannya. Rafa terlihat panik. Apalagi Rafa melihat keadaan Debi yang sangat menyedihkan."Bangun Debi. Jangan buat aku khawatir."Rafa duduk di samping Debi. Bibirnya tidak hentinya merafalkan do'a agar Debi segara sadar. Rafa sangat antusias saat melihat Debi yang mulai mengerjapkan matanya. Seiring itu juga. Rafa melihat Debi menggerakkan tangannya."Syukurlah kamu sudah sadar Debi," kata Rafa tersenyum senang.Debi membuka matanya. Debi mengedarkan pandangannya dan mendapati dirinya berada di dalam ruangan. Pandangan Debi beralih dan melihat Rafa yang duduk di sampingnya."Kamu?""Iya, ini aku. Sekarang kamu aman." Debi kembali mengedarkan pandangannya. Debi ingat jika ada Marko yang saat itu menolongnya, tapi Debi tidak melihat siapa pun selain Rafa di dalam ruangan."Apa tadi aku salah lihat?" bisiknya."Kamu sedang mencari siapa?""Tidak. Aku tidak sedang mencari siapa-siapa. Kamu yang menolongku tadi?""Iya, aku yang menolong kamu tadi."Debi
"Kenapa kamu diam Rafa? Apakah ini jaket kamu?""Eh, iya, itu jaketku." "Oh, kalau gitu aku pinjam dulu ya?""Iya, kamu pakek dulu tidak apa-apa.""Terima kasih Rafa.""Iya, sama-sama." "Oh iya, aku antarkan kamu pulang mau?""Tidak perlu Rafa. Aku harus lanjut bekerja.""Tidak perlu. Tadi aku sudah mengizinkan kamu sama pemilik tempat ini. Katanya malam ini tidak apa-apa jika kamu pulang lebih awal." "Benarkah? Kamu bertemu dengannya tadi?" tanya Debi heboh. Yah, selama Debi bekerja di sini. Debi belum pernah bertemu dengan pemilik tempat ini yang terkenal sangat tampan. "Iya, aku bertemu dengannya saat mengambilkan minum untuk kamu tadi." "Oh, gitu ya! Kamu tahu, selama aku bekerja di sini, aku belum pernah bertemu dengan pemilik tempat ini. Katanya sih dia sangat tampan. Apakah itu benar?" Rafa tersenyum dengan pertanyaan Debi barusan. Rafa sampai malu mendengarnya. "Iya, dia memang sangat tampan. Kamu suka dengannya?""Tidak. Mana mungkin aku bisa suka dengannya. Orang ketem
Mobil melaju di tengah jalan. Meski Bima dan yang lainnya sibuk bercengkrama, namun hal itu tidak mengalihkan Marko dari pikirannya. Marko kembali teringat pertemuannya dengan Debi. Keadaan Debi yang sangat menyedihkan membuat Marko tidak tega meninggalkan Debi seorang diri, tapi lagi-lagi Marko dikalahkan oleh gengsinya. Yah, penolakan cinta yang dilakukan Debi membuat Marko merasa enggan untuk perduli dengan Debi."Bagaimana keadaan Debi sekarang ya? Apa dia sudah pulang?" bisiknya.Rasanya Marko enggan untuk melupakan Debi. Marko terus merasa cemas memikirkan Debi saat ini. "Woe, lagi mikirin apa sih," kata Bima mengejutkan Marko."Apa-apaan sih kamu ini. Mengganggu saja." "Ye, aku kan hanya penasaran saja. Tidak perlu marah kayak gitu dong. Lagian kamu lagi mikirin apa sih? Kelihatannya serius banget?" "Mungkin dia lagi mikirin Debi tuh," sahut Bagas yang seolah tahu jalan pikiran temannya."Kamu beneran lagi mikirin Debi ya?""Apaan sih, gak usah buat gosip deh." "Terus kamu