Share

Pameran Seni

"Bagaimana teman-teman, sudah bawa karyanya masing-masing kan?" tanya Dimas yang sekarang sedang di depan kelas dengan lagaknya sebagai ketua kelas. Semua murid X MIPA 7 sudah mempersiapkan karya terbaiknya untuk dipamerkan termasuk Dimas. Dirinya membawa sebuah lukisan yang masih ditutup oleh kain putih sehingga tidak ada yang tahu apa yang ditulisnya.

"Sudah Dim, eh kamu ngelukis apa itu dim?" tanya Roni yang sudah sangat penasaran dengan lukisan Dimas. Pasalnya ia yang sering ke rumah Dimas saja tidak pernah diberitahu perihal lukisan tersebut. Lukisan itu selalu disembunyikan Dimas ketika Roni datang ke rumahnya. Dan kali ini pun juga masih di rahasiakan, padahal pameran sudah sebantar lagi.

"Oke, sekarang kita punya waktu satu jam untuk mendesain ruang kelas kita agar menarik sebagai ajang pameran seni nantinya," ucap Dimas sambil membawa kain batik yang besar. Ia ingin menutupi sekeliling dinding kelasnya dengan kain batik yang didominasi dengan warna hitam dan kuning keemasan itu.

Semua siswa pun bergotongroyong mendesain ruang kelasnya itu. Dari memasang kain batik di sekeliling dinding, memindahkan meja dan kursi, hingga menata karya-karya terbaik mereka untuk dipamerkan.

Berbeda dengan teman-temannya yang meletakkan karya seninya di dalam kelas, Dimas malah meletakkan lukisannya di luar kelasnya. Tepat di samping depan pintu kelasnya, sehingga semua orang yang akan masuk ke kelas X MIPA 7 akan melihat lukisan Dimas itu.

"Lukisanku akan menjadi lukisan selamat datang untuk para tamu yang akan mengunjungi kelas kita," begitu ucap Dimas bak seniman profesional kepada Roni yang selalu mengikuti Dimas dan sangat penasaran dengan lukisan Dimas itu. Roni tak sabar ingin melihat betapa indahnya lukisan karya Dimas itu.

Ya, Roni memang sudah mengetahui bahwa Dimas sangatlah pandai dalam menggambar. Roni sudah melihat gambar-gambar yang dibuat Dimas di buku gambar milik Dimas. Semua gambar itu terlalu indah bagi Roni dan ia tidak mungkin bisa membuat gambar seindah itu. 

"Ayolah buka," paksa Roni kepada Dimas. Kali ini Roni yang memiliki wajah oval dengan kulit coklat dan hidung besarnya itu memasang wajah memelas kepada Dimas. Tangannya mencoba memegang pundak Dimas, menepuk bahunya dengan pelan.

"Iya iya, ini mau aku buka," ucap Dimas sedikit mengeraskan suaranya. Sontak semua murid mendekat ke Dimas. Ternyata semua teman-teman Dimas penasaran dengan lukisan Dimas termasuk Refita sekalipun. Dimas pun melihat Refita juga antusias ingin melihat lukisannya dan akhirnya memutuskan untuk membuka kain putih tersebut.

"Oke, halo teman-teman sekalian, pameran seni kelas X MIPA 7 resmi dibuka," Dimas berteriak dengan sangat keras. Berharap tidak hanya teman kelasnya yang mendengar, namun seisi sekolah mendengar suaranya. Dimas pun membuka lukisannya sebagai tanda bahwa pameran seni kelas X MIPA 7 sudah dimulai. 

"Haaaaaah," semua tercengang dibuatnya. Pasalnya mereka melihat lukisan yang sangatlah indah. Apalagi lukisan itu ialah lukisan wajah Refita yang sangatlah manis. Wajahnya tersenyum dengan dekik di pipinya. Mata merona, dan pipi chabinya pun tergambarkan begitu natural. Kerudung yang dilengkapi dengan broos berbentuk bunga mawar memberikan bingkai yang indah pada wajah Refita itu. Tidak lupa ia menambahkan kacamata bulat Refita yang serasi dengan wajahnya yang juga bulat. Sebuah lukisan sang maestro yang benar-benar sempurna di mata teman-temannya.

Dimas sekarang tersenyum begitu percaya diri. Lagaknya gagah bak seorang pangeran yang ingin melamar kekasihnya. Ia melihat Refita yang tampak tersenyum bahagia dan sedikit malu-malu.

"Ciee, ini loh pak ketua melukis wajahmu Ref," kata Roni diikuti dengan teman-temannya yang juga berteriak "Cieee,". Kini semua murid kini mengalihkan pandangannya kepada Refita dan ia nampak malu harus menjadi pusat perhatian teman-temannya.

"Sudah sudah, ayo semua kembali pada posisinya masing-masing, tamunya sudah mulai datang, segera berada di samping karya seninya masing-masing ya," Dimas mencoba menyelamatkan Refita yang kini sedang dipandangi teman-temannya. Dimas tahu jika Refita sangat pemalu dan tidak ingin menjadi pusat perhatian. Berbeda dengan dirinya yang memang terbiasa menjadi pusat perhatian.

Semua murid pun bergegas ke posisinya masing-masing. Berdiri di samping karya seninya masing-masing. Dimas pun bak seorang pahlawan yang telah menyelamatkan Refita dari serangan rasa malu.

"Terimakasih ya," ucap Refita dengan sedikit malu dan senyum manis sebelum ia memasuki kelas meninggalkan Dimas. Dimas pun merasa bahagia dengan Refita yang sudah tidak ketus lagi kepada Dimas. Sepertinya rencana Dimas kali ini berhasil. Ia berhasil memberikan hadiah terbaik untuk wanita pujaannya itu.

"Iya," jawab Dimas sopan dengan memasang wajah senyum semringah kepada Refita.

"Eh dim, aku mau berdiri dimana ini," tiba-tiba Roni menyela. Ia bingung akan berdiri di posisi mana. Lantaran Roni membuat lampion dari stick es krim, dimana lampion tersebut diletakkan di atap juga sebagai penerang kelas itu.

"Oh iya ya, ya udah, kamu di luar aja sama aku, nemenin aku sambil nyambutin tamu-tamu undangan nantinya," Dimas pun memberikan buku daftar hadir tamu kepada Roni. Kini Dimas pun dapat bernafas lega karena ia tidak harus menyambut tamu-tamunya dan dapat fokus mempresentasikan lukisannya itu. Roni pun kini harus menjadi penerima tamu dengan tugas utama meminta tamu untuk mengisi daftar tamu undangan yang diberikan Dimas ke Roni tadi.

"Wah, lukisannya bagus sekali, ini wajah Refita ya, cantik sekali, lain kali lukis wajah ibu dong," kata Bu Sandra sambil merasakan tangannya ke lukisan Dimas itu. Bu Sandra memuji karya milik Dimas yang sangat indah itu. Bahkan ia menggoda agar Dimas bisa melukis wajahnya di lain kesempatan.

"Iya Bu, tapi kalo yang wajah ibu berbayar ya Bu," Dimas balik menggoda Bu Sandra. Kini Dimas memberikan embel-embel bayaran jika harus melukis wajah Bu Sandra. Ya, itu hanya sedikit guyonan yang dibuat Dimas. Tapi jika Bu Sandra mengiyakan ya lumayan juga sih.

"Kamu bisa aja Dim, ya udah tak lihat yang lain dulu ya," ucap Bu Sandra sambil berjalan memasuki kelas. Sebagai wali kelas wajar jika Bu Sandra merupakan pengunjung pertama waktu itu. Guru-guru yang lain pun menyusul setelah Bu Sandra selesai melihat pameran itu. Selanjutnya disusul oleh beberapa siswa dari kelas sebelah juga. Secara bergantian pun, murid-murid X MIPA 7 juga mengunjungi kelas lain untuk melihat karya-karya yang lain.

"Tidak ada yang bikin lukisan sebagus Dimas ya," ucap Cherry kepada Refita. Cherry merupakan teman dekat Refita yang selalu bersama dirinya sepanjang mereka mengelilingi kelas melihat pameran seni di sekolahnya. Refita hanya tertunduk malu dan sedikit mengangguk mengiyakan ucapan Cherry. Dia juga mencubit lengan Cherry mengisyaratkan untuk tidak membahas Dimas lagi.

"Kamu nggak keliling Dim?" tanya Roni ke Dimas. Mereka berdua sedang berada di depan kelas sedangkan seisi kelas sudah kosong karena semua teman-temannya sedang berkeliling melihat pameran di kelas-kelas lain.

"Nggak," jawab Dimas singkat. Dirinya sedang duduk di samping lukisannya dan tersenyum bahagia nampak seperti sedang menikmati hidup. Mungkin akan tambah lebih nikmat jika ditambah secangkir kopi yah.

Singkat cerita pameran seni pun berakhir. Lukisan milik Dimas berhasil menjadi karya terbaik di sekolahnya dan berhasil membawa kelasnya sebagai juara 3 lomba pameran kelas di sekolahnya. Dimas dan teman-teman kelasnya pun nampak bangga dan bahagia atas hasil yang mereka raih hari ini.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status