Hari ulang tahun Yuan tiba, sebuah pesta kecil digelar. Acara perayaan pesta ulang tahun yang biasa dilakukan seperti meniup lilin, memotong kue dan memberi hadiah. Pesta ini benar-benar sangat sederhana hanya ada keluarga dan Archilles saja tidak ada orang lain. Selesai acara Raja Edward menagih janji Archilles. "Hari ini sudah tepat 10 tahun, sekarang katakan padaku yang sebenarnya."
"Apa harus sekarang, biarkan hari ini berlalu," jawab Ratu Erina.
Yuan dan Rainsword yang tidak mengerti hanya bisa diam dan saling memeluk.
Archilles yang melihatnya langsung angkat biacara, "Lebih baik kita cari tempat lain, tidak baik di depan anak-anak."
Mereka pun setuju dan meninggalkan Yuan serta Rainsword.
"Apa Ayah sangat membenciku?" Kali ini Yuan menangis. Sudah lama dia memendam perasaannya. Rainsword hanya bisa memeluk adiknya dan berusaha menenangkannya.
Cukup lama Yuan menangis, hingga hari sudah larut malam. Rainsword mengantar adiknya ke kamar dan memintanya segera tidur. Kedua orang tuanya tidak kembali lagi, entah apa yang mereka bicarakan.
Hampir dini hari Yuan terbangun, dia tidak menyalakan lampu kamarnya. Di depan cermin bayangannya terlihat. Mata sembab karena menangis terlalu lama terlihat jelas. Rambut berantakan bangun tidur dan suasana hati yang masih belum menentu. Yuan memandang cermin yang memantulkan bayangan dirinya. "Ada yang aneh. Apa cermin ini rusak?" ucapnya dalam hati. Yuan menyentuh rambut peraknya lalu memandang lagi di depan cermin. Bayangan di cerminnya memiliki wajah yang sama dengan dirinya namun warna mata dan rambutnya berbeda. Mungkin hanya mimpi. Yuan kembali naik ke tempat tidurnya dan berusaha memejamkan mata.
***
Archilles mengajak Yuan ke Istana Timur tempat Erina berada. Istana Timur disebut sebagai Istana Ratu karena disinilah Ratu lebih sering menghabiskan waktunya dengan segala aktivitasnya. Banyak yang mengira Istana Ratu hanya boleh dimasuki para wanita.
"Paman bukankah kita tidak boleh ke sini, kitakan bukan perempuan," kata Yuan.
Archilles hanya tersenyum melihat kepolosan Yuan.
"Sudahlah ayo masuk," kata Archilles.
Yuan hanya mengikuti perintah saja. Di ruangan itu tidak banyak benda, tapi yang menarik perhatian adalah bola kristal yang ada di ruangan itu.
"Apa ini?" tanya Yuan.
"Letakkan tanganmu di atasnya," perintah Archilles.
Yuan menurut dan meletakkan tangannya. Bola kristal itu berubah warna, warna hitam pekat. Melihat warna hitam Archilles sudah tidak terkejut lagi karena dia sudah tahu sejak awal, namun tiba tiba ada warna lain muncul setelahnya warna putih tidak itu warna perak. Kedua warna itu berputar putar hingga mencapai posisi seimbang antara warna hitam dan perak.
"Paman ini apa?" tanya Yuan tidak mengerti.
"Tunggu sebentar." Archilles mencari sebuah buku dan setelah beberapa saat mencari dia akhirnya menemukannya. Archilles membolak balik halaman buku itu. Sementara Yuan duduk manis di kursi yang ada di ruangan itu.
"Kristal perak, kristal perak" gumam Archilles dan akhirnya dia menemukannya.
"Ini dia, kristal perak merupakan satu dari tiga kristal spesial di antara kristal emas dan kristal tanpa warna, kristal perak memiliki kemampuan pengendalian alam yang sempurna, kekuatannya mengendalikan roh alam."
Archilles memandang Yuan yang juga sedang memperhatikan dirinya dengan pandangan ingin tahu serta tersenyum manis kepada Archilles.
"Bagaimana aku memberitahunya, selama ini dia tidak tahu apapun. Harus mulai darimana? Apa dia bisa menerima semua ini?" Batin Archilles.
"Paman?" Suara Yuan membuyarkan lamunan Archilles yang sedang berpikir keras.
"Begini, Yuan. Ini adalah bola kristal, aku dan ibumu berasal dari bangsa kristal sepertinya kau juga mewarisi kemampuan bangsa kami." Archilles duduk di sebelah Yuan. Mencari kata-kata yang tepat supaya mudah dimengerti. "Hasil tes yang baru Kau jalani tadi menunjukkan bahwa Kau memiliki kristal perak dan kristal hitam. Kristal perak memiliki kemampuan memanggil roh alam."
"Maksud Paman Aku bisa memanggil roh alam, keren." Mata Yuan berbinar penuh semangat.
"Yuan, rahasiakan ini, terutama dari kakakmu," kata Archilles. Yuan mengangguk mengisyaratkan setuju.
Mereka keluar dari Istana Timur, Yuan terlihat senang dan bersemangat. Archilles hanya bisa tersenyum melihat tingkah polos Yuan.
"Paman ada urusan sebentar, Kau langsung saja ke tempat latihan ya, sampaikan ke Pangeran Rainsword kalau Aku akan terlambat," kata Archilles. Yuan mengangguk dan segera berlari kecil menuju tempat latihan.
Di tempat latihan, Rainsword sudah menunggu.
"Di mana Paman Archi?" tanya Rainsword.
"Paman akan terlambat, jadi Aku di sini untuk menemani kakak berlatih," jawab Yuan.
Yuan mengambil pedang dan memainkannya. Melihat adiknya bermain pedang, Rainsword tersenyum dan mengajaknya berlatih.
"Kemarilah, jadilah lawan kakak." Rainsword sudah menyiapkan kuda-kuda dan siap bertarung.
"Baiklah," balas Yuan. Yuan mengikat rambut panjangnya supaya tidak menggangu. Lalu bersiap dengan kuda-kuda dan pedang di tangannya.
Duel pun dimulai, mereka berdua saling serang, menangkis dan bertahan. Mereka terlihat imbang, walaupun sebenarnya Rainsword hanya bermain saja tidak serius menghadapi adiknya. Di mata Rainsword, permainan pedang Yuan memiliki banyak celah, sangat mudah baginya untuk menjatuhkan Yuan. Namun, dia sengaja membiarkannya, menikmati permainan pedang bersama adiknya cukup menyenangkan.
Yuan baru berusia 10 tahun, permainan pedangnya sangat bagus, gerakannya gesit, terarah dan selalu mencari titik fatal musuh. Kurangnya pengalaman bertarung membuat gerakan Yuan terlihat tidak bervariasi. Seperti masih bergerak sesuai instruksi buku, monoton dan tidak ada improvisasi. Rainsword memainkan pedangnya dengan mengikuti semua gerakan Yuan. Hanya untuk menjaga ritme permainan supaya tidak cepat berakhir. Di saat dia merasa perlu ada sedikit tekanan, Rainsword memberikan serangan yang mengagetkan Yuan hingga dia kehilangan pedang di tangannya.
"Kakak hebat!" Yuan mengambil pedang dan menyarungkannya.
Rainsword tersenyum dan mengacak rambut Yuan. “Kau juga hebat, masih kecil sudah mahir, saat besar nanti pasti sangat kuat.”
"Pangeran Rain, di mana pedang yang kemarin diberikan Ayah Anda?" tanya Archilles.
"Oh, ada di kamar," jawab Rainsword.
"Mulai hari ini biasakan menggunakan pedang itu. Sekarang bisakah Anda mengambilnya?" perintah Archilles.
"Baiklah akan kuambil." Rainsword segera pergi mengambil pedangnya.
"Pangeran Yuan, ulurkan tanganmu," pinta Archilles. Yuan segera mengulurkan tangannya. Archilles memasang sebuah gelang berwarna perak dengan empat batu kristal sebagai hiasannya. Gelang itu pas di tangan kecil Yuan. “gelang ini untuk membuat kontrak dengan roh alam, jadi jangan pernah dilepaskan. Kita tidak pernah tahu kapan dan di mana akan bertemu roh alam, atau perlu memanggilnya.”
Yuan memandangi gelang di tangannya, kristal bening jernih berkilau di bawah sinar matahari. Tak lupa dia mengucapkan terimakasih kepada Archilles.
Selain sebuah gelang Archilles juga memberikan sebuah buku. Yuan langsung membaca buku tersebut, hingga tidak menghiraukan kakaknya telah kembali dengan pedang perak di tangannya.
Melihat Yuan sudah membaca buku lagi, Rainsword hanya bisa menggelengkan kepala. Archilles memanggilnya dan dia segera mendekat. Dia diajarkan bagaimana menggunakan pedang yang baik, pedang perak yang diberikan ayahnya terasa lebih berat dari pedang yang biasa dia pakai.
"Biasakan dengan bebannya, awalnya pasti akan sulit tapi seiring berjalannya waktu kau akan terbiasa dengan pedang ini," kata Archilles yang terus memberi instruksi ke mana dia harus bergerak.
Satu minggu setelah kejadian peperangan itu, dengan itikad baik Rafael meminta diizinkan masuk ke ruang kristal. Leiz tidak mempersulit dan membiarkan saja mereka masuk. Yuan dan Yui membawa kedua orang kakek dan neneknya untuk dimakamkan. Mereka memenuhi keinginan terakhir kedua orang itu. “Ayah dan ibu tidak berubah sama sekali, apa kejadian itu terjadi saat aku masih kecil,” lirih Raja Yuichi yang mengenang masa lalu setelah melihat kedua jasad orang tuanya. “Tidak ada yang tahu, tanyakan pada ayah atau ibu tapi kurasa mereka juga tidak tahu,” jawab Rafael. “Bagaimana dengan Yuan? Kapan dia akan dinobatkan?” tanya Raja Yuichi. “Entahlah, kami belum membicarakannya, Kerajaan Kegelapan sedang berbenah sementara Yui dan Yuan juga sedang berusaha mengembalikan dunia i
Lenora Isolde menaikkan tongkatnya dan rantai entah dari mana mulai mengikat tubuh Nacht.“Apa-apaan ini!” teriak Nacht yang mendapatkan serangan bertubi-tubi tanpa bisa membalas.Di belakang Nacht muncul sebuah pintu besar seperti pintu dimensi pada umumnya, perlahan pintu itu terbuka dan saat pintu itu terbuka lebar, semua aura hitam yang membumbung ke langit diserapnya.“Rosaline, buat barrier,” perintah Rafael yang langsung dilaksanakan dengan cepat.“Razen, ikat kaki kita semua dengan tanah, gerbang itu akan menyerap semua yang ada di sekitarnya,” ucap Rafael.Razen segera mengikat kaki semua orang dengan tanaman, Yui juga melakukan hal yang sama dengan kekuatan Seiryu, rum
Elemen petir dari ketujuh orang itu membentuk seekor naga petir yang besar. Lebih besar dari naga hitam Nacht.“Sialan, kenapa tidak kuperhitungkan itu yang mereka panggil, tujuh elemen petir,” batin Nacht. Dia teringat terakhir kali hidupnya berakhir karena jurus yang sama. Naga petir yang dibuat oleh tujuh orang berelemen petir yang dikirim Raja Cahaya waktu itu, saat pertarungan terakhirnya.Naga petir itu menghancurkan naga hitam Nacht dengan cepat naga itu menghilang. Lalu Naga itu juga mengelilingi Nacht hingga di sekitarnya teraliri petir yang kuat. Nacht merasakan getaran dalam tubuhnya dan apa yang telah dia serap mulai keluar satu persatu.“Yuan sekarang!” teriak Raja Yuichi.“Baik,” jawab Yuan.
Cahaya itu mulai menghilang, bayangan seseorang yang berada di tengah ledakan terlihat. Dia masih hidup meskipun penuh dengan luka.“Yui, dia masih hidup. Aku sudah tidak punya tenaga lagi.” Yuan terduduk di tempatnya sekarang. Energinya telah habis tak tersisa, begitu pula dengan kembarannya.“Kita hanya bisa pasrah sekarang,” balas Yui yang tak tahu lagi harus berbuat apa. Dari tempatnya dia melihat tubuh Rafael di kejauhan, dia merasa sebentar lagi akan menyusulnya menemaninya di alam lain.Bukan hanya si kembar yang pasrah, yang lain juga hanya bisa menelan ludah, bagaimana mereka menghadapi satu orang saja masih belum bisa.“Bagaimana? siapa yang akan menolong kalian?”Nach
Yuan yang merasakan tubuhnya seharusnya terjatuh ke tanah tapi ada seseorang yang menahannya. Dia pun segera menoleh ke arah orang yang menahan tubuhnya itu.“Kak Razen!” seru Yuan melihat orang yang dikenalnya itu.Bukan hanya dia tapi ada Xavier dan Ernest yang datang ke tempatnya.“Jadi kita apakan orang ini?” tanya Xavier yang sudah ingin menguliti makhluk yang dia bangkitkan dengan darah Yuasa.“Tidak ada,” jawab Yuan, dia duduk dan dibantu Ernest untuk memulihkan diri. Pria itu memberikan ramuan kepada Yuan, dan dengan menurut dia meminumnya hingga habis.“Apa yang kau lakukan padaku! Lihat saja kalau aku terlepas kau akan menyesal,” ancam Nacht yang masih berusaha melepas
Rafael tersenyum masam, takdir benar-benar mempermainkannya. Dia bahkan belum jatuh cinta dan hidupnya sudah harus berakhir. Dia juga belum sempat melihat dunianya kembali. Tapi tidak masalah, setidaknya gadis di depannya tidak mengalami rasa sakit yang kini dialami saat ini.“Bukankah seharusnya aku hidup denganmu, Yui,” lirih Rafael yang membuat Yui berhenti terisak.“Paman,”“Aku belum mau mati, jadi tenanglah, aku tidak mudah mati, benarkan,” lirih Rafael yang terus memandang gadis yang selalu menyusahkannya sekaligus mengisi hari-harinya selama ini.“Kenapa baru kusadari, berat rasanya melepaskan gadis ini,” batin Rafael.“Yui, boleh paman memelukmu?&rdquo
Lenora Isolde, Ratu dari Kerajaan Awan. Sang Penguasa dunia lain, dia tidak pernah ikut campur urusan dunia di bawahnya, baik dunia manusia, dunia kristal apalagi dunia bawah. Dia sang penguasa mimpi dan persimpangan, peramal masa depan.“Apa yang membuat seorang Lenora Isolde turun dari singgasananya?” tanya Rafael yang hampir tidak percaya dengan matanya. Melihat sang Ratu Awan di depan mata.“Persimpangan, kali ini ada banyak persimpangan, bahkan kau juga memiliki persimpangan, Rafael. Hidup atau mati, ah selalu tidak menentu,” jawab Lenora yang kata-katanya bagaikan misteri di telinga Rafael.“Apa Sawatari yang memanggilmu?” tanya Rafael kembali.“Salah satunya, permintaanya akan jiwa Yuasa, kau pasti tahu itu,” j
Siapa yang siap berperang? Jika ditanya, apakah siap untuk berperang? Semua akan menjawab tidak siap. Bahkan mereka yang saat ini berjalan menyerang juga tidak yakin dengan tindakannya. Mereka hanya mengikuti perintah, takut dan tidak bisa berbuat atas keinginan sendiri.Yuan menatap ribuan pasukan yang menghadang dan melihat kesiapan penduduk yang sudah memegang senjata dengan tatapan takut. Namun, keberanian menjadi muncul saat semua yang mereka kenal maju bersama, saling menguatkan.“Aku belum siap,” lirih Yuan, menelan ludahnya. Ada ketakutan dalam hatinya, dialah yang harus menghadapi sang pembawa petaka tapi saat ini dia belum cukup kuat.“Aku ada bersamamu,” ucap Yui menguatkan Yuan. Dia menggenggam tangan saudara kembarnya, menatap lautan pasukan yang berwarna hitam.
Pegunungan Jade, tinggi menjulang dengan lebatnya tanaman dan monster yang ada. Mereka berdua telah sampai di puncaknya. Sepi, tidak seperti yang dipikirkan Rosaline tentang desa naga.“Kau berpikir ada banyak naga di sini?” tebak Pangeran Yuasa.“Ya, ini desa naga seharusnya banyak naga disini,” jawab Rosaline.“Ada, kemarilah.” Pangeran Yuasa mengajak Rosaline masuk ke ruang bawah tanah. Tempat itu tidak terlihat dari permukaan, mereka berada di sebuah ruangan besar yang berada di dalam tanah. Mereka menelusuri lorong gelap dan lembab yang minim cahaya, kemudian tiba di sebuah ruang besar.“Akhirnya kau kembali juga,” suara serak naga yang berbicara dalam bahasa mereka.