Share

bab 6

seorang diri. Aku yakin, kejadian ini begitu membuatnya terpukul.

Apalagi, ia sudah hidup puluhan tahun dengan sang Istri yang kini harus pergi meninggalkannya, dengan tidak wajar. Entahlah, jika aku berada di posisinya bisa jadi akan melakukan hal yang sama.

.

Tahlilan pun selesai.

Satu persatu warga kembali pulang ke rumah masing-masing. Sedangkan aku, memilih kembali dengan pria yang tadi duduk di sebelah. Ya, aku ingin mengetahui apa yang tadi belum sempat ia ceritakan.

"Jadi ... bagaimana kejadian Bapak dengan wanita misterius itu?" tanyaku kembali, sembari berjalan menuju ke rumah.

"Saat itu, sekitar pukul 02.00 malam. Entah kenapa, saya begitu gelisah dan sulit tidur. Rasanya, hati ini tidak tenang tapi entah kenapa."

"Lalu, Pak?"

"Akhirnya, saya memilih untuk menonton televisi sendirian. Karena Istri dan Anak-anak sudah terlelap. Anehnya, mereka begitu nyenyak. Berbeda dengan saya. Baru beberapa saat menonton, terdengar teriakan seorang wanita minta tolong. Tapi entah dari mana."

"Suaranya jelas?"

"Jelas, Pak. Suara teriakan itu terdengar beberapa kali. Semakin lama semakin dekat. Sampai akhirnya terdengar teriakan panjang menyakitkan, dan suara itu hilang dengan seketika."

Hampir sama.

Hampir sama dengan yang pernah aku dengar dari rumah. Suara teriakan entah dari mana.

"Lalu, Pak?"

"Karena merasa penasaran, saya mencoba mengintip dari jendela dan melihat keadaan di luar. Anehnya, tidak ada apapun. Bahkan tidak ada seorang pun yang keluar dari rumah. Namun, saat hendak kembali ke kamar. Ada suara aneh yang terdengar diantara sunyinya malam."

"Suara apa, Pak?"

"Seperti suara seseorang yang sedang menyeret sesuatu. Suara itu berasal dari luar. Seketika saya melihat kembali dari jendela teras. Dan benar saja .... "

"Bapak melihatnya?"

"Ya, Pak. Saya melihat seorang wanita berambut panjang, sedang menyeret sesuatu dengan tangan sebelah memegang belati yang cukup besar. Anehnya, ia seperti mengetahui kalau saya sedang mengintip. Sorot matanya seketika menatap saya, dari balik rambut yang terurai hampir menutupi wajahnya."

"Apa yang ia seret, Pak?"

"Seorang wanita. Ia menyeret seorang wanita yang sepertinya sudah tak bernyawa. Bahkan, saat pagi hari saya masih melihat sedikit bercak darah yang tertinggal."

Mengerikan.

Seandainya aku ada di saat itu, sudah pasti juga merasakan ketakutan yang sama dengannya. Apalagi, saat itu tengah malam. Tidak ada siapapun.

**

"Lalu ... mengapa Bapak tidak berteriak dan meminta tolong?"

"Tidak, Pak. Itu bukan suatu tindakan yang benar. Karena menurut mitosnya, kita tidak boleh mengganggu 'dia'. Kalau tidak ingin keluarga kita diganggu."

"Bapak percaya itu?"

"Percaya atau tidak. Saya tidak ingin terjadi apapun kepada keluarga saya. Duluan, ya, Pak?"

"Oh, ya, Pak. Silakan."

Semakin ke sini.

Semuanya semakin terasa menakutkan. Seketika, langkah kaki ini pun semakin cepat kulangkahkan menuju ke rumah. Beberapa menit, akhirnya aku sampai di rumah. Anehnya, tidak ada seorang pun. Rumah terlihat begitu sunyi.

Kemana Istriku dan Nayla?

"Buu ... ayah sudah pulang. Kalian di mana?"

Aku mencoba melihat ke kamar.

Tetapi, di sana cuma ada Nayla yang sudah tertidur. Ibunya entah kemana.

Karena merasa sudah lapar, aku langsung mengambil makanan yang ada di dapur. Di sana, sudah ada lauk daging asap dan sambal kecap kesukaan Istriku. Beberapa hari ini, ia banyak menyediakan stok daging di kulkas. Baru saja hendak mengambil nasi, aku mendengar ada suara benda terjatuh dari gudang belakang. **

"Lalu ... mengapa Bapak tidak berteriak dan meminta tolong?"

"Tidak, Pak. Itu bukan suatu tindakan yang benar. Karena menurut mitosnya, kita tidak boleh mengganggu 'dia'. Kalau tidak ingin keluarga kita diganggu."

"Bapak percaya itu?"

"Percaya atau tidak. Saya tidak ingin terjadi apapun kepada keluarga saya. Duluan, ya, Pak?"

"Oh, ya, Pak. Silakan."

Semakin ke sini.

Semuanya semakin terasa menakutkan. Seketika, langkah kaki ini pun semakin cepat kulangkahkan menuju ke rumah. Beberapa menit, akhirnya aku sampai di rumah. Anehnya, tidak ada seorang pun. Rumah terlihat begitu sunyi.

Kemana Istriku dan Nayla?

"Buu ... ayah sudah pulang. Kalian di mana?"

Aku mencoba melihat ke kamar.

Tetapi, di sana cuma ada Nayla yang sudah tertidur. Ibunya entah kemana.

Karena merasa sudah lapar, aku langsung mengambil makanan yang ada di dapur. Di sana, sudah ada lauk daging asap  dan sambal kecap kesukaan Istriku. Beberapa hari ini, ia banyak menyediakan stok daging di kulkas. Baru saja hendak mengambil nasi, aku mendengar ada suara benda terjatuh dari gudang belakang.

Praakk!

Siapa itu?

Apa itu istriku?

Perlahan kuletakkan piring, kemudian berjalan melihat ke gudang. Lagi, sepanjang jalan menuju gudang aku melihat ada tetesan darah yang sudah mulai mengering. Aneh.

"Buu ... Ibu yang di gudang?"

Tidak ada jawaban.

Yang jelas dari sini terlihat pintu gudang sedang terbuka. Sedang apa malam-malam begini ia di gudang. Gumamku.

Begitu sampai di pintu, benar saja.

Aku melihat Istriku ada di dalam sana sendirian. Apa yang dia lakukan?

"Ibu sedang apa?" tanyaku.

"Lohh ... ayah sudah pulang? Kok ibu tidak dengar?" tanyanya sembari mengelap kedua telapak tangan, dengan sebuah kain.

"Ibu sedang di gudang. Bagaimana mau dengar? Emangnya Ibu sedang apa sih? Ini sudah malam."

"Ini, Yah. Ibu sedang mencari kucing yang tadi mencuri makanan di dapur. Kalau tidak dikasi pelajaran, nanti ia terbiasa. Ayah sudah makan?"

"Belum, Bu."

"Ya sudah, sebentar biar ibu ambilkan. Ayah tunggu saja di dalam. Ibu mau cuci tangan dulu."

"Ya, Bu. Besok saja dicari lagi kucingnya. Nanti gak enak di dengar tetangga."

Memang, Istriku sering mengatakan banyak kucing di yang sering datang ke rumah ini. Entah kucing siapa, karena sampai saat ini aku masih belum melihatnya sekalipun.

Malam ini, kami makan malam berdua saja. Biasanya ada Nayla yang mengganggu. Entah kenapa, malam ini ia begitu cepat tertidur.

"Apa Nayla demam, Bu? Kok cepat sekali tidur?"

"Cuma agak hangat sedikit, Yah. Tetapi tadi sudah ibu kasi Paracetamol. Paling besok sembuh. Tambah lagi dagingnya, yah," ucapnya sambil mengambilkan sepotong daging, dan meletakkannya ke piringku.

"Ya, Bu. Oh, ya. Tadi ayah pulang dari tahlilan, dengan tetangga yang cat rumah warna hijau itu. Ibu tahu?"

"Ohh ... Suami bu Lastri. Kenapa, yah?"

"Tadi ia bercerita dengan ayah. Tentang sosok wanita menakutkan yang dilihatnya."

Istriku seperti terkejut dan sampai tersedak mendengar itu.

"Ini minum, Bu. Kenapa bisa sampai tersedak?"

"Ahh ... tidak, Yah. Cuma tersedak biasa. Lalu apa yang dia katakan?"

"Ya itu. Dia sempat melihat seorang wanita yang sedang menyeret mayat, tepat di jalan depan sini. Mengerikan."

"Lalu ... apa dia tidak takut membicarakan hal ini kepada orang lain?"

"Maksudnya, Bu?"

"Biasanya, Yah. Jika ada seseorang yang pernah melihat dan membicarakannya secara detail. Pasti ia dan keluarganya akan jadi korban selanjutnya."

Benar.

Benar sekali apa yang dikatakan Istriku. Itu juga yang dikatakan Bapak tersebut. Tetapi, dari mana ia tahu?

.........................................

Part03

"Biasanya

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status