Share

Cinta yang Salah
Cinta yang Salah
Penulis: Khanna

Part 1

Brak!

Pintu kamar dibuka paksa oleh seseorang.

“Apa-apaan ini! Beraninya kamu berbuat seperti ini dengan pacarku! Br*ngs*k!” umpat laki-laki itu.

Aku bergeming dan melihat ke arah laki-laki tersebut. Sedangkan wanita yang tengah memadu kasih denganku, bergegas bangkit dan mencari pakaian untuk menutupi tubuh indahnya. Ia tak mengenakan seutas benang pun.

“Kamu ini ya, dasar wanita j*l*ng! Beraninya menghianatiku!” Dia menunjuk wanita yang kini mulai menutupi bagian indahnya.

“Heh! Kenapa membuka kamar orang sembarangan kayak gini? Ganggu orang saja! Lagi asik-asiknya malah kamu datang mendobrak pintu kamarku. Maumu apa, hah?” ketusku sembari duduk.

“Apa? Kamu ngomong apa, hah? Ganggu? Dia pacarku, kenapa berani melakukannya segampang itu! Kamu nggak mikir, Dan! Aku temanmu! Bisa-bisanya menikmati pacar temanmu sendiri! Kamu gila, hah!” bentak Henri, dia laki-laki yang baru saja masuk ke kamarku secara paksa.

“Hahaha … dia sendiri yang datang ke kamarku. Dia yang mau denganku. Buat apa aku menggoda pacarmu itu. Ada banyak wanita yang lebih cantik darinya. Ya … berhubung dia menghampiriku dengan suka rela, rezeki dong. Nggak mungkin ‘kan kalau aku tolak. Hahaha.”

Aku mengambil celana boxer yang tergelatak begitu saja di atas kasur.

“Br*ngs*k! Kamu gila, Mel! Kamu menyerahkannya begitu saja sama orang macam dia, Mel! Wanita mur*han! J*l*ng!”

Plak!

Henri menamparnya cukup keras.

“Kalau mau ribut, pergi saja dari sini. Nggak usah mengganggu ketenanganku. Selesaikan di luar saja,” ucapku santai tanpa mempedulikan wanita yang baru saja memuaskanku.

“Zidan. Kamu sama sekali nggak mempedulikanku? Tadi kamu bilang kalau mencintaiku. Tapi kenapa kamu nggak peduli kayak gini.”

Wanita bernama Amel itu mulai memprotes tingkahku yang tak mempedulikannya. Aku hanya melihat sekilas. Dia memegang pipi bekas tamparan Henri. Matanya terlihat mengembun. Semua itu tak menggoyahkan hatiku untuk peduli padanya.

“Itu ‘kan tadi, biar adrenalinmu bertambah. Itu menguntungkanku juga. Ya, aku harus ngomong begitu dong. Kamu enak juga ‘kan tadi? Ya sudah, anggap saja impas. Kamu juga ‘kan yang datang sendiri padaku tanpa kuminta.”

Aku mengambil sebatang rokok dan meletakkannya di mulut. Korek kunyalakan untuk menikmati rokok itu.

“Pembohong kamu, Dan!”

“Amel! Aku ini pacarmu! Kenapa malah mengharapkan Zidan kayak gitu. Wanita b*doh! Ada yang serius dan menjagamu mati-matian malah memilih laki-laki br*ngs*k kayak dia!”

Henri menujukku dengan tatapan penuh amarah. Napasnya tidak beraturan seperti ingin memangsaku hidup-hidup.

“Kalian pergi saja dari sini. Kalau mau ribut, ribut di kamar kalian saja jangan di kamarku. Urusanku denganmu sudah selesai, Mel. Jangan datang lagi ke kamarku seenak hatimu. Aku malas harus ribut sama Henri lagi. Aku sudah memuaskanmu hari ini, jadi terima kasih dan pergilah.”

Tangan kukibaskan beberapa kali, itu bertujuan untuk mengusir mereka dari hadapanku. Aku sudah malas melihat drama yang masih saja berlanjut.

“Kamu lihat dia, Mel! Dia itu laki-laki br*ngs*k. Bisa-bisanya kamu mau melakukan hubungan kayak gitu sama dia. B*d*h kamu, Mel!” Henri tetap saja memaki pacarnya yang kini sudah berpakaian rapi.

“Aku sudah ngomong tadi ‘kan? Kalau mau berantem atau apalah itu, pergi ke kamar kalian saja. Di sini menggangguku. Paham! Silakan keluar. Pintu ada di depan kalian.”

“Zidan, kamu memang laki-laki br*ngs*k!” Amel mengatakannya seraya pergi dari kamarku.

“Mel! Kamu masih saja mengharapkan dia? Mel, tunggu!” ujar Henri. “Awas saja kamu, Dan. Sekali lagi kamu mendekati Amel, nggak akan kulepaskan begitu saja. Kamu akan habis olehku, Dan! Br*ngs*k!” umpatnya kepadaku.

“Sudah sana kejar pacar berhargamu itu. Aku sudah ngomong, bukan aku yang menggodanya. Dia sendiri yang datang menawarkan tubuh indahnya kepadaku. Mana mungkin aku menolak. Hahaha.”

Aku santai saja. Henri tidak akan berani melawanku mengingat badannya terlalu kecil dibanding dengan diriku. Dia hanya berani menggertak saja tetapi tidak berani bertindak secara nyata.

Ya, aku ini laki-laki berpawakan tinggi besar. Badan dan lenganku berotot karena aku suka berolahraga. Jika ada waktu luang, sering digunakan untuk pergi ke gym. Wajahku pun tampan bak artis Korea. Kulit putih dan bersih terawat. Hidungku mancung dan garis wajah yang hampir sempurna menambah pesona dalam diriku. Wanita tidak akan berkedip saat melihatku.

Aku jarang sekali menggoda seorang wanita. Mereka akan datang dengan sendirinya padaku. Menawarkan apa saja yang mereka punya. Tentunya aku tak akan menyia-nyiakannya begitu saja. Itu seperti rezeki bagiku. Tanpa dicari mereka datang dengan sendirinya.

“Br*ngs*k kamu, Dan,” umpatnya lagi. “Mel, tunggu Mel!” Henri pergi mengejar Amel.

“Hah! Akhirnya … drama ini usai juga. Lumayanlah hari ini, aku sedikit terhibur dengan permainan Amel. Hahaha. Wajah tampan memang sangat menguntungkan. Terima kasih orang tuaku. Hahaha.”

Kuhisab puntung rokok sambil duduk santai di tepian kasur. Aku menikmati asap rokok yang masuk ke mulutku. Setelahnya kuembuskan secara perlahan asap itu ke udara. Sungguh kenikmatan tak ada duanya setelah kenikmatan dari seorang wanita.

*** 

“Dan!”

Seseorang memanggil saat langkahku baru saja keluar dari kantor. Aku berjalan menuju ke tempat parkir. Namun, karena ada yang memanggil, aku pun menoleh mencari sumber suara itu.

“Eh, ngapain?” ucapku pada Nara, seseorang yang baru saja memanggilku.

“Hahaha, hebat kamu, Dan. Amel kena juga?” bisiknya.

“Tau dari mana? Haha. Dia yang datang padaku. Nggak mungkin aku tolak ‘kan?”

“Gila kamu memang, Dan. Siapa-siapa diembat. Salut, Bro! Hahaha ….”

“Aku ini tampan, siapa yang bisa menolak pesonaku. Hahaha. Kemarin Henri mengganggu saja. Tiba-tiba mendobrak pintu kamarku.”

“Wah, berani juga tuh orang. Lalu, ngapain? Apa berani melawanmu?”

“Mana mungkin. Bac*tnya saja yang gede. Tapi nyali ciut. Dia pergi mengejar Amel tuh.”

“Hahaha. Sudah kuduga. Mau nyicipin siapa lagi, Dan? Aku kira kamu dulu cupu kebangetan. Eh, baru setahun di sini sudah banyak yang dicoba. Gila.  Gila ….”

“Ya … aku sih dari dulu emang pengin hidup kayak gini, Ra. Tapi gimana lagi. Orang tuaku sangat ketat menjaga pergaulanku. Aku tersiksa luar bisa. Banyak cerita dari teman-teman, mereka sering begituan katanya nikmat banget, waktu itu aku cuma bisa ngiler bayangin yang nggak bisa kurasain sendiri. Bisanya gitu aja sama tangan. Payah. Untung aku dibolehin pergi kerja, itu saja harus merengek kayak bocah. Akhirnya aku bebas juga. Hahaha.”

Nara menggelangkan kepala saat mendengar ocehanku. Dulu aku memang tidak seperti sekarang ini. Aku berani melakukannya berkat seseorang. Dia mengajariku tentang kebebasan. Sepertinya hatiku pun terkunci untuknya. Aku sering menyatakan isi hatiku padanya. Namun, dia hanya diam dan menikmati hubungan yang tidak jelas ini denganku. Tetapi dia mau diapakan saja olehku, hubungan suami istri, itu sudah biasa. Dia pun membebaskanku untuk hidup sesuka hati. Mau bersenang-senang dengan siapa pun, dia tak mempermasalahkannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status