Home / Thriller / DELAPAN HARI SAJA MENJADI ISTRIMU / Bab 4. Aroma yang berbeda

Share

Bab 4. Aroma yang berbeda

Author: Yazmin Aisyah
last update Last Updated: 2022-06-25 01:55:35

DELAPAN HARI SAJA MENJADI ISTRIMU 4

Di dalam mobil, kami duduk seperti orang asing. Mas Haris menyetir mobil tanpa mengalihkan pandangan matanya dari jalan raya. Sementara aku tak berminat sama sekali memulai pembicaraan.

Aku akhirnya memutuskan menerima permintaan rujuk Mas Haris demi Mama, yang tak mau beranjak dari tempatnya berlutut hingga Ustadz Aji datang untuk menyaksikan ijab kabul yang akan diucapkan Mas Haris. Ija kabul kedua dilakukan karena Mas Harus menalakku sebelum kami sempat melakukan hubungan suami istri. Disaksikan oleh dua orang adik Papa, aku akhirnya kembali resmi menjadi istri lelaki ini, yang telah terlanjur menumbuhkan rasa sakit di hati. Entah akan seperti apa pernikahan kami. Aku hanya berharap, seperti kata Mama, bahwa dia memang sesungguhnya lelaki yang baik. Aku hanya perlu mengerti dan beradaptasi.

"Nadya, emm… pergilah ke kamar mandi belakang. Aku sudah menyiapkan sabun yang cocok untukmu." Ujarnya begitu masuk ke dalam rumah.

Lagi? Aku menyipitkan sebelah mata.

"Memangnya sabun apa yang cocok untukku? Kau tahu? Bukan hanya dirimu saja yang suka kebersihan Mas. Tapi aku tidak berlebihan seperti dirimu."

Mas Haris menggeram. "Turuti saja perintahku. Apa kau tak tahu bahwa seorang istri wajib taat pada suami?"

Aku terkejut. Baru beberapa saat yang lalu dia bersikap baik padaku di rumah Papa, dan kini dia mulai kembali menampakkan wajah aslinya.

Melihat perubahan raut wajahku, Mas Haris melunak. Dia mendesah, lalu dengan ragu menyentuh tanganku.

"Maaf. Baiklah. Ayo kita ke kamar."

Kutatap tangannya yang kini menggandeng tanganku, membawaku menuju kamar. Keadaannya masih seperti aku meninggalkannya kemarin. Sangat rapi dan bersih. Aku sampai takut untuk duduk disana saking bersihnya.

Mas Haris meraih koperku dan mendorongnya ke pojok kamar. Lalu dia mengambil hand sanitizer dari atas nakas dan mulai membersihkan tangannya sendiri, seolah olah baru saja bersentuhan dengan benda kotor. Aku menelan ludah. Tentu saja, tak pernah ada salah paham. Inilah dia yang sesungguhnya.

Aku kembali menarik koperku dan berjalan menuju pintu. Sudah kuputuskan bahwa aku akan tidur di kamar sebelah saja sampai kami mungkin bisa saling mengenal dan beradaptasi. Mungkin, aku memang harus menerima kenyataan bahwa suamiku seorang clean freak.

"Kau mau kemana?"

Aku menoleh sejenak. "Aku tidur di kamar sebelah. Kau tentu tak suka tidur bersebelahan dengan perempuan yang sedang datang bulan."

***

Pagi-pagi sekali, aku sudah mandi dan berpakaian rapi. Kupakai dress hitam selutut berpotongan dada agak rendah. Sejujurnya, aku hanya ingin tahu reaksi suamiku, apakah dia benar seperti dugaanku, atau dia hanya lelaki yang berlebihan dalam hal kebersihan.

Atau tidak keduanya.

Aku meletakkan teh melati di samping piring berisi roti bakar keju milikku, lalu duduk dan mulai makan. Suara musik lembut mengalun dari music player yang sengaja ku setel untuk mengobati suasana hatiku yang kacau. Siapa sangka pernikahan yang menjadi muara penantian bagi semua perempuan, berakhir hampa seperti ini? Aku membayangkan suami yang baik dan penyayang. Itu saja. Romantis hanyalah bonus. Tapi jangankan bersikap baik, kami seperti dua orang asing yang terpaksa hidup dalam satu rumah.

"Kau tidak membuatkan aku sarapan?"

Aku mendongak, mengalihkan tatapanku dari makanan di atas piring.

"Aku tidak tahu apa yang ingin kau makan."

"Bukankah kau bisa tanya lebih dulu?"

Aku tersenyum kecil. "Aku tidak mau mengganggumu Tuan Haris yang terhormat. Aku takut tanganku yang penuh kuman ini membuatmu sakit."

Mas Haris terbelalak sejenak. Aku melanjutkan makan dengan sikap tak peduli. Namun, tiba tiba saja aku terkejut karena dia merangkum kepalaku dalam pelukannya. Detik berikutnya, sebuah kecupan singgah di bibirku.

"Aku tidak seperti yang kau duga Nadya." Dan tanpa dicegah, dia kembali menc*umku, kali ini dengan menumpahkan seluruh hasrat yang tampak di matanya yang membara.

Aku terengah, kudorong tubuhnya menjauh.

"Berhenti Mas. Aku sedang datang bulan."

Mas Haris mendesah. Dia menghembuskan nafas dan merenggangkan pelukannya, lalu duduk di kursi makan.

"Tolong buatkan aku kopi. Pakai cangkir keramik di rak paling atas, itu sudah kusteril tadi pagi."

Aku menelan ludah, menatapnya sejenak, tak percaya pada pendengaranku sendiri. Suaranya tadi lembut dan terdengar memohon. Dia kembali bicara tentang gelas yang harus bersih, padahal dia baru saja menc*mku dengan ganas, tanpa bertanya apakah aku susah gosok gigi atau belum.

Aku menggelengkan kepala, mungkin butuh waktu cukup lama untuk mengerti lelaki ini.

"Kau wangi dan seksi sekali pagi ini Nadya. Sayang, kau sedang datang bulan, kalau tidak…" Ujarnya ketika aku meletakkan kopi di hadapannya.

Jantungku berdebar kencang mendengarnya merayuku. Kepalaku pusing oleh praduga akan dirinya. Jika dia terangs*ng oleh penampilanku pagi ini, berarti dia buka seorang gay. Mungkin saja, dia hanya seorang clean freak.

Dan mungkin saja, rumah tangga kami masih bisa diperbaiki.

"Aku ada seminar jam dua siang ini. Mungkin pulang agak malam. Emm, bisakah kau menungguku? Aku ingin minum kopi berdua denganmu."

Aku yang masih takjub dengan perubahannya hanya bisa mengangguk.

"Jangan lupa, dandan yang cantik dan seksi. Dan oh ya, aku suka aroma parfummu."

***

Jantungku langsung berdebar kencang begitu mendengar suara mobilnya memasuki halaman. Kulirik jam di layar ponsel. Baru jam sebelas malam. Masih banyak waktu bagi kami. Mungkin malam ini, kami bisa berbincang, saling mengenal dan menyelami. Dan apa katanya tadi? Dia suka aroma parfumku.

Kusemprot sedikit parfum di leher dan lengan. Aroma wanginya yang lembut menelusup. Wajahku menghangat ketika teringat sentuhan pertamanya pagi tadi. Mungkin saja,kami akhirnya bisa hidup sebagai suami istri yang sesungguhnya.

Aku membuka pintu depan sebelum bel berbunyi. Namun, aku kembali terkejut ketika dia tak menyambut uluran tanganku. Dia hanya menatapku, dan berhenti pada kimono satin yang menutupi lingerie yang kupakai. Meski aku sedang datang bulan, bukankah boleh kalau hanya bermesraan?

"Aku lelah sekali dan butuh tidur cepat Nadya. Dan bukankah kau sedang datang bulan?" Ujarnya sambil berlalu.

Aku hempas seketika. Sambil berjalan mengikutinya, kuremas ujung kimonoku, menahan dadaku yang tiba-tiba sesak. Kutatap punggung Mas Haris yang masuk ke dalam kamar. Lalu, tanpa menatapku, dia menutup pintu itu dan menguncinya dari dalam.

Tiba-tiba saja, aku mencium aroma berbeda yang dia tinggalkan. Aroma parfum wanita. Dan jelas, itu bukan milikku.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • DELAPAN HARI SAJA MENJADI ISTRIMU   Bab 102 (ENDING)

    AYAHKU SEORANG PEMBUNUH 20 (ENDING)Dengan perasaan ngeri, aku melihat Surya menggenggam revolver itu, menelitinya sesaat dan tersenyum. Dengan wajah menggila, dia menciumi senjata itu. Aku memandangnya dengan benci. Ternyata, dia tak pernah berubah. Dia masih menjadi budak Sindy."Tembak mereka berdua. Farrel lebih dulu. Aku ingin menikmati saat-saat Intan menjadi gila karena kehilangan suaminya.""Kalian memang pasangan gila." Aku lalu menatap Surya, pada matanya yang kini fokus padaku."Aku tak pernah menyangka. Ku pikir penjara akhirnya akan membuatmu sadar. Permintaan maafmu itu palsu belaka. Dan kau pernah memohon padaku untuk melihat anakmu. Lihat itu!" Aku menunjuk Axel yang berada dalam bekapan tangan Anis, "Itu anakmu, Surya. Anak yang ada dalam perutku saat kau menenggelamkan aku di danau ini."Surya tampak terguncang. Matanya mengawasi Axel, yang tak lagi meronta. Dia tengah menyimak pembicaraan kami."Dia kerap bertanya, apakah benar Ayahnya seorang pembunuh? Kini, kau in

  • DELAPAN HARI SAJA MENJADI ISTRIMU   Bab 101

    AYAHKU SEORANG PEMBUNUH 19Mas Farrel dapat merasakan tatapanku yang membeku, terpaku pada mobil berbody besar yang tengah memasuki halaman parkir hotel. Dengan dada berdebar kencang, aku menunggu sampai mobil itu benar-benar berhenti. Lalu sepasang kaki jenjang memakai stoking hitam turun. Sepatunya mempunyai heels setinggi lima sentimeter, masih tampak luwes jika dibawa berjalan cepat. Naik ke atas, ada rok span dari kulit yang juga berwarna hitam, dipadu jaket dengan bahan dan warna sama. Aku bersiap melihat wajah Sindy disana. Tapi kemudian aku terkejut.Wanita itu bukan Sindy. Meski ada kacamata hitam besar yang menutupi hampir separuh wajahnya, aku tahu dia bukan Sindy. Wajah Sindy telah melekat dalam ingatanku bertahun-tahun lamanya. Terakhir kali aku melihatnya di depan sekolah Axel beberapa hari yang lalu, wajahnya juga tak berubah. Namun, wanita ini, meski aku tak mengenalnya, ada bagian dari dirinya yang mengingatkanku pada seseorang. Entah siapa.Wanita itu menurunkan kaca

  • DELAPAN HARI SAJA MENJADI ISTRIMU   Bab 100

    AYAHKU SEORANG PEMBUNUH 18Nadya memelukku erat, berusaha meredam getaran tubuhku. Dia tadi langsung naik taksi ke sekolah dan mengambil alih mobil. Kami akhirnya pulang ke rumahku. Dia lalu menyuruhku merebahkan diri di atas sofa, menyelimuti tubuhku dan meminta Bik Marni membuatkan teh hangat."Bagaimana Sindy bisa berkeliaran di luar? Dan dia tahu anak-anak ada di sekolah yang sama.""Mungkin hanya kebetulan In. Tenanglah.""Apa kau percaya kebetulan, Nad? Bukankah tak pernah ada kebetulan dalam hidup kita selama ini?"Nadya terdiam. Aku memejamkan mata. Bayangan wajah Sindy tak juga mau hilang dari benakku. Bibirnya yang tertawa lebar tanpa suara itu seakan menantangku, mengatakan bahwa penjara tak mampu membuatnya terkurung."Bagaimana kabar keluarga Salma?"Aku berusaha mengalihkan pembicaraan. Bik Marni datang membawakan dua gelas teh hangat dan sepiring bakwan yang masih panas. Aku segera meraih gelas itu, menghangatkan tanganku yang masih terasa dingin."Salma masih di Malays

  • DELAPAN HARI SAJA MENJADI ISTRIMU   Bab 99

    AYAHKU SEORANG PEMBUNUH (17)PoV INTANAku meletakkan tas di tas meja dengan hati kalut. Kematian Mantan Ibu mertuaku, yang tanpa sengaja kutemukan di dalam rumahnya akan menjadi babak baru. Bagaimana bisa aku masuk ke dalam rumahnya tepat saat Ibu tiada? Apa yang sebenarnya terjadi? Aku beruntung karena tak menyentuh Ibu sedikitpun, begitu pula Mas Farrel. Meski begitu menghadapi interogasi polisi ternyata sangat melelahkan. Terutama ketika fakta bahwa aku adalah korban percobaan pembunuhan yang pernah dilakukan oleh si pemilik rumah."Aku akan menelepon Om Helmi, bersiap jika kita butuh pengacara." Mas Farrel memelukku. Kami baru saja pulang dari pemakaman Ibu.Aku mengangguk, menyandarkan kepala ke sandaran sofa sambil memejamkan mata. Setelah sekian lama waktu berlalu, bukankah seharusnya semua akan baik-baik saja? Tapi kenapa aku justru seakan menghadapi hidup yang penuh misteri. Waktu empat belas tahun yang telah berlalu seakan hanya sebuah jeda, sebelum aku akhirnya tiba pada a

  • DELAPAN HARI SAJA MENJADI ISTRIMU   Bab 98

    AYAHKU SEORANG PEMBUNUH 16POV SURYA"Kita adalah partner paling hebat. Dulu, sekarang, kelak. Aku akan memaafkanmu karena mengabaikanku di penjara. Tapi mulai saat ini, tetaplah disini. Kita lanjutkan semua yang dulu terpaksa terjeda."Suaranya masih seperti dulu, penuh desah dan merayu. Aku menatap matanya dan seketika kenangan itu terlempar ke masa empat belas tahun silam. Di ruang pelantikan, ruangan yang tadinya akan menjadi tempat pelantikan ku, aku merangkak di kaki Intan, memohon ampun. Bukan untuk memintanya mencabut segala tuntutan karena itu tak mungkin lagi. Aku berlutut meminta maaf darinya, meski aku tahu kesalahanku tak termaafkan.Selain itu, aku telah menyadari bahwa sebulan tanpa dirinya adalah siksaan. Aku benar-benar sakit, sampai nyaris bunuh diri. Semua orang melihatku yang sangat terpukul karena kehilangan istri. Namun, yang terjadi adalah, aku tengah dihantam gelombang rasa sesal dan bersalah. Rasa yang ternyata sangat menyiksa."Aktingmu luar biasa. Kau layak

  • DELAPAN HARI SAJA MENJADI ISTRIMU   Bab 97

    AYAHKU SEORANG PEMBUNUH 15POV SURYAAku terbangun dengan kepala pusing seperti biasa. Terlalu banyak tidur hingga kehilangan orientasi waktu. Entah sudah berapa lama aku disini. Seminggu? Dua minggu? Sebulan? Dua bulan? Rasanya aneh sekali. Bangun, makan, lalu tidur. Bangun, makan dan tidur lagi. Ku pandangi tubuhku. Perlahan tapi pasti, tulang tulang yang kemarin hanya terbungkus kulit, kini berisi. Aku tak pernah kelaparan disini seperti saat di rumah. Jika Mbak Wulan hanya memberiku sepiring nasi ditabur garam setiap hari, disini, segala rupa makanan mewah terhidang dalam jumlah banyak. Aku bisa makan sepuasnya.Tiba-tiba saja aku teringat Ibu. Dadaku langsung berdebar kencang. Ada rasa yang ngelangut disini, sebuah rasa yang tak nyaman. Wajah tua itu membayang, berkerut dan nyaris lupa cara tersenyum. Setelah aku menghancurkan keluarga karena ulahku sendiri, Ibu pasti sangat menderita. Kini, di usianya yang melewati tujuh puluh tahun, Ibu tampak sepuluh tahun lebih tua. Bungkuk,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status