Share

Kado terindah

Penulis: Andika
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-07 08:52:29

"Ref, nanti sepulang sekolah, jangan langsung pulang dulu ya, ada yang mau aku berikan kepadamu," ucap Dimas kepada Refita saat pelajaran terakhir akan dimulai. Kini hubungan mereka sudah membaik kembali. Refita pun juga sudah membalas pesan dari Dimas tempo hari. Mereka sudah cukup akrab dan sering bersama di sekolah sebagai ketua dan sekretaris.

"Iya," Refita mengiyakan perkataan Dimas. Pastinya dilengkapi dengan senyum manisnya itu.

Pelajaran terakhir pun dimulai dengan Pak Abed sebagai guru matematika yang sangatlah jenaka dalam mengajar. Ia sangat sukai oleh murid-murid di kelas termasuk Dimas yang cukup menyukai pelajaran matematika.

"Baik anak-anak, pelajaran hari ini selesai," begitu ucap Pak Ubed saat jam menunjukkan hampir jam 1 siang. Ucapan itu juga menjadi ucapan yang ditunggu-tunggu oleh Dimas. Lantaran Dimas ingin memberikan sebuah kado terindah untuk Refita, wanita yang saat ini cukup dekat dengannya.

Seperti biasa, pelajaran diakhiri dengan doa dan ritual cium tangan antara murid dengan Pak Abed sebagai guru. Sesuai janji mereka, Dimas dan Refita pun tidak langsung pulang setelah mencium tangan Pak Abed. Dimas dan Refita duduk di kursi depan kelas yang biasa digunakan para siswa untuk duduk saat jam istirahat.

"Eh, kamu nggak papa kan pulang agak telat?" tanya Dimas sedikit berbasa-basi sebelum melanjutkan ke topik utama pembicaraan. Hembusan angin sepoi-sepoi pun ikut menghiasi perkataan Dimas yang kini sedikit lembut dan lirih.

"Nggak, nggak papa kok," jawab Refita dengan suara imut bak anak kecil usia balita yang baru bisa ngomong. Pipinya juga sedikit melembung dengan bibir menciut membentuk huruf O yang memberikan kesan chabi dan imut.

"Kamu tadi mau apa?" tanya Refita yang sepertinya lupa dengan apa yang dikatakan Dimas tadi. Refita sekarang mulai berani menatap Dimas meskipun tidak lama-lama. Meskipun sudah cukup dekat baik di W******p dan di kelas, Refita pun masih terkesan malu-malu.

"Oh iya, aku mau ngasih kamu sesuatu, sebentar ya," ucap Dimas yang teringat akan ucapannya tadi. Dimas pun bergegas melepas tas punggungnya. Meletakkan tas punggungnya itu ke pangkuannya. Membuka tas tersebut dan mengeluarkan sebuah bingkisan berbentuk kotak tipis.

"Ini, buat kamu, kado terindah dariku, eaa," kata Dimas dengan percaya diri sembari memberikan bingkisan yang dibungkus dengan kertas kado berwarna putih itu. Dimas berharap bahwa kado itu bisa memberikan kebahagiaan kepada Refita dan semakin mendekatkan hubungan mereka.

"Oh, iya, trimakasih ya, tapi aku kan nggak ulang tahun?" Refita menerima kado tersebut dengan sedikit ragu dan kikuk. Refita bingung dengan tingkah Dimas kepadanya. Nggak ada angin, nggak ada hujan Dimas tiba-tiba ngasih kado ke dia. Refita juga sedang tidak berulang tahun dan hari ini pun juga bukan hari valentine.

"Nggak papa, aku cuman mau ngasih kado buat kamu, ini sebagai bentuk trimakasihku karena wajahmu, aku bisa jadi yang terbaik di pameran kemarin," jawab Dimas dengan cukup panjang lebar. Kini dia juga sedikit memberikan gombalan ke Refita. Kata-katanya begitu halus dengan mata yang terlihat begitu tulus.

"Ah, kamu bisa aja, ya yang bikin kamu jadi yang terbaik ya kamu sendirilah dim, cuma kebetulan kamu ngelukis wajahku, coba kamu ngelukis wajahnya Amanda Rawles, malah jauh lebih bagus pastinya," begitu ucap Refita yang mengelak gombalan Dimas dengan berusaha merendah dan membandingkan dirinya dengan aktris favoritnya itu.

"Halah, ya nggak lah, senyum dekikmi itu loh yang bikin lukisanku indah, wanita lain mana bisa begitu," ucap Dimas yang masih saja menggombali Refita.

"Nggak mau kamu buka itu kadonya?" tanya Dimas setelah melihat kadonya hanya dipegang saja oleh Refita. Dimas ingin melihat reaksi Refita saat melihat kado yang diberikan olehnya. Sebuah kado yang akan menjadi kado terindah bagi Refita di akhir September ini.

"Hm, mau aku buka di rumah aja deh, biar surprise gitu," goda Refita yang seakan tahu isi hati Dimas. Refita tahu jika sebenarnya Dimas ingin ia membuka kadonya sekarang, tepat di hadapannya. Namun, Refita mencoba menggodanya agar Dimas sedikit kesal.

"Nggak papa, buka aja sekarang, kadonya juga nggak surprise surprise banget kok," paksa Dimas kepada Refita. Kini nada suaranya sedikit naik dan suaranya nggak sehalus yang tadi, sedikit keras. Untung anginnya tetap sepoi-sepoi, nggak jadi badai.

"Iya iya, aku buka, btw, trimakasih banget loh," ucap Refita yang sekarang sudah siap untuk membuka kadonya. Ia mulai merobek bungkus kado berwarna putih dengan motif gambar boneka kecil-kecil itu. Wajah Refita nampak penasaran saat mulai membuka isi kado tersebut. Matanya mulai melebar, dan mencoba melirik ke dalam isi kado lewat celah sempit yang ia buat tadi.

"Wow," begitu ucap Refita yang sangat takjub dibuatnya. Dia melihat lukisan Dimas yang kedua kalinya.

"Itu replika dari lukisanku kemarin, cuman itu aku buat lebih kecil agar kamu bisa memajangnya di kamar," begitu jelas Dimas. Dimas dengan sengaja melukis kembali wajah Refita. Lukisannya benar-benar persis seperti apa yang ia buat saat pameran. Hanya saja lukisan ini berukuran lebih kecil, kira-kira seukuran buku tulis yang isi 38 lembar itu.

"Wah, bagus Dim, makasih ya Dim," ucap Refita yang begitu bahagia. Dia sontak memeluk Dimas dengan penuh kegirangan. Dimas pun kaget dibuatnya, lantaran mereka pun jarang bersentuhan, pegangan tangan aja nggak pernah, eh tiba-tiba Refita memeluknya dengan begitu hangat.

"Eh maaf Dim," kata Refita dengan langsung melepaskan pelukannya. Mereka langsung kikuk seketika. Refita menunduk malu seperti bersalah telah memeluk Dimas. Sepertinya dia terlalu bahagia dan tidak bisa mengontrol kesenangannya, sehingga ia pun tak sengaja memeluk Dimas.

"Nggak papa kok Ref, meluknya lama juga nggak papa," goda Dimas meskipun ia tahu Refita nggak akan meluk Dimas lagi.

"Tapi makasih ya Dim, aku juga mau pulang ini, udah dijemput soalnya," Refita yang terlanjur malu pun langsung bergegas untuk pulang. Ia memasukkan lukisan wajahnya ke dalam tas nya dan langsung beranjak pulang.

"Eh bukannya kamu naik angkot ya?" tanya Dimas dengan sedikit berteriak karena Refita sudah berjalan cukup jauh meninggalkannya.

"Oh iya, sudah dijemput sopir angkot maksudnya," kata Refita dengan menghentikan langkahnya, menoleh ke belakang ke arah Dimas, dan sedikit berteriak menjawab pertanyaan Dimas.

Pertemuan mereka pun berakhir dengan memberikan kesan yang sangat indah. Dimas sangat puas bisa melihat kebahagiaan Refita saat menerima kado yang dibuatnya. Selain itu, Dimas pun bisa merasakan pelukan hangat sang wanita pujaannya itu. Yang ini benar-benar diluar ekspektasi Dimas.

Dimas pun pulang dengan sangat ceria, bernyanyi di sepanjang langkah kakinya dan selalu mengingat momen Refita yang memeluknya. Sepertinya tidak hanya Refita yang menerima kado terindah berupa lukisan yang dibuat oleh Dimas. Namun, Dimas juga menerima kado terindah berupa pelukan hangat oleh Refita yang manis.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Cinta yang hilang   Obrolan dengan Mita

    "Pagi kak," ucap Mita kepada Dimas saat baru datang di ruko Dimas. Mita melambaikan tangannya tanda sapaannya kepada Dimas dengan wajah tersenyum ramah. Kini Mita sudah bukanlah gadis cuek dengan muka datar yang selama ini Dimas kenal. Mita sudah menjadi gadis ceria dengan muka yang ekspresif. Entah apa yang sudah terjadi dengan Mita, tapi Dimas tetap mencoba bersikap biasa saja. "Pagi Mita, sini, duduk," Dimas pun menjawab salam Mita dengan ramah. Ia memberikan sebuah kursi supaya Mita dapat duduk disitu. "Paman yang kemarin belum kesini?" tanya Mita. Ia kembali menanyakan Rusli yang memang sampai sekarang belum juga datang. Kini Mita pun jauh lebih asik untuk mengobrol dengan sedikit berbasa-basi. "Belum Mit, sudah tiga hari ini paman nggak kesini," jawab Dimas. Raut mukanya pun sedih dan kepalanya tertunduk lesu. Sepertinya Dimas sudah merasa rindu kepada Rusli dan ingin segera bertemu dengan Rusli. Sikap Mita yang tidak cuek lagi itu pun membuat Dimas mau

  • Cinta yang hilang   Kesepian

    "Siang," sapa Mita kepada Dimas yang sedang melamun. Mita melambaikan tangannya tepat di hadapan Dimas yang pandangannya sangat kosong. Mita pun memberikan sedikit senyuman manis kepada Dimas. "Eh, siang, mau ambil lukisan ya?" ucap Dimas kaget. Ia pun terbangun dari lamunan panjangnya. Dimas pun sedikit kaget dengan Mita yang tak biasanya memberikan senyum tepat di depannya. "Iya," jawab Mita singkat. Dimas pun segera mengambil lukisan milik Mita yang sudah dibungkus dengan bingkisan yang menarik. Ide membungkus lukisan pesanan ini merupakan ide dari Rusli agar pelayanan Dimas terlihat lebih menarik. "Paman pelukis yang kemarin mana ya?" tanya Mita kepada Dimas. Dimas kali ini benar-benar heran kepada Mita. Tumben sekali Mita mau berbasa-basi menanyakan hal yang berada diluar tujuan utamanya, yaitu mengambil lukisan. "Eh, sudah dua hari paman Rusli tidak kesini," jawab Dimas. Sebenarnya sedari tadi Dimas melamunkan Rusli yang tak kunjung datang. Bias

  • Cinta yang hilang   Kemampuan Melukis Rusli

    "Aku tidak menyangka, paman bisa melukis," ucap Dimas kepada pamannya. Kini Rusli sedang melukis di rukonya, tempat Dimas biasa melukis. Rusli sebenarnya sudah tidak ingin melukis lagi, tapi kini dirinya harus menuruti permintaan Dimas yang memaksanya untuk melukis. "Ah, paman ya cuman bisa melukis, nggak jago," begitulah jawab Rusli merendah. Dimas pun hanya tersenyum karena memang Rusli bukanlah pelukis biasa. Bahkan lukisan yang Rusli buat saat ini pun benar-benar indah di mata Dimas. Sebuah lukisan yang menggambarkan suasana luar angkasa yang begitu menakjubkan dengan beebagai bintang yang tersebar di sana. "Oh iya, kemarin gadis itu tidak jadi datang ya?, Kapan dia mau kesini?" lagi lagi Rusli menanyakan tentang Mita kepada Dimas. Semenjak ketidakdatangan Mita di acara pameran itu, Rusli selalu menanyakan kapan Mita akan ke rukonya. Rusli seperti tak sabar ingin melihat bagaimana sosok gadis yang berani membayar mahal lukisan Dimas itu. "Eh, gak tau juga

  • Cinta yang hilang   Pameran

    "ini adalah karya paling berkesan bagi saya, lukisan wajah seseorang yang sangat saya cintai," terang Dimas kepada orang-orang yang melihat lukisannya. Kini Dimas dengan gagah memamerkan semua lukisannya. Tangannya menunjuk lukisan wajah Refita itu sebagai lukisan yang paling berkesan baginya. "Yang ini bagus ya kak," ucap salah seorang anak muda. Ia sepertinya sangat menyukai sebuah seni, khususnya seni rupa. Pengamatannya begitu detail, matanya berkeliaran menyusuri setiap aksen yang ada pada ruangan tersebut, hingga ia menemukan satu lukisan yang sangat hidup baginya. Lukisan tentang sebuah kelas yang diisi oleh banyak siswa yang sedang melakukan kegiatannya masing-masing. Itu adalah lukisan Dimas yang menggambarkan suasana kelasnya dulu. "Iya kak, itu adalah suasana kelas saya dulu, ketika saya masih SMA," begitu terang Dimas. Ia memang benar-benar melukisnya dengan nyata. Setiap wajah yang tergambar memiliki detail yang sangat bagus, dari lekuk tubuh, rambut hin

  • Cinta yang hilang   Harga yang Terlalu Mahal

    "Pagi Dim," sapa Rusli yang baru saja datang ke ruko tersebut. Tangannya menenteng sebuah kresek berisi nasi kotak. Seperti biasa Rusli selalu datang ke ruko itu setiap pagi dengan membawakan sarapan untuk Dimas. "Pagi paman," jawab Dimas tersenyum kepada Rusli. Dirinya tengah sibuk mengerjakan lukisan pesanan Mita yang akan diambil hari ini juga. Ternyata tidaklah mudah jika harus menggunakan background pantai yang sebelumnya memang tidak pernah dilakukan Dimas. "Ada pesanan?" tanya Rusli kepada Dimas sembari tangannya meletakkan nasi kotak tersebut ke meja yang berada di tepi ruangan ruko. "Iya paman," jawab Dimas singkat karena ia begitu fokus dengan lukisannya. Dia masih mengerjakan detail-detail lukisannya seperti batu karang ataupun manusia yang sedang bermain selancar. Apalagi dia juga harus dikejar waktu. "Eh, kamu nggak mau ikut pameran lukisan di graha?" lagi kata Rusli sembari ia menyodorkan sebuah selebaran kepada Dimas. "Apa

  • Cinta yang hilang   Gadis Cantik yang Menyebalkan

    "Halo, ini dengan Kakak Dimas?" sebuah suara yang keluar dari telepon Dimas setelah Dimas menjawab panggilan dari nomor tidak dikenal tersebut. Dimas yang semula melukis pun menghentikan kegiatan melukisnya dan meladeni telepon itu. "Iya, saya Dimas, ini dengan siapa ya?" Balas Dimas sopan dengan nada suara yang merendah. Bisa jadi itu adalah orang yang akan memesan jasa lukisannya. "Kakak dimana? Sudah tidak melukis lagi ya?" ucap orang dalam telepon itu yang sepertinya seorang gadis muda jika didengar dari suaranya. Gadis tersebut pun langsung menanyakan keberadaan Dimas tanpa sedikit basa basi. Bahkan pertanyaan tentang siapa dirinya tidak dihiraukannya. "Oh iya kak, saya sekarang masih tetap melukis kok, hanya saja sudah tidak di jalanan lagi, kalau kakak mau kesini, nanti saya kirim i alamat baru saya ya kak?" Begitulah ucap Dimas halus dengan menjelaskan kejadian sebenarnya. Dia pun tidak memikirkan siapa gadis dibalik suara itu. Nanti jika bertemu Dima

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status