Home / Romansa / Crush Sang Kapten Basket / Momen Indah Bersama Kevin

Share

Momen Indah Bersama Kevin

Author: Singacala ID
last update Last Updated: 2025-08-09 22:35:01

Motor Kevin melaju menembus jalanan Jakarta yang sore itu tak terlalu macet. Mereka melewati beberapa jalan kecil hingga akhirnya keluar di sebuah kawasan yang terasa berbeda dari hiruk-pikuk kota. Pepohonan rindang menaungi jalan, udara lebih sejuk, dan di kejauhan mulai terlihat kilauan air yang memantulkan cahaya matahari senja.

Begitu mereka sampai, Alina langsung tertegun. Di hadapannya terbentang sebuah waduk luas dengan air yang tenang. Di sekelilingnya, pepohonan hijau berjajar, burung-burung sesekali melintas, dan angin membawa aroma segar yang jarang ia rasakan di tengah padatnya kota.

Kevin memarkir motor di dekat jalan setapak menuju tepian waduk.

“Wow…” gumam Alina tanpa sadar, matanya berbinar. “Aku nggak nyangka di Jakarta masih ada tempat kayak gini.”

Kevin tersenyum kecil, melepas helmnya dan ikut berjalan di samping Alina.

“Banyak yang nggak tahu. Aku nemuin tempat ini pas lagi nyari spot buat latihan lari waktu dulu.”

Mereka berjalan pelan di tepi air, sesekali ombak kecil memecah permukaan. Alina berhenti sejenak, menghirup udara dalam-dalam, lalu menatap sekeliling.

“Kevin, kamu sering ke sini?” tanyanya sambil tetap menatap waduk.

“Lumayan. Kalau lagi capek atau mumet, aku datang ke sini. Rasanya kayak semua beban bisa dibuang ke air.”

Kevin menoleh, melihat senyum tipis Alina. “Tapi kali ini aku datang bukan buat buang beban, tapi buat bawa seseorang yang spesial lihat tempat ini.”

Alina mengerling sekilas, pura-pura tak terpengaruh.

“Hmm… gombal kamu.”

Kevin terkekeh.

“Serius. Aku cuma pengen kamu tahu, nggak semua yang di Jakarta itu bikin sesak. Ada juga yang bisa bikin hati lega.”

Mereka melanjutkan langkah. Angin sore membelai rambut Alina, dan Kevin sempat memandangi diam-diam, menikmati momen langka itu, momen di mana ia bisa membuat Alina tersenyum tanpa terpaksa.

Kevin dan Alina akhirnya menemukan sebuah bangku kayu tua yang menghadap langsung ke permukaan waduk. Di sekitarnya, rumput hijau tumbuh liar, dan suara gemericik air terdengar samar dari ujung saluran kecil di sisi kiri. Matahari sudah mulai turun, memandikan air dengan warna oranye keemasan.

Mereka duduk bersebelahan. Kevin mencondongkan badan sedikit ke depan, menatap air, sementara Alina merapatkan jaketnya karena angin mulai menusuk.

“Dulu…” Kevin membuka suara pelan, “aku nggak pernah mikir kalau satu kesalahan bisa bikin segalanya berubah. Apalagi sampai kehilangan orang yang sangat berarti buat aku.”

Alina tak langsung menoleh, hanya menatap garis air yang bergelombang lembut.

“Kesalahan itu memang nggak bisa diulang. Yang bisa kita lakuin cuma belajar dari situ.”

Kevin mengangguk, meski senyum tipisnya terasa pahit.

“Aku nyesel, Al. Bukan cuma karena bikin kamu sakit hati, tapi juga karena aku nggak ada di saat kamu harusnya didukung. Aku malah percaya sama orang yang salah.”

Alina menarik napas panjang, lalu menoleh perlahan. Dan mata mereka bertemu.

“Aku udah maafin kamu, Kevin. Tapi…” ia berhenti sejenak, “aku nggak bisa balik jadi Alina yang dulu. Aku udah belajar untuk berdiri sendiri. Nggak mau lagi jatuh cuma karena orang lain.”

Kevin menatapnya lekat-lekat, lalu mengangguk.

“Aku ngerti. Aku nggak mau maksa kamu balik seperti dulu. Aku cuma mau ada di sini. Entah sebagai apa, yang penting kamu tahu aku nggak akan nyakitin kamu lagi.”

Alina menunduk, lalu tersenyum samar.

“Kalau gitu, kita lihat aja ke depannya gimana.”

Angin sore kembali berhembus. Kevin menyandarkan punggung, membiarkan percakapan berhenti di situ. Mereka hanya duduk, memandang matahari yang perlahan tenggelam di balik pepohonan, membiarkan waktu berjalan tanpa terburu-buru.

Untuk pertama kalinya sejak lama, hati Alina terasa sedikit lebih ringan.

Perjalanan pulang dari waduk terasa berbeda. Kevin memutuskan untuk tidak langsung mengantar Alina ke rumah, tapi belok ke arah sebuah kedai es krim sederhana di pinggir jalan yang terlihat cukup ramai. Lampu neon di depannya berkelap-kelip, memantulkan warna-warni ke aspal yang sedikit basah karena hujan gerimis sore tadi.

“Kita berhenti bentar, ya?” kata Kevin sambil tersenyum.

Alina mengernyit, penasaran.

“Mau ngapain lagi?”

Kevin hanya menunjuk papan bertuliskan Es Krim Homemade — 10 Rasa Unik.

“Kamu suka es krim, kan?”

Alina sempat pura-pura menahan senyum, tapi matanya sudah memancarkan antusiasme.

“Ya udah, tapi aku yang pilih rasa, ya.”

Tak lama, mereka keluar dari kedai itu masing-masing membawa cup es krim. Alina memilih rasa stroberi cheesecake, sementara Kevin mencoba cokelat kacang karamel. Mereka berjalan pelan di trotoar sambil memakan es krim, motor Kevin diparkir di pinggir jalan.

“Hati-hati, ntar tumpah,” Kevin menggoda saat melihat es krim Alina sedikit meleleh.

“Eh kamu aja tuh, cokelatnya udah nempel di bibir,” balas Alina sambil menunjuk pipi Kevin.

Kevin langsung mengusap wajahnya cepat-cepat, membuat Alina tertawa. Canda tawa itu terus mengalir di sepanjang jalan menuju rumah, seperti dulu sebelum semua masalah datang.

Saat sampai di depan rumah, Kevin mematikan mesin motor. Ibunya Alina muncul di teras, tersenyum melihat mereka.

“Wah, sudah pulang. Makasih ya, Kevin, udah ajak Alina jalan,” ucap ibunya ramah.

“Sama-sama, Tante. Senang bisa ngobrol lagi sama Alina,” jawab Kevin sopan sambil sedikit membungkuk.

Setelah pamit, Kevin menyalakan motor dan melaju perlahan, sementara Alina berdiri di depan pagar, memandangnya pergi. Ada rasa aneh yang menghangat di dadanya; bukan seperti dulu, tapi cukup untuk membuatnya sedikit tersenyum sebelum akhirnya masuk ke rumah.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Crush Sang Kapten Basket   Kevin dan Tentang Masalahnya

    Di hari berikutnya Kevin tak ada kabar, padahal Alina menunggu kedatangan nya kembali. Alina berinisiatif menanyakan kabar nya pagi hari itu.Pagi menjelang siang, udara liburan masih segar. Alina baru saja selesai sarapan ketika ponselnya bergetar di meja.Pesan dari Kevin.“Maaf kemarin nggak datang kerumahmu, aku lagi pusing banget, Lin.”Alina mengerutkan kening. Pusing? Dia ingat, Kevin bukan tipe orang yang gampang mengeluh.Ia mengetik cepat.Alina: “Kenapa? kamu sakit?”Kevin: “Bukan, ini tentang masalah keluarga.”Alina: “Cerita aja Kev. Mungkin aku nggak bisa bantu banyak, tapi aku mau mendengarkanmu.”Butuh beberapa menit sebelum balasan.Kevin: “Pamanku mau jual rumah kami. Rumah ini peninggalan almarhum ayah dan ibu, tentunya aku sama kakakku nggak mau.”Alina seketika tertegun. Tangannya berhenti mengetik di atas layar ponsel. Ia bisa membayangkan betapa hancurnya perasaan Kevin.Tak sampai lima menit kemudian, Alina meneleponnya.“Kev, ini beneran serius?” suara Alina l

  • Crush Sang Kapten Basket   Hari-hari Bersama Kevin

    Malam itu, setelah Kevin pulang, Alina kembali ke kamarnya. Ia merebahkan diri sambil menatap atap kamarnya, membiarkan pikirannya berkelana. Entah kenapa, wajah Kevin yang tadi tersenyum sambil bercanda di jalan pulang masih terbayang jelas. Tapi ia cepat-cepat mengalihkan pikirannya, mengingat semua luka lama yang belum sepenuhnya sembuh.Keesokan harinya, suasana rumah Alina tenang. Ayahnya berangkat kerja, ibunya sibuk di dapur, sementara Alina duduk di teras sambil membaca novel. Udara pagi terasa segar, suara burung bercampur dengan aroma wangi kopi yang diseduh ibunya.Tiba-tiba suara motor kembali terdengar di depan pagar.“Aduh… jangan bilang…” gumam Alina sambil melirik.Dan benar saja, Kevin.Bedanya, kali ini dia membawa dua gelas minuman dingin dan sekantong kertas berlogo toko roti terkenal di kota.Kevin melambai,“Pagi, Lin. Aku nggak ngajak jalan kok, cuma mau nitip sarapan.”Alina menatap curiga.“Nitip sarapan? Itu bahasa lain dari ngajak ketemu kan?”Kevin nyengir,

  • Crush Sang Kapten Basket   Momen Indah Bersama Kevin

    Motor Kevin melaju menembus jalanan Jakarta yang sore itu tak terlalu macet. Mereka melewati beberapa jalan kecil hingga akhirnya keluar di sebuah kawasan yang terasa berbeda dari hiruk-pikuk kota. Pepohonan rindang menaungi jalan, udara lebih sejuk, dan di kejauhan mulai terlihat kilauan air yang memantulkan cahaya matahari senja.Begitu mereka sampai, Alina langsung tertegun. Di hadapannya terbentang sebuah waduk luas dengan air yang tenang. Di sekelilingnya, pepohonan hijau berjajar, burung-burung sesekali melintas, dan angin membawa aroma segar yang jarang ia rasakan di tengah padatnya kota.Kevin memarkir motor di dekat jalan setapak menuju tepian waduk.“Wow…” gumam Alina tanpa sadar, matanya berbinar. “Aku nggak nyangka di Jakarta masih ada tempat kayak gini.”Kevin tersenyum kecil, melepas helmnya dan ikut berjalan di samping Alina.“Banyak yang nggak tahu. Aku nemuin tempat ini pas lagi nyari spot buat latihan lari waktu dulu.”Mereka berjalan pelan di tepi air, sesekali omba

  • Crush Sang Kapten Basket   Kevin Ke Rumah Alina dan Mengajak Jalan

    Hari berikutnya pagi itu langit tampak cerah, meski udara masih membawa embun tipis. Alina baru selesai sarapan dan sedang menyiram tanaman di balkon ketika ibunya memanggil dari ruang tamu.“Alina, ada tamu, Nak. Cepat turun, ya. Ibu lagi bikin teh dulu di dapur.”Alina mengernyit heran.“Tamu? Siapa, Bu?”“Pokoknya turun dulu aja. Nggak sopan bikin orang nunggu lama-lama.”Dengan langkah santai dan masih mengenakan sweater tipis dan celana santai rumahan, Alina pun berjalan menuruni tangga. Tapi begitu matanya menyapu ruang tamu, ia langsung berhenti di anak tangga keempat.Kevin.Cowok itu duduk santai di sofa ruang tamu dengan senyum ramah. Tapi yang membuat Alina terbelalak bukan karena kehadirannya saja, melainkan penampilannya yang berbeda total. Rambutnya kini rapi dengan potongan undercut bersih, wajahnya segar seolah baru keluar dari majalah gaya hidup remaja. Ia memakai kemeja putih bersih yang dilipat rapi di lengan dan celana bahan gelap. Alina berdiri terpaku beberapa d

  • Crush Sang Kapten Basket   Hari Libur dan Ketenangan yang Terusik

    Hari libur pertama setelah pengumuman hasil nilai semester. Kota terasa lebih tenang dari biasanya. Suara kendaraan berkurang, hanya sesekali terdengar tawa anak-anak yang bermain di gang kecil, atau suara pedagang es keliling yang lewat dengan nyanyian khasnya.Di dalam rumah mungil bernuansa cokelat pastel itu, Alina duduk di lantai kamarnya bersandar pada rak buku. Rambutnya digelung seadanya, kaos longgar dan celana pendek menjadi pakaian harian andalannya. Di tangannya sebuah novel terbitan lama yang sudah mulai menguning di pinggirannya. Ia tampak tenang. Damai. Momen seperti ini adalah hal yang ia rindukan setelah masa-masa sulit selama satu semester terakhir.Namun, ketenangan itu tidak berlangsung lama.TIIIN… TIIIINNN!!!Tiba-tiba suara klakson motor terdengar nyaring dari halaman depan rumah. Alina mengernyit, mendongak. Ia meletakkan buku di dadanya dan bangkit pelan, mendekat ke jendela kamar yang menghadap ke depan rumah.Ketika tirai disingkap sedikit…"Astaga…"Jantung

  • Crush Sang Kapten Basket   Alina Bersinar, Ranking 1

    Hari itu cuaca terasa sangat cerah. Matahari menyinari halaman sekolah dengan lembut, menyapu dedaunan yang bergoyang pelan ditiup angin. Para siswa telah berkumpul di lapangan, membentuk barisan kelas masing-masing. Hari ini adalah hari pengumuman peringkat akademik semester 1, sebuah momen yang ditunggu-tunggu dan kadang ditakuti banyak siswa.Alina berdiri di barisan depan kelas nya, mengenakan seragam putih abu yang rapi dengan dasi abu-abu menggantung di lehernya. Rambutnya dikuncir satu, wajahnya datar tapi tenang. Di balik ketenangan itu, jantungnya berdetak cepat.Pengumuman DimulaiWakil kepala sekolah, Bu Ratna, naik ke podium dan mengambil mikrofon. Suaranya tegas dan jelas menggema ke seluruh lapangan."Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Selamat pagi, anak-anak semua. Hari ini, kita akan mengumumkan peringkat sepuluh besar di setiap kelas berdasarkan hasil penilaian semester satu."Suasana pun mulai ramai. Beberapa siswa mulai berbisik-bisik. Beberapa lainnya tamp

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status