Share

Harga yang Terlalu Mahal

"Pagi Dim,"  sapa Rusli yang baru saja datang ke ruko tersebut. Tangannya menenteng sebuah kresek berisi nasi kotak. Seperti biasa Rusli selalu datang ke ruko itu setiap pagi dengan membawakan sarapan untuk Dimas.

"Pagi paman," jawab Dimas tersenyum kepada Rusli. Dirinya tengah sibuk mengerjakan lukisan pesanan Mita yang akan diambil hari ini juga. Ternyata tidaklah mudah jika harus menggunakan background pantai yang sebelumnya memang tidak pernah dilakukan Dimas.

"Ada pesanan?" tanya Rusli kepada Dimas sembari tangannya meletakkan nasi kotak tersebut ke meja yang berada di tepi ruangan ruko.

"Iya paman," jawab Dimas singkat karena ia begitu fokus dengan lukisannya. Dia masih mengerjakan detail-detail lukisannya seperti batu karang ataupun manusia yang sedang bermain selancar. Apalagi dia juga harus dikejar waktu.

"Eh, kamu nggak mau ikut pameran lukisan di graha?" lagi kata Rusli sembari ia menyodorkan sebuah selebaran kepada Dimas.

"Apa ini paman?" tanya Dimas. Ia sontak menghentikan kegiatan melukisnya dan langsung mengambil selebaran itu. Membaca isi tulisan pada selebaran itu dengan teliti. Sepertinya Dimas cukup tertarik dengan isi selebaran itu.

"Itu acara pameran lukisan yang akan diadakan Minggu depan Dim," jawab Rusli memberi penjelasan ke Dimas.

"Ikut aja Dim," lanjut Rusli yang membujuk Dimas untuk mengikuti pameran tersebut. Rusli tahu jika Dimas sudah banyak menghasilkan lukisan selama di Bandung. Jadi mengapa dia tidak sekalian buat pameran.

"Bisa jadi lukisan kamu nanti diminati banyak orang dan dibeli dengan harga yang mahal," lagi kata Rusli. Pameran itu akan membuat Dimas lebih mudah memasarkan lukisan-lukisannya, karena disana pasti banyak penikmat penikmat lukisan yang berani membayar mahal untuk lukisan yang disukainya.

"Jangan dulu deh paman, saya masih belum yakin dengan lukisan lukisan saya," ucap Dimas seperti menolak penawaran Rusli. Ia menolak lantaran biaya untuk dapat mengikuti pameran itu tidaklah murah. Satu juta hanya untuk dia mendapatkan tempat memamerkan lukisan lukisannya. Bukanlah biaya yang murah untuk Dimas yang makan pun masih ditanggung oleh Rusli.

"Udah Dim, untuk biaya biar paman yang ngatur, kamu tinggal persiapin lukisan kamu itu," jawab Rusli seakan tahu apa yang ada dipikiran Dimas. Rusli memang tahu bahwa pesanan sekarang ini sedang sedikit dan pastinya Dimas tidak memiliki penghasilan. Jadi Rusli paham sebenarnya Dimas bukan tidak yakin akan lukisannya, tapi tidak yakin akan biayanya.

"Lagian ini juga bisa jadi ajang promosi kamu," lanjut Rusli mencoba meyakinkan Dimas. Rusli memang sangat peduli dengan keadaan Dimas saat ini. Rusli benar-benar ingin membantu Dimas untuk mendapatkan ekonomi yang lebih baik dari hari ini.

"Aduh paman, nggak usah deh paman, paman udah terlalu baik ke saya," jawab Dimas mengelak penawaran Rusli. Dia benar-benar tidak enak hati saat ini. Rusli sudah terlampau baik baginya. Itu bukanlah kebaikan yang wajar untuk orang yang baru ia kenal dan bukanlah saudara atau keluarga.

"Pagi," ucap Mita sontak mengagetkan Dimas. Kini Mita datang dengan pakaian yang sopan tidak seperti kemarin yang terlihat sedikit vulgar. Memakai baju lengan panjang dan celana panjang dengan membawa sebuah payung untuk menghindari tubuhnya dari panas matahari.

"Pagi kak, silahkan duduk kak," Dimas langsung mempersilahkan Mita untuk duduk di rukonya. Dia benar-benar kaget mengapa Mita bisa datang sepagi ini. Sedangkan lukisan pesanan Mita pun belum ia selesaikan. Ia jadi tidak enak kepada Mita karena kemarin ia akan menyelesaikan lukisannya dalam waktu sehari.

"Gimana kak, sudah?" tanya Mita yang kini terlihat sedikit berbasa-basi meskipun ia langsung menanyakan topik bahasan intinya. Tapi sebenarnya pertanyaan itu dapat Mita simpulkan sendiri karena ia bisa melihat lukisan yang ada di depan Dimas dalam keadaan yang masih belum jadi.

"Maaf ya kak, lukisannya masih belum selesai, tapu sebentar lagi pasti selesai, saya sedang mengerjakan detail-detail backgroundnya," begitulah ucap Dimas sopan kepada Mita. Memang background pantai itu cukup memakan banyak waktu Dimas untuk melukis. Dia harus mencari referensi foto pantai dan mengerjakan detail-detail nya dengan teliti.

"Oh ya udah, saya tinggal dulu aja kak, nanti siang saya kesini lagi," begitulah ucap Mita dengan wajah datar dan selanjutnya ia pergi meninggalkan Dimas. Tidak ada ekspresi kekesalan sama sekali yang ada di wajah Mita. Dan itu sedikit membuat hati Dimas lega.

"Ya udah, kamu sarapan dulu aja Dim, terus nanti kamu lanjut melukis," ucap Rusli mengingatkan Dimas yang belum sarapan. Kini Rusli sudah berperan layaknya seorang ayah yang menghidupi kebutuhan anaknya. Rusli memang benar-benar tulus membantu Dimas.

"Iya paman," jawab Dimas mengiyakan perkataan Rusli. Dimas pun memakan nasi kotak yang sudah dibawakan oleh Rusli. Sebuah nasi kotak dengan ayam goreng segai lauk dan beberapa sayuran di dalamnya. Makanan yang benar-benar memanjakan perut Dimas.

"Ya sudah, paman berangkat kerja dulu ya, nanti siang paman tak kesini lagi," ucap Rusli ketika Dimas tengah menyantap makanannya itu. Rusli harus bergegas untuk berangkat bekerja karena waktu sudah hampir menunjukkan jam 8, dimana Rusli harus sudah datang di kantor sebelum jam 8.

"Iya paman, terimakasih ya paman," begitulah jawab Dimas dengan tersenyum kepada Rusli. Tidak lupa Dimas mengucapkan terimakasih kepada Rusli yang sudah memberikannya sarapan hari ini. Rusli pun pergi meninggalkan Dimas di ruko tersebut.

"Ah aku harus segera menyelesaikan lukisan ini," ucap Dimas yang baru saja selesai makan dan kini dirinya sudah berada di depan lukisan tubuh Mita yang belum jadi itu. Dimas pun segera mengelap tangannya yang masih basah dengan kain dan segera melanjutkan lukisannya itu. Mengerjakan setiap detail lukisan dan memberikan warna pada lukisan tersebut agar terlihat lebih nyata.

"Ah, akhirnya sudah selesai," ucap Dimas pada dirinya sendiri. Tiga jam Dimas berjibaku dengan lukisan itu. Dimas benar-benar ngebut namun tetap memperhatikan kualitas dan esensi dari lukisan tersebut. Lukisan tersebut pun akhirnya dapat Dimas selesaikan dengan hasil yang sangat memuaskan.

"Siang kak, sudah selesai lukisannya?" Mita pun datang tepat setelah Dimas baru saja menyelesaikan lukisannya. Dimas benar-benar beruntung Mita datang ketika lukisannya sudah selesai. Tidak terbayang betapa tidak enak hatinya Dimas jika Mita datang ketika Dimas masih belum menyelesaikan lukisannya.

"Sudah kak," jawab Dimas yang kini tersenyum senang. Ia berhasil menepati janjinya kepada Mita meskipun sedikit terlambat. Ia memang mengira mungkin Mita datang di sore hari, tidak datang di hari yang masih pagi-pagi benar.

"Ini ya kak uangnya," tanpa berbasa-basi pun Mita langsung memberikan sejumlah uang kepada Dimas. Padahal kemarin Dimas sudah mengatakan ada tambahan harga dan dirinya belum menyebutkan berapa tambahan harga tersebut. Namun, uang yang diberikan benar-benar tidak wajar. Mita memberikan uang sebanyak dua juta kepada Dimas dan itu membuatnya kaget.

"Kak, ini kebanyakan kak," jawab Dimas yang sudah menerima uang itu. Dimas pun mengatakan bahwa uang yang diberikan Mita terlalu banyak. Harga lukisan Dimas tidaklah semahal itu, apalagi dengan pengerjaan yang secepat itu.

"Udah nggak papa kak, saya pulang dulu ya," jawab Mita yang langsung mengambil lukisannya itu dan membawanya pergi. Mita pun pergi dengan berlari sehingga Dimas tidak sempat untuk mengejarnya. Dimas benar-benar heran kenapa Mita memberikan harga yang mahal untuk lukisan pesanannya. Apalagi baginya, Mita masih merupakan gadis yang kepribadian nya aneh dan benar-benar misterius.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status