"Kalian pulang saja, biar kami yang jagain ibu."Irfan berucap demikian ketika hampir tengah malam. Arch dan Livi masih berada di sana. Kondisi Endah sendiri belum menunjukkan perkembangan yang baik. Jantungnya masih bermasalah. Detaknya belum stabil dan normal.Hal ini membuat tim dokter belum mengeluarkan Endah dari ruang resusitasi. Perempuan itu masih dipantau seintensif mungkin."Tidak apa-apa. Sebentar lagi lah kalau kami mau pulang." Arch menjawab sambil menggenggam tangan Livi. Seolah minta izin pada sang istri."Kalian jangan merasa bersalah. Toh, ini bukan salah kalian. Tapi salah perempuan itu." Tina coba membujuk."Dan perempuan itu adalah istri papaku. Jadi biarkan kami sedikit menunjukkan kepedulian kami. Kami akan pulang jika memang waktunya."Irfan mengedikkan bahu ketika Arch bersikeras stay di sana. Keempatnya lalu terdiam.Tak berapa lama derap langkah terdengar mendekat. Mereka kompak menoleh ke lorong di depan mereka. Di mana empat orang tampak mendekati mereka."
Sementara itu di tempat Melanie. Perempuan itu tampak kebingungan. Setelah dia tidak berhasil menghubungi Miguel, dia pilih kembali ke rumah. Dia akan menunggu Miguel di rumah.Di tangan Melanie, puluhan foto dirinya sedang berduaan dengan pria lain terpampang nyata. Tidak hanya satu lelaki. Miguel mengirim semua gambar Melanie bersama pria yang sayangnya memang pernah kencan dengannya.Selain foto, ada juga video yang menampilkan perempuan itu sedang berpelukan, bersandar mesra bahkan berciuman. Ada juga satu video yang menunjukkan dirinya masuk ke kamar hotel."Dari mana dia mendapatkan semua ini?" Katanya sambil menggigit bibir.Dia panik, apalagi Miguel berkata akan menemuinya di pengadilan. Ketakutan Melanie merebak. "Dia tidak mungkin menceraikan aku. Aku sedang hamil anaknya. Dia, Miguel tidak akan menceraikan aku. Itu pasti."Di tengah ketakutan, kecemasan, juga kegugupan. Melanie terus berpikir positif. Miguel sangat mencintainya. Pria itu tidak akan sanggup berpisah dengann
"Selingkuh? Buktinya apa? Kamu punya itu?"Melanie mengepalkan tangan. Dia pandangi Endah yang berdiri begitu tenang. Tidak ada rasa gugup atau cemas di parasnya yang mulai menua.Perempuan itu sangat yakin dia tidak melakukan kesalahan. Setiap bertemu Miguel dia tidak pernah sendirian. Mereka selalu berada di keramaian. Dan selama ini pertemuan mereka bisa dihitung menggunakan jari.Lima jari pun masih masih kebanyakan. Meski untuk kali ini memang Miguel yang datang. Tapi itu sebab ada mobil Irfan di rumah Endah. Jadi Miguel berani mampir.Surprisenya tak berapa lama Arch dan Livi datang. Mereka rupanya janjian. Apesnya pertemuan mereka rupanya diketahui oleh Melanie.Sesuai karakter Melanie, perempuan itu langsung meledak. Emosi lalu berujung menuduh Miguel dan Endah selingkuh."Bukti? Aku melihatnya sendiri. Tidak perlu bukti lagi?""Memangnya apa yang Tante lihat. Papa sama Bu Endah berduaan, pelukan atau bahkan tidur bersama," balasan menohok datang dari Arch. Pria itu menyipit
"Murung aja."Livi tersentak ketika Tina menyapanya. Dia dan Arch sedang berkunjung ke rumah Bu Endah. Perempuan yang selalu tersenyum entah apapun keadaannya."Lagi pusing mikirin kerjaan. Kamu sudah berhasil programnya?"Istri Arch mengalihkan pembicaraannya. Padahal otaknya sibuk memikirkan pengakuan Chen Wei. Bukan karena dia berminat menerimanya. Livi tidak segampang itu jatuh pada mulut manis seorang pria.Dengan suaminya sendiri saja, dia belum sepenuhnya percaya kalau pria itu tulus mencintainya. Walau dalam hati Livi mulai tumbuh benih cinta, tapi dia belum yakin dengan perasaannya.Yang membuat Livi heran, apa motif Chen Wei melakukannya. Apa pria itu sengaja ingin mengganggu pernikahannya dengan Arch.Kalau iya, Livi tidak segan menghajarnya. Tapi kalau ada niat lain, seperti balas dendam atau sakit hati. Livi pikir apa salahnya atau apa salah Arch.Tina menggeleng. "Dia jadi pengacara bukan karena mau promil. Tapi mau kasih pelajaran sama keluarganya, kalau mengurus perusa
"Ke kantor dia lagi? Bukannya hari itu sudah beres?"Kai memasang ekspresi tidak enak. Ketika Livi menunjukkan keengganannya untuk pergi ke kantor Chen Wei."Ada beberapa hal yang kudu diperjelas lagi. Karena kamu kemarin yang handle, dan kebetulan kamu free, dan kebetulan kantor mereka searah ke Red Rose. Jadi, gitu deh."Livi mendengus meski matanya awas menelisik dokumen di depannya. Benar ada yang perlu diperjelas."Kalau dia suka kamu, tapi kamu ndak tanggapi. Harusnya tidak ada masalah kan?""Memang iya. Yang jadi perkara adalah Arch mulai cemburu kalau tahu aku bertemu dia.""Nanti aku yang kasih tahu dia.""Enggak usah. Aku kelarin ini lalu pulang. Harusnya tidak lama." Livi menolak usulan Kai untuk memberitahu Arch kalau dia bertemu Chen Wei hari ini. "Maaf lah. Last time, aku janji."Livi tidak merespon perkataan Kai. Yang dia inginkan hanya menyelesaikan persoalan ini dengan cepat. Lalu pulang. Dia lelah sekali.Ditambah lagi si Sesel sejak kemarin belum mengabarinya. Sud
"San, San, San siapa?" Bentak satu dari pendamping pengantin."Mbak Murni kenal?"Si pengantin menggeleng. Mereka melangkah pergi tapi Axel menghadang. "Boleh tanya gak?" Axel bertanya penuh harap."Apaan lagi?!" Perempuan lain menjawab dengan tidak sabaran."Ada yang tahu di mana rumah Sandra Anggita."Mereka saling pandang. "Sandra, Mbak Sandra ponakannya Bu Meida?""Yang pacarnya Mas Raka?""Hiss, pacar apaan? Mereka mau nikah."Axel pusing sekaligus emosi, juga tidak percaya. Raka? Siapa Raka? "Permisi. Jadi rumahnya Sandra di mana?" Axel menyela perdebatan rombongan pengantin tadi."Situ siapanya Mbak Sandra?""Saya suaminya," balas Axel penuh percaya diri.Giliran rombongan pengantin tadi yang melongo."Suami? Suami apaan? Mbak Sandra yang itu punya pacar. Rumornya sudah mau nikah. Yang benar yang mana.""Eh, bukannya mereka mau tunangan."Perempuan di depan Axel ribut sendiri. Tangan Axel terkepal, bertunangan? Tidak boleh."Jadi bisa tunjukkan di mana rumahnya Sandra?" Axel