"Sudah rapi banget, malem malem gini mau kemana?" tanya Sonya pada Dimas yang dandannya tampak rapi dengan kemeja panjang berwarna biru yang memiliki motif kotak kotak dan celana jeans warna biru lengkap dengan sepatu sneaker yang juga berwarna biru. Dimas nampak tampan sekali dengan rambut klimis yang sedikit diolesi Pomade.
"Mau kerja kelompok Bu," jawab Dimas kepada ibunya sambil mengenakan tas punggungnya. Dimas mencoba mengeles kepada ibunya, tak memberitahukan apa yang sebenarnya ingin dilakukan oleh Dimas.
"Nggak papa kan Bu kali kerja kelompoknya malem malem begini?" tanya Dimas mencoba meminta ijin kepada Sonya. Sonya yang sedang menonton televisi dan mengistirahatkan tubuhnya di kursi Sofanya waktu itu pun mulai berdiri dan menghampiri Dimas yang sedang berdiri di samping sofa depan tv itu.
"Iya boleh kok, tapi kalo bisa pulangnya di bawah jam 10 malam ya, kalo ngerjain tugasnya jangan lama-lama, jangan sambil ghibah, gak selesai-selesai nanti," Sonya pun mengijinkan Dimas untuk kerja kelompok. Ya, Sonya nggak mau ambil ribet untuk ngelarang-ngelarang Dimas. Dimas juga anak cowok yang sudah bisa jaga dirinya sendiri kalo keluar jam 7 an segini. Tapi pesan dari Sonya nampak tahu bagaimana seluk beluk kerja kelompok itu.
Sonya pun pernah muda dan pernah kerja kelompok untuk nyelesaiin tugas sekolahnya. Ia benar-benar tahu kalo sebenarnya ngerjakan tugas kelompok itu nggak lama. Cuman ya gitu, tugas kelompok itu lamanya ya di ngobrol, ghibah, atau beli jajan dulu untuk dimakan bareng-bareng.
"Iya Bu, makasih ya Bu, Dimas kan anak pinter, pasti bakal cepet nanti ngerjakannya Bu," begitu ucap Dimas mencoba meyakinkan Sonya. Dimas pun berpamitan kepada ibunya, ia mencium tangan ibunya dan pergi meninggalkan rumah dengan motor matic miliknya.
***
"Hai Refita, sudah nunggu lama ya? Maaf loh ya kalo aku telat," ucap Dimas yang baru saja sampai di sebuah kafe kekinian dan sudah ada Refita duduk di salah satu meja disana, tepatnya di meja nomer 7. Dimas pun juga langsung duduk dan mencoba meminta maaf kepada Refita karena dia datang tidak sesuai janji, yaitu sedikit melewati jam 7 malam.
"Nggak papa kok, aku juga baru sebentar sampai sini, ini aja aku belum pesen," ucap Refita yang sekarang tampil modis dengan kerudung pink-nya ia pun menggunakan dress berwarna pink yang memberikan kesan anggun pada Refita. Kini mereka berdua nampak seperti dua orang remaja yang sama-sama memiliki penampilan yang keren bahkan sudah hampir menyamai penampilan Bu Sandra.
"Oh iya, kamu mau pesen apa?" Dimas mengambil menu yang sedari tadi sudah di meja, ia melihat daftar makanan dan minuman disitu.
"Kali ini aku traktir ya, udah kamu tinggal pesen aja, nanti aku yang bayar," lanjut Dimas setelah melihat harga-harga menu disitu yang masih dalam jangkauan uang di dompetnya.
"Nggak usah, bayar sendiri-sendiri aja," sanggah Refita yang mencoba menolak tawaran Dimas. Refita merasa tidak enak jika dia harus ditraktir oleh Dimas. Mereka juga hanya teman dekat dan tidak memiliki hubungan khusus lainnya. Jadi nggak usah lah pake acara traktiran traktiran segala. Toh Dimas juga nggak ulang tahun hari ini.
"Udah, nggak papa," Dimas mencoba menaikkan nada suaranya, mencoba meyakinkan Refita. Ia memegang tangan Refita yang sedang tergeletak di meja. Tatapan Dimas pun cukup tajam melihat mata Refita yang dilindungi kacamata itu.
"Hm, iya iya," Refita pun mengiyakan tawaran Dimas. Dia sedikit tersenyum dan menunduk malu. Selalu saja, dikit-dikit senyum, dikit-dikit menunduk. Dasar Refita si pemalu.
Singkat cerita mereka pun memesan minuman kepada pelayan di kafe tersebut. Refita memesan makanan dan minuman yang sama dengan Dimas. Apa yang dipilih oleh Dimas, itulah yang dipilih oleh Refita. Alhasil mereka berdua memlih pesanan yakni nasi goreng India dengan minuman lemon tea.
"Ishh, kamu mesennya tiru-tiru aku," kata Dimas setelah memberikan daftar minumannya ke pelayan kafe itu. Kafe itu tampak begitu klasik dengan konsep kafe vintage, dimana kursi dan mejanya terbuat dari kayu yang dipoles halus sehingga terlihat mengkilap dilengkapi lampu berwarna kuning sehingga cahaya yang dikeluarkan nampak remang-remang.
"Kan kamu calon imanku, jadi aku harus mencontoh kamu lah," jawab Refita sedikit menggombal kepada kepada Dimas. Sontak Dimas pun tersenyum lebar dengan sedikit ketawa.
"Bisa aja kamu," ucap Dimas memberikan reaksi terhadap gombalan Refita. Yah, ini adalah pertama kali mereka bertemu di kafe. Mungkin ini yang disebut dengan kencan dimana dua orang duduk saling berhadapan tanpa ada seorang pun yang mengganggu. Terkecuali pelayan kafe.
"Permisi, ini makanan dan minumannya mas," ucap pelayan kafe, satu-satunya pengganggu untuk kencan mereka. Tapi, tanpa pelayan ya mereka nggak bisa makan dong. Pelayan itu pun meletakkan nasi goreng India dan lemon tea itu ke atas meja dengan sangat sopan.
"Terimakasih ya," ucap Dimas kepada pelayan itu setelah makanan dan minuman pesanannya telah tersaji di mejanya itu.
"Makan Ref," ajak Dimas yang sudah terlebih dahulu memasukkan sesuap nasi ke mulutnya. Refita pun mengangguk dan mulai makan nasi goreng India yang nggak ada India indianya itu. Mereka pun makan tanpa sepatah kata yang terucap kembali. Mereka hanya saling berpandangan, memanjakan mata mereka yang kini sedang banyak mendapatkan vitamin A. Bukan dari nasi goreng India itu, tapi dari muka rupawan dengan penampilan mereka yang keren dan sangatlah menawan.
"Hmm, nggak mau nambah lagi Ref?" tanya Dimas setelah menghabiskan nasi gorengnya. Padahal Refita waktu itu belum menghabiskan makanannya, bahkan masih habis setengah. Eh, udah ditanyain mau nambah lagi. Habis satu piring aja boro-boro, kok masih mau nambah satu piring lagi.
"Hmm, nggak," jawab Refita setelah menelan makanannya dengan sedikit memejamkan mata dan mengernyitkan dahinnya. Tangan kirinya pun terangkat dan melambai kepada Dimas yang menandakan bahwa ia menolak tawaran Dimas.
"Iya iya, itu habiskan aja dulu, nanti nambah kalo udah habis," godha Dimas yang selanjutnya meneguk lemon tea dengan potongan lemon yang terpasang di gelas sebagai penghias minuman segar itu.
Singkat cerita makanan dan minuman mereka pun habis. Cukup sedikit kata yang terucap, namun suasana waktu itu begitu hangat.
"Eh, sudah jam setengah sembilan ini, ayo pulang Ref, nanti dimarahin mama lo kalo pulang malam malam," ajak Dimas setelah melihat jam tangannya yang sudah menunjukkan jam setengah sembilan.
"Eh iya, aku nggak boleh keluar malem malem soalnya," Refita pun mengiyakan ajakan Dimas.
"Kamu mau tak anterin a?" Dimas mencoba menawari Refita untuk mengantarkannya pulang.
"Ugh ugh, nggak nggak," jawab Refita sedikit tersedak saat menghabiskan minumannya. Tangan kirinya juga melambai memberikan isyarat tolakan terhadap tawaran Dimas.
"Aku ngojek aja," lanjut Refita. Dimas pun mengiyakan dan mencoba memahami keadaan Refita. Sepertinya Refita malah dimarahi oleh orang tuanya jika melihat Refita pulang dibonceng oleh cowok. Pastinya orangtuanya akan khawatir jika melihat tingkah anaknya yang sudah kayak gitu, padahal masih berstatus pelajar.
Mereka pun pulang masing-masing. Dimas naik motor maticnya dan Refita naik ojek online yang sudah dipesannya. Dimas pun pulang dengan perasaan bahagia karena telah berhasil kencan dengan Refita, wanita manis yang merupakan wanita pujaannya itu.
"Hai Ref, ada surat nih," ujar Cherry kepada Refita sambil memberikan sebuah amplop berwarna merah, mirip seperti angpao Imlek. Dimas pun melihat hal itu, dia nampak penasaran dan secara diam-diam menguping pembicaraan Cherry dan Refita. "Dari siapa ini Cher?" tanya Refita yang nampak terkejut dengan surat beramplop merah itu. Dia penasaran siapa yang memberikan amplop itu. Jika Dimas kan pasti akan memberikannya secara langsung, nggak lewat perantara kayak gini. "Dari cowok pokoknya, aku nggak tau siapa dia, tapi dia anak kelas XI pokoknya," jawab Cherry yang juga masih belum mengenali siapa pria yang menitipkan surat padanya. Cherry waktu itu hanya asal terima aja karena yang menitipkan surat itu adalah pria kelas XI, kakak kelasnya. Jadi, tidak mungkin jika Cherry menolak titipan kakak kelasnya itu. "Lah, kamu kok terima terima aja sih?" tanya Refita yang sedikit sebel sama tindakan Cherry yang nggak mau menolak titipan itu. "Udah, buka aja, siapa
"Tumben kamu tadi ke kantin?" chat Dimas kepada Refita yang menanyakan keheranannya terhadap tingkah Refita tadi. Sebenarnya Dimas sudah tahu apa yang Refita lakukan sebenarnya. Namun, sepertinya Dimas hanya ingin mengetahui kejujuran Refita."Eh iya, aku tadi lupa bawa bekal," jawab Refita membalas pesan Dimas. Memang benar tadi Refita tadi lupa membawa bekal. Tapi Refita biasanya juga gak akan ke kantin meskipun nggak bawa bekal."Bukannya kamu juga nggak akan ke kantin jika lupa bawa bekal?" tanya Dimas yang sudah cukup dekat dengan Refita. Dia sudah tahu gimana Refita dan hal hal apa saja yang sering dilakukan Refita."Aku tadi laper banget Dim, jadi ya terpaksa aku ke kantin," begitulah jawab Refita yang masih juga belum ngaku apa yang sebenarnya terjadi. Dimas melihat sekeliling tembok kamarnya, jam dindingnya menunjukkan jam 2 siang. Kamarnya nampak begitu sepi tanpa kehadiran teman dekatnya, Roni. Hari ini Roni nggak bisa ke rumah Dimas karena harus ikut
"Eh Dimas, silahkan masuk Dim, tunggu ya tak panggilin Refita dulu," ucap Raya, ibu Refita yang kira-kira berusia 30 tahunan dan merupakan ibu beranak tunggal. Dimas pun masuk ke rumah Refita dengan menenteng tas punggungnya. Roni yang bersama Dimas juga ikut masuk ke rumah Refita.Akhir-akhir ini mereka memang sering ke rumah Refita untuk belajar bersama. Hampir setiap hari Dimas, Refita, Roni dan Chery selalu berkumpul di rumah Refita untuk belajar bersama. Dimas pun juga semakin akrab dengan Raya, ibu Refita. Hubungannya dengan Refita pun juga semakin dekat dan Dimas pun semakin yakin bahwa ia benar-benar mencintai Refita."Tumben Cherry belum dateng, biasanya kan dia yang lebih dulu dateng ke rumah Refita," ucap Roni yang nampak heran dengan keterlambatan Cherry."Hi, kangen ya," goda Dimas. Wajah Roni langsung memerah seketika. Ia memang memiliki perasaan suka kepada Cherry. Apalagi dengan kondisi saat ini, dimana mereka hampir setiap hari berkumpul untuk b
Ujian semester satu pun telah berlangsung selama satu minggu. Dimas, Refita, Roni dan Cherry berhasil mendapatkan nilai yang memuaskan. Dimas berhasil mendapatkan peringkat satu di kelas X MIPA 7, Cherry dan dan Refita berturut-turut mendapatkan peringkat 4 dan 5 sedangkan Roni berhasil masuk ke dalam 10 besar dengan peringkat 10. Mereka akhirnya memutuskan untuk merayakan kesuksesan ujiannya dengan pergi berlibur ke puncak gunung Arjuna. "Hm, hebat kamu Ref, bisa masuk 5 besar," puji Dimas yang mengenakan jaket wol tebal berwarna hitam dengan segelas air hangat di tangannya. "Kamu tuh yang hebat, kamu kan peringkat satu," jawab Refita yang balik memuji Dimas. Ia juga mengenakan jaket wol tebal berwarna putih dengan syal berwarna merah muda. Ia menggesekkan kedua tangannya sambil sesekali meniup kedua telapak tangannya yang ditutupi oleh sarung tangan berwarna merah muda. "He, aku nih yang hebat, bayangin ya, aku ini dulu selalu dapet ranking terendah di kela
Semester dua pun dimulai. Namun, sekarang Dimas benar-benar dibuat galau oleh pikirannya. Semenjak pulang dari gunung Arjuna ia sudah tidak berkomunikasi dengan Refita lagi. Liburan dua Minggu yang dia lewati pun terasa hampa tanpa kehadiran Refita. Chat yang ia tanggalkan selepas dari gunung Arjuna tak pernah dibaca oleh Refita. "Cher, kok Refita belum datang ya, kan pelajarannya bentar lagi dimulai?" tanya Dimas kepada Cherry yang merupakan teman dekat Refita. Dimas berharap jika Cherry mengetahui keberadaan Refita sekarang. "Lah, ya gak tau dim, kan kamu pacarnya," jawab Cherry yang nampak heran dengan pertanyaan Dimas. Seharusnya Cherry yang menanyakan keberadaan Refita kepada Dimas. Eh, malah Dimas yang menanyakan keberadaan Refita kepadanya. "Kamu masih bisa chat Refita?" Dimas kembali bertanya. Ia benar-benar bingung lantaran Cherry juga tidak mengetahui keberadaan Refita. Terlintas di pikiran Dimas bahwa ini cuma akal-akalan yang dibuat Refita dan Che
Dua setengah tahun berlalu. Dimas pun sudah tidak pernah lagi menemui Refita, bahkan untuk telepon saja sudah tak pernah. Nomer Refita sudah tidak bisa dihubungi lagi. Namun, Dimas masih belum bisa melupakan Refita hingga kini saat kelulusannya tiba. "Selamat ya Dim, kamu berhasil jadi lulusan terbaik," ucap Roni kepada Dimas saat hari kelulusan. Roni pun juga lulus dengan keadaan yang memuaskan, tapi Dimas jauh lebih memuaskan. Ketiadaan Refita membuat Dimas hanya fokus pada pendidikan SMA nya. Itulah yang menyebabkannya menjadi lulusan terbaik. "Iya Ron, selamat juga ya, ayo foto bareng Ron, biar aku tampak ganteng," ujar Dimas dengan sedikit mengejek Roni. Memang Dimas memiliki wajah yang lebih ganteng ketimbang Roni. Roni pun mendadak kesal namun tetap mengiyakan Dimas untuk foto bareng. "Nggak mau sama aku juga Ron?" tanya Cherry yang tiba-tiba datang dengan dandanan kebaya berwarna putih. Ia nampak cantik dengan polesan make up ala salon di wajahnya. Ch
"Bu, Dimas berangkat dulu ya, doakan Dimas sukses ya Bu," pamit Dimas kepada ibunya saat di stasiun. Dia membawa tas ransel yang besar dan mencangking kardus kotak berukuran besar jug. "Iya nak, hati-hati, semoga kamu sukses nak" ucap Sonya dengan suara sedikit tersengal. Air mata Sonya tidak bisa terbendung lagi. Ia memeluk Dimas dan menangisi kepergian Dimas. Kereta jurusan Bandung pun sudah berada di stasiun dan segera berangkat. Dimas pun bergegas masuk ke dalam kereta setelah memeluk ibunya. Dimas sebenarnya tidak rela meninggalkan ibunya sendirian. Dia merasa kasihan jika Sonya harus tinggal di rumah sendiri tanpa seorang pun yang menemani. Tapi dirinya harus pergi untuk menggapai cita-citanya yaitu hidup mandiri di Bandung. Dia juga berharap dapat meraih kesuksesan disana. "Hati-hati nak," teriak Sonya sambil melambaikan tangannya. Air matanya tak henti-hentinya menetes. Dimas yang sudah berada dalam kereta hanya bisa memandang ibunya dari balik jendel
Di sebuah kamar kos kecil berukuran 3x3, Dimas sedang berbaring dan menunggu pesan di ponselnya. Sudah 10 perusahaan yang dia lamar, namun hingga kini belum ada satu pun perusahaan yang mengabarinya. Dia hanya bisa menunggu di kamar sembari berbaring. Melihat ponselnya yang tak kunjung mendapatkan pesan.Sebenarnya Dimas ingin melukis, namun kamar kosnya yang terlalu sempit membuatnya sulit untuk melukis di canvas. Dimas pun hanya bisa melukis di kertas berukuran A4. Ia mencoba melukis bagaimana suasana kelasnya dulu yang penuh dengan canda tawa. Ia menggambarkan ada dua orang yang sedang mengobrol di sudut kelas. Itu adalah dirinya dan Refita. Sedangkan Roni dan Cherry pun juga menemani disana. Ada beberapa anak yang bermain pesawat kertas dan seorang bendahara kelas yaitu Novia yang lagi narik iuran ke salah satu anak kelas.Mungkin Dimas begitu kangen masa-masa indahnya di SMA. Masa dimana dia tidak harus memikirkan kebutuhan hidupnya, kebutuhan buat makan, bayar ko