Home / Romansa / Crush Sang Kapten Basket / Kevin Ke Rumah Alina dan Mengajak Jalan

Share

Kevin Ke Rumah Alina dan Mengajak Jalan

Author: Singacala ID
last update Last Updated: 2025-08-04 13:13:06

Hari berikutnya pagi itu langit tampak cerah, meski udara masih membawa embun tipis. Alina baru selesai sarapan dan sedang menyiram tanaman di balkon ketika ibunya memanggil dari ruang tamu.

“Alina, ada tamu, Nak. Cepat turun, ya. Ibu lagi bikin teh dulu di dapur.”

Alina mengernyit heran.

“Tamu? Siapa, Bu?”

“Pokoknya turun dulu aja. Nggak sopan bikin orang nunggu lama-lama.”

Dengan langkah santai dan masih mengenakan sweater tipis dan celana santai rumahan, Alina pun berjalan menuruni tangga. Tapi begitu matanya menyapu ruang tamu, ia langsung berhenti di anak tangga keempat.

Kevin.

Cowok itu duduk santai di sofa ruang tamu dengan senyum ramah. Tapi yang membuat Alina terbelalak bukan karena kehadirannya saja, melainkan penampilannya yang berbeda total. Rambutnya kini rapi dengan potongan undercut bersih, wajahnya segar seolah baru keluar dari majalah gaya hidup remaja. Ia memakai kemeja putih bersih yang dilipat rapi di lengan dan celana bahan gelap.

Alina berdiri terpaku beberapa detik.

“Pagi, Alina,” sapa Kevin dengan senyum kalem yang jauh dari gaya sok asik biasanya.

“Eh… Kamu…?”

“Nggak nyangka aku ganteng, ya?” godanya ringan.

Alina ingin membalas, tapi sebelum sempat menjawab, ibunya muncul dari dapur membawa nampan berisi teh manis dan camilan.

“Nih, teh hangat dulu ya, Kevin. Santai aja, anggap rumah sendiri.”

“Makasih banyak, Tante,” jawab Kevin sopan sambil membungkuk sedikit.

Ibunya Alina lalu menoleh ke arah putrinya dan berbisik dekat telinganya dengan nada geli.

“Tuh, anaknya cakep lho, Lin. Udah ganteng, sopan, niat banget ke sini pagi-pagi. Jangan terlalu jutek ya.”

Alina memutar bola matanya dan pura-pura tak mendengar. Wajahnya memerah sedikit.

“Ya udah deh, temenin tamunya ya. Ibu ke belakang dulu…” kata ibunya sambil mengedip nakal.

Setelah ibunya pergi, Alina berdiri canggung di depan Kevin.

“Tumben banget kamu ke sini pagi-pagi. Mau ngapain?”

“Mau ketemu kamu.”

“Ya, aku lihat itu.”

Kevin tertawa kecil. Ia menyesap tehnya sebentar lalu berkata,

“Aku ingin ngobrol sebentar. Tapi nggak mau lewat chat, nggak mau cuma ketemu sebentar di sekolah. Aku ingin kamu tahu kalau aku serius, Lin.”

Alina duduk di ujung sofa, masih menjaga jarak.

“Serius apa?”

Kevin menaruh gelas tehnya dan menatap Alina dalam-dalam, kali ini tanpa nada bercanda.

“Serius ingin menebus semua kesalahanku. Serius ingin tetap jadi bagian dari hidup kamu. Aku tahu semuanya nggak bisa langsung balik kayak dulu. Tapi kalau aku cuma diam, aku pasti nyesel seumur hidup.”

Alina terdiam sejenak. Hatinya mulai berdesir pelan sambil menunduk.

“Aku masih nggak yakin bisa percaya kamu lagi, Kev.”

“Aku juga nggak yakin bisa sembuhin luka kamu. Tapi aku mau ada di situ, nemenin prosesnya. Kalau kamu izinin.”

Alina menatap mata Kevin yang jujur, hangat, dan bukan tatapan anak laki-laki populer yang sok keren di sekolah. Ini tatapan seseorang yang sudah benar-benar belajar dari kesalahan.

“Kamu nekat ya datang ke rumah orang pagi-pagi gini…”

“Kalau buat kamu, aku bakal jadi lebih nekat lagi.”

Alina ingin kesal, tapi bibirnya justru melengkung sedikit. Setengah senyum yang tersungging.

Di balik tirai dapur, sang ibu mengintip sambil terkikik sendiri.

“Ih, cocok banget sih. Kayak di sinetron-sinetron…”

**

Suasana di ruang tamu masih sunyi setelah obrolan tadi. Kevin masih duduk tegak, tangannya menggenggam gelas teh yang tinggal setengah. Ia mengatur napas dalam hati, lalu memberanikan diri membuka suara lagi.

“Tante…” ucapnya pelan ke arah dapur.

Tak lama, ibunya Alina muncul kembali sambil mengelap tangannya dari air cuci piring.

“Ya, Kevin?”

Kevin berdiri, sedikit gugup.

“Saya mau minta izin… kalau boleh, saya pengin ajak Alina jalan-jalan sebentar, Tante. Nggak jauh, paling cuma ke taman atau tempat makan. Sekalian ngajak ngobrol lebih santai. Tentu kalau Alina juga mau…”

Ibunya Alina menoleh ke arah anak gadisnya yang masih duduk menunduk sambil memainkan ujung lengan sweater nya.

“Alina, gimana? Kamu mau?”

Alina mendesah pelan. Ia sempat melirik Kevin, lalu kembali menatap lantai.

“Nggak usah deh, Bu…”

“Alina…” potong ibunya, kini dengan nada setengah memaksa tapi lembut, “Sesekali nggak apa-apa. Kamu juga udah terlalu serius akhir-akhir ini. Kasihan Kevin udah datang jauh-jauh loh. Niat baik harus dihargai, ya kan?”

Kevin menyambung, “Nggak lama kok, Lin. Kalau kamu nggak nyaman, aku anter pulang kapan aja.”

Alina diam sejenak. Dalam hatinya ada tarik-ulur perasaan. Tapi akhirnya…

“Ya udah, tunggu sebentar. Aku mandi dulu.”

Kevin tersenyum lebar.

“Siap! Aku tunggu.”

Alina berdiri dan berjalan ke arah tangga tanpa bicara apa-apa lagi. Tapi sebelum benar-benar menghilang ke lantai atas, ia menoleh sebentar ke arah ibunya, memberikan tatapan “jangan ganggu” yang langsung dibalas senyum puas si ibu.

Air hangat mengguyur tubuh Alina. Di balik derasnya air, pikirannya melayang ke banyak hal. Rasa sakit, kecewa, perjuangan, dan kini ada sosok Kevin lagi.

"Apa benar aku harus kasih dia kesempatan? Atau aku cuma bikin diriku terluka lagi?"

Tapi yang jelas, hatinya tidak bisa membohongi, ada rasa penasaran. Ada harapan kecil yang tumbuh diam-diam.

Kevin menatap sekeliling rumah, memperhatikan dengan sopan. Ibunya Alina kembali duduk dan tersenyum kepadanya.

“Nggak gampang lho, bikin anak saya keluar rumah kalau lagi libur gini.”

“Saya juga nggak gampang, Tante, bikin dia buka pintu hati lagi.”

Ibu Alina terkekeh geli.

“Semoga kamu bisa buat Alina kembali seperti dulu ya, tapi inget kalau kamu lukain dia lagi, saya yang turun tangan.” Ucap ibunya Alina bercanda setengah serius.

“Siap, Tante. Saya bener-bener serius kali ini.”

Lima belas menit kemudian, Alina muncul dari tangga. Ia mengenakan blouse putih sederhana dan jeans biru muda. Rambutnya masih agak basah dan dibiarkan tergerai. Wajahnya tanpa riasan, tapi justru terlihat semakin alami dan cantik.

Kevin sempat terdiam sesaat.

“Kamu kelihatan cantik dan segar.”

“Udah, jangan gombal. Mau pergi kemana?”

“Surprise. Tapi tenang, aman kok.”

Alina menatap ibunya sebentar, dan sang ibu hanya mengangguk sambil memberi kode “hati-hati tapi senanglah sedikit”.

“Ya udah, ayo. Tapi jangan lama-lama ya.”

“Siap!”

Kevin membuka pintu pagar, dan Alina menyusul sambil membawa tas kecil. Saat motor Kevin melaju pelan di jalanan kompleks, wajah Alina diterpa angin dan untuk pertama kalinya setelah sekian lama, ada senyum tipis yang kembali menghiasi wajahnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Crush Sang Kapten Basket   Kevin dan Tentang Masalahnya

    Di hari berikutnya Kevin tak ada kabar, padahal Alina menunggu kedatangan nya kembali. Alina berinisiatif menanyakan kabar nya pagi hari itu.Pagi menjelang siang, udara liburan masih segar. Alina baru saja selesai sarapan ketika ponselnya bergetar di meja.Pesan dari Kevin.“Maaf kemarin nggak datang kerumahmu, aku lagi pusing banget, Lin.”Alina mengerutkan kening. Pusing? Dia ingat, Kevin bukan tipe orang yang gampang mengeluh.Ia mengetik cepat.Alina: “Kenapa? kamu sakit?”Kevin: “Bukan, ini tentang masalah keluarga.”Alina: “Cerita aja Kev. Mungkin aku nggak bisa bantu banyak, tapi aku mau mendengarkanmu.”Butuh beberapa menit sebelum balasan.Kevin: “Pamanku mau jual rumah kami. Rumah ini peninggalan almarhum ayah dan ibu, tentunya aku sama kakakku nggak mau.”Alina seketika tertegun. Tangannya berhenti mengetik di atas layar ponsel. Ia bisa membayangkan betapa hancurnya perasaan Kevin.Tak sampai lima menit kemudian, Alina meneleponnya.“Kev, ini beneran serius?” suara Alina l

  • Crush Sang Kapten Basket   Hari-hari Bersama Kevin

    Malam itu, setelah Kevin pulang, Alina kembali ke kamarnya. Ia merebahkan diri sambil menatap atap kamarnya, membiarkan pikirannya berkelana. Entah kenapa, wajah Kevin yang tadi tersenyum sambil bercanda di jalan pulang masih terbayang jelas. Tapi ia cepat-cepat mengalihkan pikirannya, mengingat semua luka lama yang belum sepenuhnya sembuh.Keesokan harinya, suasana rumah Alina tenang. Ayahnya berangkat kerja, ibunya sibuk di dapur, sementara Alina duduk di teras sambil membaca novel. Udara pagi terasa segar, suara burung bercampur dengan aroma wangi kopi yang diseduh ibunya.Tiba-tiba suara motor kembali terdengar di depan pagar.“Aduh… jangan bilang…” gumam Alina sambil melirik.Dan benar saja, Kevin.Bedanya, kali ini dia membawa dua gelas minuman dingin dan sekantong kertas berlogo toko roti terkenal di kota.Kevin melambai,“Pagi, Lin. Aku nggak ngajak jalan kok, cuma mau nitip sarapan.”Alina menatap curiga.“Nitip sarapan? Itu bahasa lain dari ngajak ketemu kan?”Kevin nyengir,

  • Crush Sang Kapten Basket   Momen Indah Bersama Kevin

    Motor Kevin melaju menembus jalanan Jakarta yang sore itu tak terlalu macet. Mereka melewati beberapa jalan kecil hingga akhirnya keluar di sebuah kawasan yang terasa berbeda dari hiruk-pikuk kota. Pepohonan rindang menaungi jalan, udara lebih sejuk, dan di kejauhan mulai terlihat kilauan air yang memantulkan cahaya matahari senja.Begitu mereka sampai, Alina langsung tertegun. Di hadapannya terbentang sebuah waduk luas dengan air yang tenang. Di sekelilingnya, pepohonan hijau berjajar, burung-burung sesekali melintas, dan angin membawa aroma segar yang jarang ia rasakan di tengah padatnya kota.Kevin memarkir motor di dekat jalan setapak menuju tepian waduk.“Wow…” gumam Alina tanpa sadar, matanya berbinar. “Aku nggak nyangka di Jakarta masih ada tempat kayak gini.”Kevin tersenyum kecil, melepas helmnya dan ikut berjalan di samping Alina.“Banyak yang nggak tahu. Aku nemuin tempat ini pas lagi nyari spot buat latihan lari waktu dulu.”Mereka berjalan pelan di tepi air, sesekali omba

  • Crush Sang Kapten Basket   Kevin Ke Rumah Alina dan Mengajak Jalan

    Hari berikutnya pagi itu langit tampak cerah, meski udara masih membawa embun tipis. Alina baru selesai sarapan dan sedang menyiram tanaman di balkon ketika ibunya memanggil dari ruang tamu.“Alina, ada tamu, Nak. Cepat turun, ya. Ibu lagi bikin teh dulu di dapur.”Alina mengernyit heran.“Tamu? Siapa, Bu?”“Pokoknya turun dulu aja. Nggak sopan bikin orang nunggu lama-lama.”Dengan langkah santai dan masih mengenakan sweater tipis dan celana santai rumahan, Alina pun berjalan menuruni tangga. Tapi begitu matanya menyapu ruang tamu, ia langsung berhenti di anak tangga keempat.Kevin.Cowok itu duduk santai di sofa ruang tamu dengan senyum ramah. Tapi yang membuat Alina terbelalak bukan karena kehadirannya saja, melainkan penampilannya yang berbeda total. Rambutnya kini rapi dengan potongan undercut bersih, wajahnya segar seolah baru keluar dari majalah gaya hidup remaja. Ia memakai kemeja putih bersih yang dilipat rapi di lengan dan celana bahan gelap. Alina berdiri terpaku beberapa d

  • Crush Sang Kapten Basket   Hari Libur dan Ketenangan yang Terusik

    Hari libur pertama setelah pengumuman hasil nilai semester. Kota terasa lebih tenang dari biasanya. Suara kendaraan berkurang, hanya sesekali terdengar tawa anak-anak yang bermain di gang kecil, atau suara pedagang es keliling yang lewat dengan nyanyian khasnya.Di dalam rumah mungil bernuansa cokelat pastel itu, Alina duduk di lantai kamarnya bersandar pada rak buku. Rambutnya digelung seadanya, kaos longgar dan celana pendek menjadi pakaian harian andalannya. Di tangannya sebuah novel terbitan lama yang sudah mulai menguning di pinggirannya. Ia tampak tenang. Damai. Momen seperti ini adalah hal yang ia rindukan setelah masa-masa sulit selama satu semester terakhir.Namun, ketenangan itu tidak berlangsung lama.TIIIN… TIIIINNN!!!Tiba-tiba suara klakson motor terdengar nyaring dari halaman depan rumah. Alina mengernyit, mendongak. Ia meletakkan buku di dadanya dan bangkit pelan, mendekat ke jendela kamar yang menghadap ke depan rumah.Ketika tirai disingkap sedikit…"Astaga…"Jantung

  • Crush Sang Kapten Basket   Alina Bersinar, Ranking 1

    Hari itu cuaca terasa sangat cerah. Matahari menyinari halaman sekolah dengan lembut, menyapu dedaunan yang bergoyang pelan ditiup angin. Para siswa telah berkumpul di lapangan, membentuk barisan kelas masing-masing. Hari ini adalah hari pengumuman peringkat akademik semester 1, sebuah momen yang ditunggu-tunggu dan kadang ditakuti banyak siswa.Alina berdiri di barisan depan kelas nya, mengenakan seragam putih abu yang rapi dengan dasi abu-abu menggantung di lehernya. Rambutnya dikuncir satu, wajahnya datar tapi tenang. Di balik ketenangan itu, jantungnya berdetak cepat.Pengumuman DimulaiWakil kepala sekolah, Bu Ratna, naik ke podium dan mengambil mikrofon. Suaranya tegas dan jelas menggema ke seluruh lapangan."Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Selamat pagi, anak-anak semua. Hari ini, kita akan mengumumkan peringkat sepuluh besar di setiap kelas berdasarkan hasil penilaian semester satu."Suasana pun mulai ramai. Beberapa siswa mulai berbisik-bisik. Beberapa lainnya tamp

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status