Author POV
Dalam sebuah distrik Sultanbeyli di kawasan sedikit menjorok ke dalam. Ada sebuah bangunan tua yang ditinggalkan dan rasanya juga sudah rusak.
"Ikat dia" perintah yang ada luka dimukanya.
Tinggggg
"Ya halo bos"
"Target sudah disini, bagaimana misi selanjutnya" mereka lalu berbicara serius.
"Oh ok, ok,ok siap laksanakan" Telephone langsung ditutup.
"Keluarkan bomnya" perintahnya pada yang botak.
Spontan Ana mendelik mendengarkan bom. Mukanya sudah pucat pasi tidak karuan. Bagaimanapun dia tidak membayangkan sama sekali akan berdekatan denga
Author POV Satu minggu kemudian Azfer merangkul Ana dalam dekapanya sekarang. Inilah rasa syukur dan bahagia menjadi satu memenuhi ruang hatinya. Setelah sekian hari dirumah sakit ini hari ketujuh dimana Liana dinyatakan terbebas dari masa kritis. Liana mengerang sedikit, rasa sakit pada tubuhnya memaksa ia untuk sedikit protes ke Azfer. "Pak..." "Oh, maaf maaf, saya terlalu ekspresif" katanya mengurai pelukanya pada Ana. "Bagaimana rasanya?" Ia memandang gadis didepanya dengan tatapan lembut. "Sedikit sakit" "Sudah berapa lama saya tidur?" Tanya Liana lemah. "Suda
Author POV "Halo?" yang mendapatkan telephone menjawab dengan nada hampir putus asa. //Aku di tempat biasa, di yact, temui aku setelah makan siang// Tuttttt Telephone terputus, Xavi memandangi layar ponselnya yang sudah mati. ia mengehembuskan nafas perlahan. Ia harus menghadapi Canzu lagi. Wanita cantik berwajah asli Turki itu berjalan cepat, kaca mata hitamnya ia tanggalkan sesampainya didepan yact. Yact mewah beraksen putih sedikut biru itu terlihat bersih, Seorang wanita cantik berwajah Asia-Eropa terlihat bersantai ditengah, dengan koran dia terlihat sibuk membaca koran. "Gunaydin" Sapaan Xavi membuat
Ana pov Aku sudah membereskan semua barang milikku, aku memasukkanya dalam tas. "Günaydın" kepala Azfer tiba-tiba saja menyembul dibalik pintu. Aku tersenyum ke arahnya. Dia selalu begini sepagi ini, ini sudah dua minggu aku dirumah sakit. Aku tidak ada keluarga disini tapi detektif tampan itu tidak pernah absen satu haripun. Aku jadi binggung, kenapa ia begitu peduli denganku? Padahal aku bukan keluarga juga bukan kekasihnya? Itulah pertanyaan yang semrawut dikepalaku sekarang. Kamu ingat doaku dulu, aku meminta tuhan untuk menjauhkan orang ini dari hidupku, tapi kenapa dikabulkanya malah sebaliknya dia makin dekat denganku. Bagaimana aku tidak bisa jatuh cinta dengan orang ini? wajahnya yang rupawan dan sikapnya yang perhatian. Tolong ingatkan aku untuk tidak berkata " i love you" duluan pada pria tampan ini," jangan permalukan harga
Azfer POV "I love you" aku mengatakanya seperti orang berbisik, aku tau ini terlalu cepat tapi entahlah. Dia diam membeku, baru kali ini dia berani memandang mataku, wanita ini cantik, cantik dalam artian sebenarnya, tentu Cansu dan Xavi sahabatku itu lebih cantik dari wanita ini, tapi innerbeauty tidak dimiliki oleh mereka, justru aku menemukanya dalam diri seorang Liana, wajah asia yang terlihat selalu muda, tinggi semampai dan selalu tersenyum kepada siapapun. Aku jatuh cinta? iya aku memang jatuh cinta dengan wanita sederhana didepanku ini. Bagaimana aku bisa mengungkapkanya? tidak ada tanggapan apapun darinya, bahkan dia terlihat mengerjap beberapa kali dan mengeleng pelan. "Ayo masuklah" akhirnya aku menyudahi tatapan kami dengan memintanya
Author PoV Gadis cantik berwajah Turki itu, meronta-ronta di saat penyeretan oleh pihak kepolisian. banyak wartawan menunggunya didepan gedung. "Apakah tidak ada jalan lain tuan?" tanyanya geram. "Tidak nona, pintu belakang sedang dalam perbaikan" kata sang polisi tegas tanpa ampun. Wajahnya yang sangar membuatnya terlihat mengerikan. Dengan paksa Xavi diseret, untuk keluar dari dalam mobil dan menjadi bahan jepretan para wartawan. Pasti sudah tidak lagi besok wajahnya akan menjadi headline seluruh koran di Turki. Polisi itu kemudian memasukkan Xavi ke dalam ruang interogasi, lalu kemudian borgolnya dilepas dan dibiarkan sendiri dalam ruang interogasi. T
Author POV Benar saja, pagi ini semua koran dalam negeri mengulas kasus pembunuhan Hatice. Kasus lama yang bangkit kembali. Bahkan opini mereka terlalu dilebih-lebihkan dalam koran itu. Canzu yang sedang minum teh terlihat terdiam. Berbagai macam koran sudah ada didepannya, ia tidak berminat membukanya. Cukup melihat depannya saja. Dia sudah tau jelas apa headlinenya hari ini. Pikiranya melayang, tiba-tiba ponselnya bergetar. Lalu ia mengambil dan melihat layarnya sekilas. dengan segera Canzu mengangkat telephonenya dan beranjak dari tempat duduknya. "Halo ada apa Ver?" //Bisakah kita ketemu sebentar?// "Membahas Xavi?" Dia langsung menebak. Dia tersenyum tipis meskipun Azfer tidak bisa melihatnya sekarang. //Kurang lebih ya, aku bawa Liana// Senyumanya memudar seketika. Dia menangkap gelagat yang tidak baik dari calon advokat cantik indonesia itu. "Apa seserius itu?" //Iya
Author PoV Sudah tidak ada waktu seketika itu Azfer berlari ke arah Liana yang sedang melintasi zebra Cross. Dari arah kanan mobil Van melaju kencang tampa terlihat mengerem. BUGH!! Tubuh Azfer dan Liana beradu dengan aspal jalanan, sebelum kejadian itu, jelas-jelas lampu merah. Jadi sekarang begini, berakhirlah mereka saling tindih dengan Azfer memeluk Liana erat. Tanganya terbentur keras begitu juga dahi Azfer, mungkin punggungnya agak sedikit lecet juga. Ana membeku dalam pelukan Azfer, semua kata-katanya hilang dan matanya menatap tajam Azfer, jangan ditanyakan lagi jantungnya sudah pasti tidak pada posisi tepat. "Are you ok?" tanya Azfer memecah kecangungan diantara mereka, dia khawatir tentu sa
Author PoV Sekarang bulan Juni memasuki Agustus. Cuaca si Turki Memang kadang tidak bisa diprediksi. hujan deras tiba-tiba saja melanda. Liana berlindung dibawah kanopi, depan gedung warna pastel itu, Hujan disini mengingatkan Liana pada Indonesia. ketika dulu masih Sekolah Dasar, setiap kali hujan. Pasti ada saja alasan untuk hujan-hujanan, tertawa bersama dan tentu saja berkumpul bersama. Rasanya baru kemarin dia bermain hujan dengan semua sepupunya, rasanya cepat sekali waktu berlalu, Liana tersenyum tipis di tengah ingatanya akan hujan. "Liana?" Suara itu membuatnya menoleh ke belakang, sepertinya Azfer. "Pak Azfer" sapanya, dia beberapa cm meter dibelakang Liana. "Mau pulang? Saya antar" katanya menawarkan di