Share

Kado terindah

"Ref, nanti sepulang sekolah, jangan langsung pulang dulu ya, ada yang mau aku berikan kepadamu," ucap Dimas kepada Refita saat pelajaran terakhir akan dimulai. Kini hubungan mereka sudah membaik kembali. Refita pun juga sudah membalas pesan dari Dimas tempo hari. Mereka sudah cukup akrab dan sering bersama di sekolah sebagai ketua dan sekretaris.

"Iya," Refita mengiyakan perkataan Dimas. Pastinya dilengkapi dengan senyum manisnya itu.

Pelajaran terakhir pun dimulai dengan Pak Abed sebagai guru matematika yang sangatlah jenaka dalam mengajar. Ia sangat sukai oleh murid-murid di kelas termasuk Dimas yang cukup menyukai pelajaran matematika.

"Baik anak-anak, pelajaran hari ini selesai," begitu ucap Pak Ubed saat jam menunjukkan hampir jam 1 siang. Ucapan itu juga menjadi ucapan yang ditunggu-tunggu oleh Dimas. Lantaran Dimas ingin memberikan sebuah kado terindah untuk Refita, wanita yang saat ini cukup dekat dengannya.

Seperti biasa, pelajaran diakhiri dengan doa dan ritual cium tangan antara murid dengan Pak Abed sebagai guru. Sesuai janji mereka, Dimas dan Refita pun tidak langsung pulang setelah mencium tangan Pak Abed. Dimas dan Refita duduk di kursi depan kelas yang biasa digunakan para siswa untuk duduk saat jam istirahat.

"Eh, kamu nggak papa kan pulang agak telat?" tanya Dimas sedikit berbasa-basi sebelum melanjutkan ke topik utama pembicaraan. Hembusan angin sepoi-sepoi pun ikut menghiasi perkataan Dimas yang kini sedikit lembut dan lirih.

"Nggak, nggak papa kok," jawab Refita dengan suara imut bak anak kecil usia balita yang baru bisa ngomong. Pipinya juga sedikit melembung dengan bibir menciut membentuk huruf O yang memberikan kesan chabi dan imut.

"Kamu tadi mau apa?" tanya Refita yang sepertinya lupa dengan apa yang dikatakan Dimas tadi. Refita sekarang mulai berani menatap Dimas meskipun tidak lama-lama. Meskipun sudah cukup dekat baik di W******p dan di kelas, Refita pun masih terkesan malu-malu.

"Oh iya, aku mau ngasih kamu sesuatu, sebentar ya," ucap Dimas yang teringat akan ucapannya tadi. Dimas pun bergegas melepas tas punggungnya. Meletakkan tas punggungnya itu ke pangkuannya. Membuka tas tersebut dan mengeluarkan sebuah bingkisan berbentuk kotak tipis.

"Ini, buat kamu, kado terindah dariku, eaa," kata Dimas dengan percaya diri sembari memberikan bingkisan yang dibungkus dengan kertas kado berwarna putih itu. Dimas berharap bahwa kado itu bisa memberikan kebahagiaan kepada Refita dan semakin mendekatkan hubungan mereka.

"Oh, iya, trimakasih ya, tapi aku kan nggak ulang tahun?" Refita menerima kado tersebut dengan sedikit ragu dan kikuk. Refita bingung dengan tingkah Dimas kepadanya. Nggak ada angin, nggak ada hujan Dimas tiba-tiba ngasih kado ke dia. Refita juga sedang tidak berulang tahun dan hari ini pun juga bukan hari valentine.

"Nggak papa, aku cuman mau ngasih kado buat kamu, ini sebagai bentuk trimakasihku karena wajahmu, aku bisa jadi yang terbaik di pameran kemarin," jawab Dimas dengan cukup panjang lebar. Kini dia juga sedikit memberikan gombalan ke Refita. Kata-katanya begitu halus dengan mata yang terlihat begitu tulus.

"Ah, kamu bisa aja, ya yang bikin kamu jadi yang terbaik ya kamu sendirilah dim, cuma kebetulan kamu ngelukis wajahku, coba kamu ngelukis wajahnya Amanda Rawles, malah jauh lebih bagus pastinya," begitu ucap Refita yang mengelak gombalan Dimas dengan berusaha merendah dan membandingkan dirinya dengan aktris favoritnya itu.

"Halah, ya nggak lah, senyum dekikmi itu loh yang bikin lukisanku indah, wanita lain mana bisa begitu," ucap Dimas yang masih saja menggombali Refita.

"Nggak mau kamu buka itu kadonya?" tanya Dimas setelah melihat kadonya hanya dipegang saja oleh Refita. Dimas ingin melihat reaksi Refita saat melihat kado yang diberikan olehnya. Sebuah kado yang akan menjadi kado terindah bagi Refita di akhir September ini.

"Hm, mau aku buka di rumah aja deh, biar surprise gitu," goda Refita yang seakan tahu isi hati Dimas. Refita tahu jika sebenarnya Dimas ingin ia membuka kadonya sekarang, tepat di hadapannya. Namun, Refita mencoba menggodanya agar Dimas sedikit kesal.

"Nggak papa, buka aja sekarang, kadonya juga nggak surprise surprise banget kok," paksa Dimas kepada Refita. Kini nada suaranya sedikit naik dan suaranya nggak sehalus yang tadi, sedikit keras. Untung anginnya tetap sepoi-sepoi, nggak jadi badai.

"Iya iya, aku buka, btw, trimakasih banget loh," ucap Refita yang sekarang sudah siap untuk membuka kadonya. Ia mulai merobek bungkus kado berwarna putih dengan motif gambar boneka kecil-kecil itu. Wajah Refita nampak penasaran saat mulai membuka isi kado tersebut. Matanya mulai melebar, dan mencoba melirik ke dalam isi kado lewat celah sempit yang ia buat tadi.

"Wow," begitu ucap Refita yang sangat takjub dibuatnya. Dia melihat lukisan Dimas yang kedua kalinya.

"Itu replika dari lukisanku kemarin, cuman itu aku buat lebih kecil agar kamu bisa memajangnya di kamar," begitu jelas Dimas. Dimas dengan sengaja melukis kembali wajah Refita. Lukisannya benar-benar persis seperti apa yang ia buat saat pameran. Hanya saja lukisan ini berukuran lebih kecil, kira-kira seukuran buku tulis yang isi 38 lembar itu.

"Wah, bagus Dim, makasih ya Dim," ucap Refita yang begitu bahagia. Dia sontak memeluk Dimas dengan penuh kegirangan. Dimas pun kaget dibuatnya, lantaran mereka pun jarang bersentuhan, pegangan tangan aja nggak pernah, eh tiba-tiba Refita memeluknya dengan begitu hangat.

"Eh maaf Dim," kata Refita dengan langsung melepaskan pelukannya. Mereka langsung kikuk seketika. Refita menunduk malu seperti bersalah telah memeluk Dimas. Sepertinya dia terlalu bahagia dan tidak bisa mengontrol kesenangannya, sehingga ia pun tak sengaja memeluk Dimas.

"Nggak papa kok Ref, meluknya lama juga nggak papa," goda Dimas meskipun ia tahu Refita nggak akan meluk Dimas lagi.

"Tapi makasih ya Dim, aku juga mau pulang ini, udah dijemput soalnya," Refita yang terlanjur malu pun langsung bergegas untuk pulang. Ia memasukkan lukisan wajahnya ke dalam tas nya dan langsung beranjak pulang.

"Eh bukannya kamu naik angkot ya?" tanya Dimas dengan sedikit berteriak karena Refita sudah berjalan cukup jauh meninggalkannya.

"Oh iya, sudah dijemput sopir angkot maksudnya," kata Refita dengan menghentikan langkahnya, menoleh ke belakang ke arah Dimas, dan sedikit berteriak menjawab pertanyaan Dimas.

Pertemuan mereka pun berakhir dengan memberikan kesan yang sangat indah. Dimas sangat puas bisa melihat kebahagiaan Refita saat menerima kado yang dibuatnya. Selain itu, Dimas pun bisa merasakan pelukan hangat sang wanita pujaannya itu. Yang ini benar-benar diluar ekspektasi Dimas.

Dimas pun pulang dengan sangat ceria, bernyanyi di sepanjang langkah kakinya dan selalu mengingat momen Refita yang memeluknya. Sepertinya tidak hanya Refita yang menerima kado terindah berupa lukisan yang dibuat oleh Dimas. Namun, Dimas juga menerima kado terindah berupa pelukan hangat oleh Refita yang manis.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status